Syeikh Ahmad ar-Rifa’y
Rasulullah Saw, bersabda: "Siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan, kemudian dilanjutkan puasa enam hari bulan syawal, maka ia seperti puasa setahun.” (Hr. Imam Muslim)
Rahasia dari hadits ini adalah melaksanakan fardlu sepenuhnya, dan melaksanakan Sunnah Muhammadiyah, karena berkahnya dalam nilai waktu. Tak ada yang lebih penting dibanding meraih berkah waktu bagi sang ‘arif. Baik ibadah fardlu maupun sunnah atau perpaduan keduanya, dan itulah puncak hasrat cita. Sunnah Nabi Saw, adalah ruh bagi sang ‘arif, disanalah ia tegak dan duduk, sekaligus menjadi menara bagi jiwa terdalam kaum ‘arifin.
Karena yang menegakkan tiang-tiangnya dan membangun bangunannya adalah Nabi Saw, yang tidak bicara karena dorongan hawa nafsu, namun karena hentakan dari ayat “Mata hati tidak pernah menyimpang dan tidak pernah khianat.” Begitu juga para pewarisnya, kaum ‘arifin yang meraih berkah dengan mengikuti jejaknya, dimana ruh kita dan ruh semesta mendapatkan sarigunanya.
Qalbu Sang A’rif
Anak-anak sekalian…. Ketahuilah bahwa qalbu kaum ‘arifin adalah perbendaharaan Allah Ta’ala di muka bumi.
RahasiaNya dititipkan di dalamnya, kelembutan-kelembutan hikmahNya, hakikat cintaNYa, cahaya ilmuNya dan ayat-ayat ma’rifatNya, yang tak bisa dilihat sekalipun oleh Malaikat Muqorrobun, dan para nabi dan Rasul, dan siapa pun juga, tanpa seizin Allah Swt.
Sudah selayaknya bagi sang ‘arif mengenal baik dan buruknya, senantiasa istiqomah dalam amaliyahnya, mengenal untung dan ruginya, menjaga dari rekadaya musuh-musuhnya, dan memohon pertolongan kepada Allah Swt, secara total.
Jangan sampai meninggalkan sesuatu di hatinya selain Allah Robbul Izzah. Karena Allah Ta’ala manakala memandang qalbu hambaNya, lalu disana ada selain Dia, Allah Ta’ala membenci dan menghinakannya dan ia akan diserahkan pada musuhNya.
Amaliyah qalbu murni semata bagi Allah Ta’ala, sedang amaliyah rukun banyak ragamnya. Sedangkan amaliyah qalbu itu diterima tanpa gerak-gerik rukun, sedangkan amaliyah rukun tidak diterima tanpa amaliyah qalbu, dan tidak meraih pahala.
Bila seorang hamba mengabaikan amaliyah qalbunya, sedangkan dalam amaliyah rukun ia sempurna, ia hanya dinilai sempurnanya rukun tetapi bukan qalbunya. Namun jika amaliah qalbunya sempurna sedangkan amaliah rukunnya tidak, maka ia dihukumi ketidaksempurnaan rukunnya dengan kesempurnaan amaliah qalbunya.
Suatu hari Nabi Musa as, berjalan diantara Bani Israil menggunakan pakaian lap dan menaburi kepalanya dengan debu, sementara airmatanya menetes terus di pipinya. Lalu Nabi Musa as, menangis kasihan melihat keadaan mereka. Beliau bermunajat, “Oh Tuhanku, kenapa tidak Engkau sayangi hambaMu? Bukankah Engkau Tahu keadaan mereka?”
Allah pun menurunkan wahyu kepada Nabi Musa as, “Hai Musa! Lihatlah, apakah perbendaharaanku melimpah, bukankah Aku Maha Penyayang? Jangan begitu. Namun Aku lebih tahu apa yang ada di hati mereka. Mereka berdoa kepadaKu dengan hati yang kosong dariKu, semata-mata condong pada dunia.”
Diriwayatkan bahwa Nabi Musa as, sedang berjalan berjumpa dengan seorang yang sujud di atas batu selama 300 tahun. Ia menangis dan air matanya menetes memenuhi sebuah wadah. Nabi Musa as, turut menangis karena kasihan padanya. “Oh Tuhanku, tidakkah Engkau kasihan padanya?”
Allah Swt, menjawab, “Aku memang tidak kasihan padanya.”
“Kenapa begitu Oh Tuhanku?”
“Karena qalbunya lebih senang pada selain Aku. Ia masih punya jubah yang disayang untuk menupi rasa panas dan dingin!” Jawab Allah Ta’ala.
Nabi Saw, bersabda, “Seorang hamba tidak akan pernah teguh amaliahnya sehingga qalbunya teguh, dan qalbunya tidak akan teguh sampai ucapannya teguh.” Bila qalbu hilang, ia kehilangan Rabbnya.
Nabi Saw, bersabda:
“Ingatlah sesungguhnya dalam jasad ada segumpal daging, manakala ia baik, maka seluruh jasad baik. Dan apabila ia buruk, buruk pula seluruh jasadnya. Ingatlah bahwa itu adalah qalbu.”
Allah Swt, berfirman kepada Nabi Musa as, “Hai Musa! Katakan kepada Bani Israel, jangan sampai mereka masuk ke dalam rumahKu kecuali dengan hati yang bersih, dan mata yang khusyu’, dengan badan yang bersih dan niat yang benar.”
Yahya bin Mu’adz ra, mengatakan, “Qalbu orang beriman itu adalah gumpalan yang berlobang, isinya adalah mutiara Robbani, di sekitarnya adalah taman Fardaniyah (penunggalan Ilahi), di bawahnya ada hamparan pencahayaan. Dan Allah Ta’ala memandangnya setiap saat dengan rahmat dan kasih sayangNya, dan menghadang apa pun yang membuatnya lalai antara hamba dan DiriNya.”
Allah Ta’ala berfirman: “Dan siapakah yang lebih menepati janjinya dibanding Allah?”
Dikatakan, bahwa kinerja qalbu itu sangat pelik, namun pengukuhan qalbu itu lebih berat lagi.
Ditanyakan kepada sebagian ahli ma’rifat, “Seorang hamba yang kehilangan qalbunya, kapan bakal menemukannya kembali?”
Dijawab, “Bila dalam qalbu itu turun Kebenaran Allah.” Masih ditanya, “Kapan turunnya?” Dijawab, “Makanala ia ia pergi meninggalkan selain Allah Ta’ala.”
Amaliah Qalbu itu berkisar 10 tangga:
• Al-Khatharat (intuisi terdalam)
• Ungkapan nafsu
• Hasrat
• Tafakur
• Kehendak
• Ridho
• Ikhtiar
• Niat
• Tekad
• Meraih tujuan hingga mencapai amaliah dzohir.
Maka, siapa yang teguh bagi Allah Swt, lalu menjaga kinerja amal qalbu ketika mendapatkan intusi terdalam, ia berada di tangga Shiddiqin.
Maka, siapa yang teguh bagi Allah Swt, lalu menjaga kinerja amal qalbu ketika berhadapan dengan ucapan nafsu, maka ia berada di tangga Muqorrobin.
Maka, siapa yang teguh bagi Allah Swt, lalu menjaga kinerja amal qalbu ketika berada dalam hasratnya, maka ia termasuk dalam tangga Awwabin.
Maka, siapa yang teguh bagi Allah Swt, lalu menjaga kinerja amal qalbu ketika berhadapan dengan tafakurnya, maka ia berada di tangga Mukhlishin.
Maka, siapa yang teguh bagi Allah Swt, lalu menjaga kinerja amal qalbu ketika berhadapan dengan cita-cita, maka ia berada
di tangga Muridin.
Maka, siapa yang teguh bagi Allah Swt, lalu menjaga kinerja amal qalbu ketika berhadapan dengan ikhtiar maka ia berada
di tangga Muttaqin.
Maka, siapa yang teguh bagi Allah Swt, lalu menjaga kinerja amal qalbu ketika berhadapan dengan niat, maka ia berada di tangga Zahidin.
Maka, siapa yang teguh bagi Allah Swt, lalu menjaga kinerja amal qalbu ketika berhadapan dengan Tekadnya, maka ia berada di tangga Munibin.
Maka, siapa yang teguh bagi Allah Swt, lalu menjaga kinerja amal qalbu ketika berhadapan dengan amaliah dzohir maka ia berada di tangga ‘Abidin dalam kalangan Muwahhidin.
Ishaq bin Ibrahim ra, mengatakan, “Bila hatimu bisa kembali kepada Allah Ta’ala sejenak saja, itu lebih baik dibanding segala hal yang dicahayai terbitnya matahari. Tak seorang pun yang bersih hatinya dari kotoran syahwat, dan membersihkan dari debu-debu kealpaan, serta menjernihkan dari keburaman penyimpangan, melainkan Allah Swt, akan menampakkan semuanya secara total.”
Bakr bin Abdullah ra, menafsiri ayat, “Dan ia datang dengan qalbu yang kembali”.
maksudnya yang berjalan dimuka bumi dengan fisiknya, sedangkan hatinya bergantung terus kepada Allah Ta’ala.
Abu Abdullah ra, ditanya, “Apakah Qalbun Salim itu?”
Beliau menjawab: “Qalbu yang putus dari kaitan-kaitan dunia, dipenuhi cinta kepada Tuhan, tidak mengeluh karena bencana, dan tidak terhalangi tirai perlindungan dan ketaqwaan.”
Disebutkan, “Siapa yang antara dirinya dengan Allah ta’ala tidak memiliki amaliah rahasia batin, maka ia tergolong buruk, walaupun kelihatannya baik. Dan siapa yang tidak melihat dunia dan akhirat adanya Kekuasaan Allah Ta’ala yang berjalan dan cepatnya takdir itu, ia tidak akan meraih amaliah qalbu.”
Abu Said al-Kharraz ra, mengatakan, “Ketahuilah bahwa alamiah qalbu adalah memperbaharui rahasia batin untuk menyendiri bersama Allah Ta’ala, dan mengaktifkan qalbu untuk menjaga dzikirnya sepanjang waktu disertai ruhani yang benar tanpa berpaling pada waktu dan kondisi ruhaninya itu sendiri.”
Abu Darda’ ra, berkata, “Allah mempunyai hamba-hamba, dimana qalbunya terbang kepada Allah Ta’ala karena rindunya, yang kecepatannya tidak bisa dilawan oleh kilat yang cepat sekalipun.”
Nabi Saw, bersabda, “Bukan karena banyaknya sholat Abu Bakr yang mendahului derajat kalian, juga bukan karena puasa, namun karena kebersamannya dengan Allah dan sejuk dalam qalbunya.”
Allah Ta’ala tidak menolak yang sedikit karena jumlah sedikitnya, juga tidak menerima yang banyak karena jumlah banyaknya. Namun Allah menerimanya dari kalangan orang yang taqwa (dengan ketaqwaannya).
Disebutkan, “Tidak benar maqom seseorang manakala masih ada gantungan qalbunya pada maqom itu. Namun orang yang benar adalah orang yang qalbunya bergantung kepada Sang Pemiliki Maqom belaka, hingga ia tidak melihat selain Allah Ta’ala ketika melihat Allah Ta’ala.”
Dikatakan, “Manakala amaliyah mengarah pada qalbu, seluruh badan istirahat.” Disebutkan pula, “Tidak akan ada aktivitas amal qalbu, kecuali bagi orang yang qalbunya bening, tidak lupa, sehat dan tidak luka, memandang tanpa cacat, sendiri tanpa kontra, mencari tanpa memburu, dekat tanpa asing, berakal sehat tanpa alpa, samawi tanpa semesta fisik, bersifat Arsy dan tanpa belantara.” Penyendirian Qalbu hanya bagi Allah Ta’ala.
Tsabit an-Nasaj ra mengatakan, “Aku membaca Al-Qur’an bertahun-tahun penuh dengan rasa takut, namun aku tidak menemukan qalbuku. Lalu aku membacanya dengan penuh harapan, aku pun tidak menemukan qalbu. Lantas ketika aku membaca dengan qalbu yang sendiri dari segala hal selain Allah Ta’ala, pada saat itulah aku menemukan qalbuku. Dan ketika aku melihatnya, aku pun melihat adanya Wilayah Keagungan, Kebesaran Yang Agung dan Martabat yang Luhur.”
Allah Ta’ala berfirman dalam sebagian kitabNya: “Qalbu-qalbu itu di TanganKu, Cinta ada di Rahasia perbendaharanKu. Kalau bukan karena CintaKu pada hambaKu, pastilah hambaKu tak mampu mencintaiKu. Dan kalaulah bukan karena DzikirKu di zaman azali kepada hambaKu, ia tak bakal mampu berdzikir kepadaKu. Kalaulah bukan karena kehendakKu padanya di zaman Qadim dahulu, hambaKu tak akan bisa berkehendak padaKu.”
Dikatakan, “Seorang ‘arif sedang melihat seorang yang mengitari masjid, “Lalu ditanya, “Apa-apaan ini? Apa yang anda cari?”.
Ia menjawab, “Aku lagi mencari tempat yang sunyi untuk sholatku…” Sang ‘arif berkata, “Sunyikan hatimu dari segala hal selain Allah, dan sholatlah dimana pun anda berada semau anda.”
Disebutkan, “Menurut kadar menghadapmu kepada Allah Ta’ala, maka kedekatan qalbu terukur. Dan Allah Ta’ala tidak menampakkan di qalbu orang sang hamba, yang masih ada penglihatan selain Dia, melainkan justru Allah menyiksanya dan dibebankan kepada si hamba itu.” Yahya bin Mu’adz ra, berkata, “Qalbu ketika diletakkan di dunia, ia merana. Ketika diletakkan di akhirat ia hendak pergi. Ketika diletakkan di sisi Allah Swt, ia merasa baik.”
Dikatakan, “Dunia itu roboh, dan ada yang lebih roboh lagi, yaitu qalbu yang meramaikan dunia. Akhirat itu negeri keramaian, dan lebih ramai lagi adalah qalbu yang meraihnya.”
Disebutkan, “Jarak-jarak dunia bisa ditempuh dengan langkah kaki, sedangkan jarak-jarak akhirat hanya bisa ditempuh
dengan qalbu.” Dikatakan, “Robohnya nafsu karena ramainya qalbu, dan ramainya nafsu merobohkan qalbu.”
Diantara pemilik qalbu sejati ditanya, “Kenapa anda tidak bicara?” Ia menjawab, “Qalbuku bicara.” Ditanya, “Dengan siapa?” , ia jawab, “Dengan Yang membolak-balik qalbu.”
sumber:... http://sufinews.com/index.php/Hadist-Sufistik/
Assalamualaikum Wr. Wb
Senin, 28 Februari 2011
Sabtu, 26 Februari 2011
Tuhan dan Kecemburuan
Bertuhan dengan demikian adalah perilaku. Adalah akhlak, sikap, tindak, adalah cara mencinta. Ukuran kebertuhanan pun menjadi bukanlah pada pengalaman personal seseorang dalam kesendirian, kealiman batin dan kesantunan pribadi, melainkan kesalehan sosial, keberdampakan iman bagi orang banyak. Bertuhan, dan beriman, dalam skala yang paling akbar, adalah perjalanan atau pengalaman personal mikraj Muhammad, ketika mendapat pesan melalui bahasa langit, dan kembalinya Muhammad untuk mewartakan pesan tadi kepada umat ke dalam bahasa bumi.
Bertuhan, dan sekaligus beriman, “Bukanlah orang-orang yang meratakan dahinya ke lantai masjid,” kata Emha, “dan membiarkan beberapa meter darinya, orang-orang miskin meronta kelaparan.” Bertuhan adalah melihat segala hal sebagai “tak ada yang bukan Tuhan”, al-fana’ ‘an al-nafs wa al-baqa, bi ‘l-Lah. Segala nikmat dan laknat ibarat thariqah dan syariah, sebagai jalan, atau pintu, meraih Tuhan. Menyatunapaskan tugas lahut (ketuhanan) dan nasut(kemanusiaan). Tapi tentu, bukan dengan keinginan untuk meraih surga sendirian. ”Di pintu-Mu aku mengetuk. Aku tak bisa berpaling,” kata Chairil.Diri yang tak bisa berpaling itulah, barangkali, insan yang tak lagi dicemburui Tuhan.#
SIRRULLAH
*) Semudah-mudahnya ma'rifat kepada Allah adalah menjaga keluar masuknya nafas dengan lafal "Allah...Allah...Allah" dalam hati serta di barengi dengan penuh rasa harap dan takut akan kemulian dan keagungan-Nya.
*) Dalam kitab Khozinatul asrar di jelaskan: Barangsiapa yang setiap gerak-geriknya terus berdzikir kepada Allah. Niscaya orang tersebut dengan idzin Allah mampu menta'asarufkan segala sesuatu yg maujud, misalnya orang tsb memerintahkan pasir jadilah beras, air jadilah bensin atau hai angin, halilintar atau apapun dengan idzin Allah akan di tundukkan kepada orang tsb. Di bukakan baginya rahasia kerajaan langit dan bumi. Bii idznillah
*) Namun bagi pemula hendaknya mengganti lafal Allah .. Allah .. Dengan "Astaghfirullahal 'azhiim" yaitu nafas masuk membaca dalam hati...
WUQUF QOLBY
<=>
BALYA MALKAN
<=>
BALYA MALKAN
<=>
WuQuf Qolby adalah dzikir semata mata hanya mengingat Allah Swt yang maha Agung yang memiliki karunia dan kekuasaan yang sempurna dan tiada batas.
:-) Langkah langkah yang harus kita lakukan adalah sebagai berikut: 1. Usahakan cari tempat yang bersih dan tenang, 2. Duduk ber-sila atau duduk seperti at thakhiyat akhir dalam sholat, 3. Tenangkan pikiran, hati dan seluruh anggota badan kita lemaskan/rileks, apabila anda pemilik hizib hikmah sebaiknya anda membaca kunci hizib sebelum mulai wuquf Qolby,
4. Selanjutnya lidah kita tarik ke atas langit langit mulut, dalam hati membaca 'Yaa ilahy anta maqsudi waridhoka mathlubi wa anta ma'budi .... (Yaa Tuhan Engkaulah tujuanku dan hamba mohon ke ridhoan Mu, dan hanya EngkauLah yang hamba sembah,
5. Tarik nafas perlahan dengan membaca dalam hati ASTAGHFIRULLAHAL 'AZHIIM keluarkan nafas secara perlahan juga dengan membaca ASTAGHFIRULLAH 'AZHIIM usahakan saat menarik dan mengeluarkan nafas atur sehalus mungkin, lakukan minimal 5 menit atau lebih lama lebih bagus.
6. Setelah selesai melakukan seperti halnya no 5 dilanjutkan dengan nafas berirama, maksudnya saat menarik nafas usahakan rongga dada dan perut terpenuhi udara dan dalam hati membaca ASTAGHFIRULLAHAL AZHIIM , nafas kemudian ditahan dan dalam hati membaca ASTAGHFIRULLAHAL AZHIIM selanjutnya nafas dikeluarkan usahakan rongga dada dan perut betul betul kosong dari udara dan dalam hati membaca ASTAGHFIRULLAHAL AZHIIM selanjutnya nafas ditahan dan dalam hati membaca ASTAGHFIRULLAHAL AZHIIM, lakukan min 5 menit atau lebih lama lebih bagus.
7. Selanjutnya setelah anggota badan dan pancaindra tenang dan nafas sudah tenang dan halus, bacalah dalam hati: Yaa Allah Yaa Sami'u Yaa Aliimu Yaa Ghoffar Yaa Wahab ... yang artinya Yaa Allah Dzat yang Maha Mendengar Dzat yang Maha Mengetahui Dzat yang Maha Pengampun dan Dzat yang mengabulkan doa setiap hambamya. ... yaa Allah hamba mohon ........ Sebutkan keinginan kita , dilanjutkan membaca al FATEHAH 1x ....
Kemudian diteruskan membaca dalam hati setiap detak jantung kita dibarengi dengan membaca lafal .. Allah... Allah... Allah ... Tidak usah memikirkan nafas akan tetapi rasakan detak jantung kita yang dibarengi dengan DZIKRULLAH lakukan selama mungkin.
9. Lakukan wuquf Qolby seperti diatas sesering mungkin atau minimal sehari semalam 1x minimal 15 menit setiap melaksanakannya atau lebih lama lebih bagus.
:-) manfaat Wuquf Qolby adalah banyak sekali diantaranya yang dapat kami sebutkan adalah sebagai berikut: apabila anda menginginkan kehidupan yang lebih layak, tentram bermakna aman dan sejahtera, terhindar dari stress, sakit dan berbagai macam kesialan hidup, mudah rezeki, hidup harmonis, keselamatan dan dimudahkan dari segala urusan, dihormati disegani dan dicintai dalam pergaulan,
Terbebas dari hutang sakit yang tak kunjung sembuh, mewujudkan keinginan menjadi kenyataan akhlak yang mulia cerdas emosi stabil mudah usaha terhindar dari kebangkrutan selamat dari segala macam gangguan lahir seperti pengeroyokan pencurian penodongan kebakaran penipuan dll, gangguan ghaib seperti sihir teluh santet guna guna dan segala macam jenisnya.
Dan juga untuk mengisi kekuatan batin yang banyak sekali manfaatnya diantaranya adalah terawangan raga sukma, berdialog dan menemui khadam, jin, ruh dan para Aulia... Insya Allah bii idznillah....... Untk lebih jelasnya anda bisa langsung kontak ke ... goesq@yahoo.com
Rabu, 23 Februari 2011
Manfaat Bawang Merah untuk Pengobatan
Diriwayatkan dari Abu Dawud dalam Sunannya, dari Aisyah ra bahwa beliau pernah ditanya tentang bawang merah, Aisyah menjawab : “Sesungguhnya makanan yang paling terakhir dimakan oleh Nabi SAW adalah makanan yang di dalamnya terdapat bawang merah.” Karena aromanya yang kurang disukai, maka dalam Hadits Bukhari Muslim, Nabi SAW melarang memakannya ketika hendak masuk masjid.
Kandungan Bawang Merah
Bawang merah mengandung banyak serat seluloza yang kaya akan minyak sulfat yang mudah menguap. Juga mengandung zat-zat karbohidrat, asam fosfat, vitamin B dan C. Susunannya sebagai berikut: 8,86% air, 1,3% protein, 1% lemak, 10,3% karbohidrat dan unsur-unsur lain seperti dari fosfor, kalsium dan besi. Dalam setiap 100 gr bawang merah terdapat 48 kalori.
15 Manfaat Bawang Merah
- Minyak yang mudah menguap yang terkandung dalam air bawang merah berguna untuk membunuh sebagian besar mikroba staphylococci, demikian juga mikroba streptococciyang dapat menyebabkan penyakit radang pada toraks dan kerongkongan.
- Dapat juga membunuh mikroba diphtheria, amuba disentri dan mikroba TBC. Bawang merah benar-benar mampu menghilangkan bakteri-bakteri tersebut dalam waktu singkat.
- Uap bawang merah bisa digunakan untuk membersihkan luka dan dapat menyembuhkannya.
- Dapat mengaktifkan gerakan lambung.
- Mengunyah bawang merah selama beberapa menit dapat membersihkan mulut dari mikroba termasuk mikroba diphtheria.
- Menghirup bau bawang merah atau memakannya dapat menyebabkan minyak yang mudah menguap yang mengandung sulfat dan dapat masuk ke dalam darah manusia, yang nantinya bisa membunuh mikroba yang bisa menyebabkan penyakit.
- Bawang merah juga memiliki unsur yang mirip dengan hormon insulin yang dapat membantu mengurangi kadar gula dalam darah.
- Mengonsumsi bawang merah yang masih mentah maupun sudah masak dicampur dengan keju dapat meminimalisir terjadinya pembekuan darah.
- Untuk mengobati batuk rejan dan radang paru dengan menggunakan bawang merah sebagai kompres di atas dada. Jika diletakkan di atas ginjal dan kantong kemih, bisa menyembuhkan susah buang air kecil. Jika diletakkan di atas kedua telapak kaki, maka dapat menyembuhkan gangguan pada fungsi pengaturan darah. Dan jika diletakkan di atas luka, maka akan mengeluarkan nanah dan darah kotor. Cara membuat kompresan dari bawang ini adalah dengan memotong-motong bawang merah menjadi beberapa potongan kecil lalu dipanaskan. Setelah itu, diletakkan di daerah yang hendak diobati, kemudian diikat dengan kain. Lakukan penggantian perban tersebut setiap 12 jam.
- Potongan-potongan bawang merah bisa digunakan juga untuk mengobati kalu dan mata ikan pada kaki, yaitu dengan cara membubuhkan potongan-potongan bawang tersebut di sekitar kalu atau mata ikan pada sore hari sampai pagi hari. Ulangi hal tersebut sampai terlepasnya kalu atau mata ikan dari kaki, lalu cuci dengan air hangat dan sabun.
- Air bawang merah digunakan untuk pembalut pada bagian anggota tubuh yang terpotong untuk menghilangkan rasa sakit.
- Bawang merah apabila ditumbuk dan didihkan dengan minyak zaitun bisa digunakan untuk mengobati pecah-pecah pada puting dan wasir.
- Seduhan bawang merah ini dapat digunakan untuk menghilangkan cacing pada anak-anak, yaitu dengan cara menyeduh potongan-potongan bawang merah dan memasukkannya ke dalam air dan disimpan sepanjang malam, lalu pada siang hari diminumkan kepada anak setelah dicampur dengan madu. Ulangi proses tersebut setiap pagi hingga cacing benar-benar keluar seluruhnya.
- Bawang merah juga bisa menghilangkan cacing di lambung dan mengobati wasir dengan cara membuatnya sebagai obat pencahar dari bawang merah yang telah dipanaskan sekitar kurang lebih 3 menit dalam 1 liter air. Dalam hal ini gunakan bawang merah yang ukurannya sedang agar bisa dimasukkan ke dalam anus.
- Menghirup aroma bawang merah dapat mengobati rasa pusing dan pingsan. Sebab baunya sangat menusuk sehingga dapat merangsang peredaran darah dan fungsi pernapasan. Demikian juga fungsi-fungsi saraf. Dengan demikian, bawang merah dapat digunakan sebagai pertolongan pertama daripada harus menggunakan amoniak.
Senin, 21 Februari 2011
Mendengar Dengan Telinga Hati
Syeikh Abdul Qadir Al-Jilany Pagi hari Jum,’at tanggal 3 Ramadhan tahun 545 H. di Madrasahnya.
“Mereka (para malaikat) tidak mengingkari apa yang diperintahkan Allah pada mereka, dan mengerjakan apa yang diperintahkannya.” (At-Tahriim, 6).
Hai kaum sufi, bila kata-kataku tidak masuk dalam jiwamu, maka dengarkanlah dengan penuh iman dan pembenaran. Karena kata-kataku mengarah di hati, maka dengarkan dengan telinga hatimu dan rahasia hatimu, pada saat itulah akan berpadu; lahir dan batinmu, dan duri hawa nafsumu akan pecah, sedangkan api nafsumu pun padam. Karena nafsu terburukmu membuatmu suka dengan dunia dan membuatmu benci dengan kefakiran, lalu membuatmu hancur dalam kerusakan.
Sebagian Sufi menegaskan, Hakikat taqwa itu, bila anda mengggabungkan apa yang ada di hatimu dan anda biarkan dalam satu tempat terbuka, lalu anda kelilingkan ke pasar, tak satu pun membuat anda malu. Namun wahai si tolol, bila dikatakan padamu, “Taqwalah kepada Allah swt,” anda menjadi marah. Bila dikatakan kebenaran padamu, anda mendengar namun anda menghina sinis. Bila ada orang yang kontra dengan anda justru anda berkeras kepala mempertahankan anda dan membela diri atas kekerasan hati anda.
Allah Swt berfirman dalam hadits qudsi:
“Aku senantiasa mencintai kalian sepanjang kalian taat padaKu, maka ketika kalian maksiat padaKu, maka Aku marah pada kalian.”
Allah Azza wa-Jallah mencintai kalian bukan karena Dia butuh pada kalian, namun karena kasih sayangNya padamu. Dia mencintai anda bukan untukNya, namun untukmu. Doa mencintai taatmu , karena manfaatnya kembali pada dirimu. Karena itu hendaknya anda aktif dan menghadap pada Yang mencintaimu dan berpaling dari mencintaimu untuk kepentingannya.
Orang beriman itu lupa segalanya karena hanya mengingatNya Azza wa-Jalla, hingga ia berhasil mendekat padaNya, hidup bersamaNya dan bersertaNya, maka ia akan meraih tawakkal yang benar. Bila tawakal dan tauhid orang beriman benar , dunia dan akhiratnya dicukupi oleh Allah Ta’ala. Sebagainmana dianugerahkan pada Nabi Ibrahoim as yang dianugerahi makna nya dan kondisinya, bukan formalitas rupanya. Allah memberikan makan dan minum dari sumber minuman dariNya, dan menempatkannya di ruang terhormatNya, bukan berarti memberikan wujud kedudukanNya.
Disinilah penisbatan dariNya akan benar bila ditinjau dari segi esensi maknanya bukan dari wujud bentuknya.
Ingatlah apakah anda tidak malu jika anda mengabdi kegelapan dan makanan haram? Sampai kapan anda mengabdi para raja-raja yang sebentar lagi lengser? Kapan anda menerima limpahan pengabdian kepada Allah swt yang tak pernah lengser selamanya? Jadilah orang yang berakal sehat, terimalah sedikit dunia dan banyak akhirat, terimalah dari bagian zuhudmu dan engkau akan meraih pintu-pintu Tuhanmu Aza wa-Jalla melalui Tangan KuasaNya, tindakan dan kesertaanNya, bukan dengan tangan dunia, bukan melalui pintu dan tangan-tangan penguasa yang bergabung dan kesenangan dan nafsu, syetan dan khalayak awam.
Bila engkau raih dunia sedangkan hatimu ada di pintu Tuhanmu Azza wa-Jalla maka para malaikat dan ruh para Nabi ada di sekitarmu. Tentu jauh sekali perbedaan kedua di atas.
Orang-orang yang berakal sehat mengatakan, “Kami tidak makan bagian dunia kami baik di jalan maupun di rumah-rumah kami, dan kami tidak makan kecuali yang datang dariNya. Sedang orang-orang zuhud makan dari dalam syurga. Orang-orang arif selalu makan di sisiNya walau mereka ada di dunia.
Sang pecinta tidak makan di dunia maupun di akhirat karena makanan dan minuman mereka adalah kemesraan dan kedekatan dari Tuhannya serta memandang Sang Kekasihnya. Mereka menjual dunia dengan akhirat, lalu menjual akhirat dengan kedekatan padaNya, Tuhannya dunia dan akhirat. Dan Shiddiqun dengan cintanya menjual akhirat demi WajahNya dan hanya menghendakiNya, bukan lainNya. Ketika jual beli selesai ia penuh dengan kemuliaan, lalu dunia dan akhirat diberikan padanya sebagai anugerah. Ia mengambil seperlunya menurut perintahNya, tanpa merasa butuh pada keduanya. Mereka melakukan itu semua sebagai penyelarasan dengan takdir dan beradab yang bagus dengan takdirNya. Mereka menerima dan mengambil sembari berkata:
“Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui apa yang kami ingiunkan.” (Huud 79)
Anda akan merasakan, “Kami relah bersamaMu bukan dengan selainMu, dan kami pun rela dengan lapar Dan dahaga, compang-camping hina dina, yang tenteram, dan hendaknya kami selalu ada di depan pintuMu.”
Ketika mereka rela dengan itu semua dan menegaskan jiwanya maka Allah memandang mereka dengan pandangan cinta kasih, Allah Azza wa-Jalla pun memuliakan mereka setelah mereka merasa hina, Allah mencukupinya setelah mereka merasa fakir dan dihamparkan rasa taqarrub di dunia dan di akhirat kepadaNya.
Orang beriman melakukan tindakan zuhud di dunia sehingga zuhudnya memberishkan kotoran di batinnya, lalu datanglah akhirat, ia menghuninya dengan hatinya, lalu datanglah unsur pembersih hatinya karena akhirat pun dinilainya jadi hijab untuk mendekat kepadaNya Azza wa-Jalla. Disinilah ia tinggalkan kesibukan dengan makhluk secara total, kemudian hanya menjaga dan menjalan perintahNya, menjaga batas-batas syar’i antara dirinya dengan publik, kedua matahatinya terbuka, lalu ia melihat cacat jiwanya dan para makhluk, sampai ia tidak tenang kecuali berada di sisi Tuhannya Azza wa-Jalla. Ia tidak mendengar selain dariNya, tidak menggunakan akal selain dariNya, tidak terpaku kecuali pada janjiNya, tidak takut selain ancamanNya. Ia tinggalkan aktivitas selain Dia, dan aktif bersamaNya. Jika semua ini sempurna ia masuk dalam posisi “tiada mata pernah memandang dan tiada telinga pernah mendengar serta tiada intuisi di hati manusia.”
Anak-anak sekalian Aktifkan dirimu untuk mengoreksi diri, lalu engkau dapatkan manfaat, baru engkau berikan pada yang lain. Jangan seperti lilin yang membakar dirinya dan menerangi lainnya. Jangan sampai dirimu masuk dalam sesuatu hal bersama dirimu, nafsu dan hawa nafsumu. Bila Allah Azza wa-Jalla menghendakimu, Dia berikan padamu untukNya, bila Allah Azza wa-Jalla menghendakimu untuk memberi manfaat bagi publik pasti Dia memerintahmu untuk terjun di sana, memberi kekuatan dan keteguhan atas kekerasan jiwa mereka, dengan keleluasaan hatimu terhadap makhluk. ALLAH Azza wa-Jalla pun melapangkan dadamu, dan memberikan kepastian hukum pada batinmu, dan meresapkannya ke batinmu. Saat itulah yang ada hanya Dia bukan anda. Dengarkan apa yang difirmankan)Nya:
“Wahai Dawud, sesungguhnya Kami jadikan kamu khalifah di muka bumi “ ( Shaad 26)
Dan firmanNya: “Sesungguhnya Kami jadikan dirimu Khalifah”.
Sepanjang anda merasa bisa bicara, maka diri anda mewakili ego nafsu anda. Sedangkan kaum Sufi tidak memiliki hasrat dan kehendak, namun mereka semata hanya mengaksentuasi perintah Allah Azza wa-Jalla Dalam ucapan, tindakan dan pengaturan.
Wahai orang yang lepas dari jalan yang lurus jangan anda berhasrat pada sesuatu, karena anda tidak mempunyai argument kuat untuk mempertahankannya. Halal itu jelas dan haram itu jelas. Namun betapa buruknya dirimu pada Allah Azza wa-Jalla, betapa sedikitnya rasa takutmu padaNya, namun betapa banyaknya anda merendahkan nilai memandangNya. Nabi saw, bersabda:
“Takutlah kepada Allah Azza wa-Jalla seakan-akan engkau melihatNya, dan bila engkau tidak melihatNya, sesungguhnya Dia melihatmu.” (Hr Bukhari)
Mereka yang sadar diri senantiasa memandsng Allah Azza wa-Jalla dengan qalbunya, ketika terpadu jadi lah keteguhan yang satu yang menggugurkan hijab-hijab antara diri mereka dengan DiriNya.
Semua bangunan runtuh tinggal maknanya. Seluruh sendi-sendiri putus dan segala milik menjadi lepas, tak ada yang tersisa selain Allah Azza wa-Jalla. Tak ada ucapan dan gerak bagi mereka, tak ada kesenangan bagi mereka hingga semua itu jadi benar. Jika sudah benar sempurnalah semua perkara baginya. Pertama yang mereka keluarkan adalah segala perbudakan duniawi kemudian mereka keluarkan segala hal selain Allah Azza wa-Jalla secara total, dan senantiasa terus demikian dalam mennjalani ujian di RumahNya.
“Maka itulah Dia memandang bagaimana mereka beramal.” (Sal-A’raaf 129).
Sirr (rahasia batin) adalah raja, dan qalbu adalah perdana menteri. Nafsu, lisan dan seluruh banggota tubuh adalah pasukan yang mengabdi pada sirr dan qalbu. Sirr meminum dari lautan Ilahi Aza wa-Jalla dan qalbu minum dari lautan sirr. Nafsu yang tenteram minum dari qalbu, lisan minum dari nafsu, serta seluruh anggoita badan minum dari lisan. Bila lisan bagus, pasti darti qalbu yang bagus, dan jika rusak maka rusak karenanya. Lisan anda butuh kendali ketaqwaan dan taubat dari bicara pada hal-hal yang hina dan munafik. Bila bisa langgeng lisan anda demikian, kefasihan lisan akan berbalik pada kefasihan qalbu dan akan memancarkan cahaya dari qalbu itu, lantas memancar pada lisan serta seluruh tubuh. Bila segalanya sempurna, lisan yang dekat pada taqarrub akan menyerap jiwa taqarrub, lalu lisan tak ada lagi ucapan, tak adsa doa, dan tak ada dzikir yang terucap. Doa, dzikir maupun ucapan begitu jauh darinya, sedangkan yang dekat adalah diam, beku dan menerima dengan memandang dan menikmati bersamaNya.
Ya Allah jadikanlah kami tergolong orang yang memandangMu di dunia dengan kedua mata hatinya dan di akhirat memandang dengan kedua mata kepalanya. Dan berikan kami di dunia kebajikan dan di akhirat kebajikan pula, dan lindungi kami dari azab neraka.
sumber : http://www.sufinews.com/index.php/Pengajian/mendengar-dengan-telinga-hati
Tuesday, 15 February 2011 20:16 Hits: 36
“Mereka (para malaikat) tidak mengingkari apa yang diperintahkan Allah pada mereka, dan mengerjakan apa yang diperintahkannya.” (At-Tahriim, 6).
Hai kaum sufi, bila kata-kataku tidak masuk dalam jiwamu, maka dengarkanlah dengan penuh iman dan pembenaran. Karena kata-kataku mengarah di hati, maka dengarkan dengan telinga hatimu dan rahasia hatimu, pada saat itulah akan berpadu; lahir dan batinmu, dan duri hawa nafsumu akan pecah, sedangkan api nafsumu pun padam. Karena nafsu terburukmu membuatmu suka dengan dunia dan membuatmu benci dengan kefakiran, lalu membuatmu hancur dalam kerusakan.
Sebagian Sufi menegaskan, Hakikat taqwa itu, bila anda mengggabungkan apa yang ada di hatimu dan anda biarkan dalam satu tempat terbuka, lalu anda kelilingkan ke pasar, tak satu pun membuat anda malu. Namun wahai si tolol, bila dikatakan padamu, “Taqwalah kepada Allah swt,” anda menjadi marah. Bila dikatakan kebenaran padamu, anda mendengar namun anda menghina sinis. Bila ada orang yang kontra dengan anda justru anda berkeras kepala mempertahankan anda dan membela diri atas kekerasan hati anda.
Allah Swt berfirman dalam hadits qudsi:
“Aku senantiasa mencintai kalian sepanjang kalian taat padaKu, maka ketika kalian maksiat padaKu, maka Aku marah pada kalian.”
Allah Azza wa-Jallah mencintai kalian bukan karena Dia butuh pada kalian, namun karena kasih sayangNya padamu. Dia mencintai anda bukan untukNya, namun untukmu. Doa mencintai taatmu , karena manfaatnya kembali pada dirimu. Karena itu hendaknya anda aktif dan menghadap pada Yang mencintaimu dan berpaling dari mencintaimu untuk kepentingannya.
Orang beriman itu lupa segalanya karena hanya mengingatNya Azza wa-Jalla, hingga ia berhasil mendekat padaNya, hidup bersamaNya dan bersertaNya, maka ia akan meraih tawakkal yang benar. Bila tawakal dan tauhid orang beriman benar , dunia dan akhiratnya dicukupi oleh Allah Ta’ala. Sebagainmana dianugerahkan pada Nabi Ibrahoim as yang dianugerahi makna nya dan kondisinya, bukan formalitas rupanya. Allah memberikan makan dan minum dari sumber minuman dariNya, dan menempatkannya di ruang terhormatNya, bukan berarti memberikan wujud kedudukanNya.
Disinilah penisbatan dariNya akan benar bila ditinjau dari segi esensi maknanya bukan dari wujud bentuknya.
Ingatlah apakah anda tidak malu jika anda mengabdi kegelapan dan makanan haram? Sampai kapan anda mengabdi para raja-raja yang sebentar lagi lengser? Kapan anda menerima limpahan pengabdian kepada Allah swt yang tak pernah lengser selamanya? Jadilah orang yang berakal sehat, terimalah sedikit dunia dan banyak akhirat, terimalah dari bagian zuhudmu dan engkau akan meraih pintu-pintu Tuhanmu Aza wa-Jalla melalui Tangan KuasaNya, tindakan dan kesertaanNya, bukan dengan tangan dunia, bukan melalui pintu dan tangan-tangan penguasa yang bergabung dan kesenangan dan nafsu, syetan dan khalayak awam.
Bila engkau raih dunia sedangkan hatimu ada di pintu Tuhanmu Azza wa-Jalla maka para malaikat dan ruh para Nabi ada di sekitarmu. Tentu jauh sekali perbedaan kedua di atas.
Orang-orang yang berakal sehat mengatakan, “Kami tidak makan bagian dunia kami baik di jalan maupun di rumah-rumah kami, dan kami tidak makan kecuali yang datang dariNya. Sedang orang-orang zuhud makan dari dalam syurga. Orang-orang arif selalu makan di sisiNya walau mereka ada di dunia.
Sang pecinta tidak makan di dunia maupun di akhirat karena makanan dan minuman mereka adalah kemesraan dan kedekatan dari Tuhannya serta memandang Sang Kekasihnya. Mereka menjual dunia dengan akhirat, lalu menjual akhirat dengan kedekatan padaNya, Tuhannya dunia dan akhirat. Dan Shiddiqun dengan cintanya menjual akhirat demi WajahNya dan hanya menghendakiNya, bukan lainNya. Ketika jual beli selesai ia penuh dengan kemuliaan, lalu dunia dan akhirat diberikan padanya sebagai anugerah. Ia mengambil seperlunya menurut perintahNya, tanpa merasa butuh pada keduanya. Mereka melakukan itu semua sebagai penyelarasan dengan takdir dan beradab yang bagus dengan takdirNya. Mereka menerima dan mengambil sembari berkata:
“Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui apa yang kami ingiunkan.” (Huud 79)
Anda akan merasakan, “Kami relah bersamaMu bukan dengan selainMu, dan kami pun rela dengan lapar Dan dahaga, compang-camping hina dina, yang tenteram, dan hendaknya kami selalu ada di depan pintuMu.”
Ketika mereka rela dengan itu semua dan menegaskan jiwanya maka Allah memandang mereka dengan pandangan cinta kasih, Allah Azza wa-Jalla pun memuliakan mereka setelah mereka merasa hina, Allah mencukupinya setelah mereka merasa fakir dan dihamparkan rasa taqarrub di dunia dan di akhirat kepadaNya.
Orang beriman melakukan tindakan zuhud di dunia sehingga zuhudnya memberishkan kotoran di batinnya, lalu datanglah akhirat, ia menghuninya dengan hatinya, lalu datanglah unsur pembersih hatinya karena akhirat pun dinilainya jadi hijab untuk mendekat kepadaNya Azza wa-Jalla. Disinilah ia tinggalkan kesibukan dengan makhluk secara total, kemudian hanya menjaga dan menjalan perintahNya, menjaga batas-batas syar’i antara dirinya dengan publik, kedua matahatinya terbuka, lalu ia melihat cacat jiwanya dan para makhluk, sampai ia tidak tenang kecuali berada di sisi Tuhannya Azza wa-Jalla. Ia tidak mendengar selain dariNya, tidak menggunakan akal selain dariNya, tidak terpaku kecuali pada janjiNya, tidak takut selain ancamanNya. Ia tinggalkan aktivitas selain Dia, dan aktif bersamaNya. Jika semua ini sempurna ia masuk dalam posisi “tiada mata pernah memandang dan tiada telinga pernah mendengar serta tiada intuisi di hati manusia.”
Anak-anak sekalian Aktifkan dirimu untuk mengoreksi diri, lalu engkau dapatkan manfaat, baru engkau berikan pada yang lain. Jangan seperti lilin yang membakar dirinya dan menerangi lainnya. Jangan sampai dirimu masuk dalam sesuatu hal bersama dirimu, nafsu dan hawa nafsumu. Bila Allah Azza wa-Jalla menghendakimu, Dia berikan padamu untukNya, bila Allah Azza wa-Jalla menghendakimu untuk memberi manfaat bagi publik pasti Dia memerintahmu untuk terjun di sana, memberi kekuatan dan keteguhan atas kekerasan jiwa mereka, dengan keleluasaan hatimu terhadap makhluk. ALLAH Azza wa-Jalla pun melapangkan dadamu, dan memberikan kepastian hukum pada batinmu, dan meresapkannya ke batinmu. Saat itulah yang ada hanya Dia bukan anda. Dengarkan apa yang difirmankan)Nya:
“Wahai Dawud, sesungguhnya Kami jadikan kamu khalifah di muka bumi “ ( Shaad 26)
Dan firmanNya: “Sesungguhnya Kami jadikan dirimu Khalifah”.
Sepanjang anda merasa bisa bicara, maka diri anda mewakili ego nafsu anda. Sedangkan kaum Sufi tidak memiliki hasrat dan kehendak, namun mereka semata hanya mengaksentuasi perintah Allah Azza wa-Jalla Dalam ucapan, tindakan dan pengaturan.
Wahai orang yang lepas dari jalan yang lurus jangan anda berhasrat pada sesuatu, karena anda tidak mempunyai argument kuat untuk mempertahankannya. Halal itu jelas dan haram itu jelas. Namun betapa buruknya dirimu pada Allah Azza wa-Jalla, betapa sedikitnya rasa takutmu padaNya, namun betapa banyaknya anda merendahkan nilai memandangNya. Nabi saw, bersabda:
“Takutlah kepada Allah Azza wa-Jalla seakan-akan engkau melihatNya, dan bila engkau tidak melihatNya, sesungguhnya Dia melihatmu.” (Hr Bukhari)
Mereka yang sadar diri senantiasa memandsng Allah Azza wa-Jalla dengan qalbunya, ketika terpadu jadi lah keteguhan yang satu yang menggugurkan hijab-hijab antara diri mereka dengan DiriNya.
Semua bangunan runtuh tinggal maknanya. Seluruh sendi-sendiri putus dan segala milik menjadi lepas, tak ada yang tersisa selain Allah Azza wa-Jalla. Tak ada ucapan dan gerak bagi mereka, tak ada kesenangan bagi mereka hingga semua itu jadi benar. Jika sudah benar sempurnalah semua perkara baginya. Pertama yang mereka keluarkan adalah segala perbudakan duniawi kemudian mereka keluarkan segala hal selain Allah Azza wa-Jalla secara total, dan senantiasa terus demikian dalam mennjalani ujian di RumahNya.
“Maka itulah Dia memandang bagaimana mereka beramal.” (Sal-A’raaf 129).
Sirr (rahasia batin) adalah raja, dan qalbu adalah perdana menteri. Nafsu, lisan dan seluruh banggota tubuh adalah pasukan yang mengabdi pada sirr dan qalbu. Sirr meminum dari lautan Ilahi Aza wa-Jalla dan qalbu minum dari lautan sirr. Nafsu yang tenteram minum dari qalbu, lisan minum dari nafsu, serta seluruh anggoita badan minum dari lisan. Bila lisan bagus, pasti darti qalbu yang bagus, dan jika rusak maka rusak karenanya. Lisan anda butuh kendali ketaqwaan dan taubat dari bicara pada hal-hal yang hina dan munafik. Bila bisa langgeng lisan anda demikian, kefasihan lisan akan berbalik pada kefasihan qalbu dan akan memancarkan cahaya dari qalbu itu, lantas memancar pada lisan serta seluruh tubuh. Bila segalanya sempurna, lisan yang dekat pada taqarrub akan menyerap jiwa taqarrub, lalu lisan tak ada lagi ucapan, tak adsa doa, dan tak ada dzikir yang terucap. Doa, dzikir maupun ucapan begitu jauh darinya, sedangkan yang dekat adalah diam, beku dan menerima dengan memandang dan menikmati bersamaNya.
Ya Allah jadikanlah kami tergolong orang yang memandangMu di dunia dengan kedua mata hatinya dan di akhirat memandang dengan kedua mata kepalanya. Dan berikan kami di dunia kebajikan dan di akhirat kebajikan pula, dan lindungi kami dari azab neraka.
sumber : http://www.sufinews.com/index.php/Pengajian/mendengar-dengan-telinga-hati
Tuesday, 15 February 2011 20:16 Hits: 36
Penglihatan mata hati
Cara cara untuk melihat
Manusia yang hanya melihat alam saja, tetapi ia tidak dapat melihat Allah s.w.t. Ertinya: Alam ini sudah begitu berbekas dalam hatinya, sehingga hatinya lupa kepada Allah dan tidak dapat melihat bagaimana kekuasaan Allah s.w.t. Yang Maha Agung dalam segala sifatNya pada alam yang ia lihat. Maka manusia dalam bahagian ini dalam gelap-gelita, sbb ia hanya dapat melihat alam tetapi tidak dapat melihat Penciptanya dari alam yang ia lihat. Hal keadaan ini disbbkan oleh kerana ia melihat perkerjaannya, usahanya, kepandainnya dan lain sebagainya tanpa melihat kpd telah menggerakkan semuanya itu iaitu Allah s.w.t.
Manusia di samping melihat alam dan bergelimang di dalamnya, juga dapat melihat Allah s.w.t. Dan melihat Allah s.w.t bagi manusia dalam sifat ini ada bermacam-macam:
1) Sebahagian hamba Allah apabila ia melihat alam hatinya lalai pada kekuasaan dan lain sebagainya. Tetapi kemudian baru dia sedar bahawa segala-galanya ini dijadikan oleh Allah, dan Allahlah yang menghasilkan apa yang ia capai. Dan sebaliknya ia meresakan pula bahawa apabila ia tidak berhasil mendapatkan sesuatu, maka bererti itu adalah kehendak Allah.
Hamba Allah dalam tingkat ini hanya dapat merasakan bahawa alam sebagai dalil dan Allah sebagai madlul. Tingkatan ini adalah paling bawah dari keseluruhan dan tidak ada di bawah ini selain hanya martabat orang-orang yang selalu bergelimang dgn lumpur kelalaian yang membawanya jatuh dalam jurang kerugian.
Hamba Allah dalam tingkat ini hanya dapat merasakan bahawa alam sebagai dalil dan Allah sebagai madlul. Tingkatan ini adalah paling bawah dari keseluruhan dan tidak ada di bawah ini selain hanya martabat orang-orang yang selalu bergelimang dgn lumpur kelalaian yang membawanya jatuh dalam jurang kerugian.
2) Sebahagian mereka melihat Allah di dlm alam. Ertinya pada waktu ia melihat alam, maka dilihatnya pula bahawa segala sesuatu yang terjadi dlm alam itu adalah menurut kehendak dan kudratnya Allah s.w.t. Ia melihat bahawa sekaliannya itu berjalan menurut hikmah-hikmah yang telah diatur olehNya.
Tidak ada tempat berpegangnya selain hanya Allah. Dan tidak ada pada alam yang dilihatnya itu. Hatinya selalu melihat, bahawa semuanya itu adalah dari Allah, kerana Allah yang menjadikan segala-galanya. Kerana itu, ia melihat Allah dgn kekuasaaNya dan sifat-sifatNya yang Maha Suci dan Maha Agung.
Tidak ada tempat berpegangnya selain hanya Allah. Dan tidak ada pada alam yang dilihatnya itu. Hatinya selalu melihat, bahawa semuanya itu adalah dari Allah, kerana Allah yang menjadikan segala-galanya. Kerana itu, ia melihat Allah dgn kekuasaaNya dan sifat-sifatNya yang Maha Suci dan Maha Agung.
3) Sebahagian hamba Allah apabila melihat alam, ia melihat Allah di samping alam itu sendiri. Maksudnya: Apabila ia melihat alam, maka ia harus melihat Allah yang Maha Pengatur apa yang Ia kehendaki kepada alam itu. Apakah yang diatur oleh Allah itu sesuai dgn kehendak alam atau tidak. Kerana itu demi melihat Allah dalam erti ia harus bersyukur kepadaNya. Apalagi apabila apa yag ia dapatkan sesuai dgn apa yang dicintainya. Itulah menyebabkan pula ia menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhkan larangan-laranganNya.
4) Sebahagian hamba Allah melihat alam, tetapi sebelumnya telah melihat Allah s.w.t atau dgn perkataan lain telah lebih dahulu menjadi keyakinan dan pengetahuan dalam hatinya, bahawa alam yang ia lihat kemudiannya adalah menurut kehendak Allah dan kudratNya. Hamba Allah dlm sifat ini baginya Allah sebagai dalil dan alam sebagai madlul. Yakni ia melihat keadaan alam yang demikian gambarannya berdalil kpd Allah yang menghendaki sedemikian itu. Maka bagi hamba Allah ini dgn sbb hal keadaan tadi menjadikan ia harus bertawakkal dan menyerah diri kpd Allah s.w.t. Oleh sbb itu, makg hamba Allah yang keadaanya telah sampai ke taraf ini, dgn sendirinya jauh daripadanya kelalaian terhadap Allah, Oleh kerana di samping ia selalu bersyukur kepada Allah juga ia dalam segala sesuatu rela dan menyerah ke atas kehendak Allah terhadap alam pada umumnya dan dirinya pada khususnya.
Sumber:http://cahayamukmin.blogspot.com/2010/06/cara-cara-untuk-melihat.html
Menempuh perjalanan menuju Allah Swt
PENDAPAT DARI SUFI KLASIK:
Siapakah Ahli ma’rifat kepada Allah Swt.
Abu Yazid al-Busthami pernah berkata kepada salah seorang temannya: “Marilah kita sama-sama melihat seorang lelaki yang mengaku dirinya sebagai seorang wali” – dan dia memang dikenal ke-zuhud-annya. Kemudian, ketika laki-laki tadi keluar dari rumahnya dan memasuki masjid, dia membuang ludahnya ke arah kiblat. Melihat kejadian tersebut, Abu Yazid langsung bergegas meninggalkannya dan tidak memberi salam kepadanya, lalu beliau berkata: “Laki-laki tadi tidak biasa mengamalkan akhlaq Rasulullah Saw, bagaimana mungkin pengakuannya (sebagai seorang wali) boleh dipercayai?”
Abu Yazid al-Busthami juga pernah berkata: “Kalian jangan tertipu, jika kalian melihat seseorang yang memiliki karamah -meski dia boleh terbang di udara-, sampai kalian melihat bagaimana orang tersebut melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan Allah Swt, menjaga dirinya dari hudud (hukum Allah Swt) dan bagaimana dia melaksanakan syari’at Allah Swt.”
Sahl al-Tusturi mengatakan tentang pinsip-prinsip dasar tasawuf:
“Dasar-dasar tasawuf itu adalah tujuh, iaitu berpegang teguh pada al-Qur’an; meneladani Sunnah Nabi Muhammad Saw; memakan makanan yang halal; menahan diri dari menyakiti (orang lain); menjauhi maksiat; senantiasa bertaubat; dan memenuhi segala yang telah menjadi kewajibannya”.
Al-Junaid, seorang tokoh dan Imam para sufi, berkata – sebagaimana dikutip oleh al-Qusyairi: “Barang siapa yang tidak menghafal al-Qur’an dan tidak menulis hadits, maka janganlah ia mengikuti jalan tasawuf ini, kerana ilmu kami ini berasal dari dalil-dalil al-Qur’an dan sunnah.” Beliau menambahkan: “Ilmu kami ini selalu di perkuat dengan hadits Rasulullah Saw”. Beliau juga berkata: “Pada dasarnya jalan tasawuf itu tertutup bagi semua orang, kecuali bagi mereka yang memilih jalan yang di tempuh Rasulullah Saw, mengikuti sunnahnya dan terus tetap berada di jalannya.”
Pernah ada seorang laki-laki yang menuturkan tentang ma’rifat di hadapan al-Junaid dengan berkata: “Ahli ma’rifat kepada Allah Swt akan sampai pada satu keadaan di mana ia boleh meninggalkan perbuatan baik apapun dan ber-taqarrub kepada Allah Swt”. Mendengar perkataan orang tersebut, al-Junaid berkata: “Itulah pendapat sekelompok orang yang menyatakan tentang ‘gugurnya amal perbuatan’, dan hal ini, menurutku, merupakan suatu kesalahan atau dosa yang sangat besar. Bahkan orang yang mencuri dan berzina masih lebih baik keadaannya daripada orang yang mengatakan pendapat tersebut”.
Abu Yazid al-Busthami pernah berkata kepada salah seorang temannya: “Marilah kita sama-sama melihat seorang lelaki yang mengaku dirinya sebagai seorang wali” – dan dia memang dikenal ke-zuhud-annya. Kemudian, ketika laki-laki tadi keluar dari rumahnya dan memasuki masjid, dia membuang ludahnya ke arah kiblat. Melihat kejadian tersebut, Abu Yazid langsung bergegas meninggalkannya dan tidak memberi salam kepadanya, lalu beliau berkata: “Laki-laki tadi tidak biasa mengamalkan akhlaq Rasulullah Saw, bagaimana mungkin pengakuannya (sebagai seorang wali) boleh dipercayai?”
Abu Yazid al-Busthami juga pernah berkata: “Kalian jangan tertipu, jika kalian melihat seseorang yang memiliki karamah -meski dia boleh terbang di udara-, sampai kalian melihat bagaimana orang tersebut melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan Allah Swt, menjaga dirinya dari hudud (hukum Allah Swt) dan bagaimana dia melaksanakan syari’at Allah Swt.”
Sahl al-Tusturi mengatakan tentang pinsip-prinsip dasar tasawuf:
“Dasar-dasar tasawuf itu adalah tujuh, iaitu berpegang teguh pada al-Qur’an; meneladani Sunnah Nabi Muhammad Saw; memakan makanan yang halal; menahan diri dari menyakiti (orang lain); menjauhi maksiat; senantiasa bertaubat; dan memenuhi segala yang telah menjadi kewajibannya”.
Al-Junaid, seorang tokoh dan Imam para sufi, berkata – sebagaimana dikutip oleh al-Qusyairi: “Barang siapa yang tidak menghafal al-Qur’an dan tidak menulis hadits, maka janganlah ia mengikuti jalan tasawuf ini, kerana ilmu kami ini berasal dari dalil-dalil al-Qur’an dan sunnah.” Beliau menambahkan: “Ilmu kami ini selalu di perkuat dengan hadits Rasulullah Saw”. Beliau juga berkata: “Pada dasarnya jalan tasawuf itu tertutup bagi semua orang, kecuali bagi mereka yang memilih jalan yang di tempuh Rasulullah Saw, mengikuti sunnahnya dan terus tetap berada di jalannya.”
Pernah ada seorang laki-laki yang menuturkan tentang ma’rifat di hadapan al-Junaid dengan berkata: “Ahli ma’rifat kepada Allah Swt akan sampai pada satu keadaan di mana ia boleh meninggalkan perbuatan baik apapun dan ber-taqarrub kepada Allah Swt”. Mendengar perkataan orang tersebut, al-Junaid berkata: “Itulah pendapat sekelompok orang yang menyatakan tentang ‘gugurnya amal perbuatan’, dan hal ini, menurutku, merupakan suatu kesalahan atau dosa yang sangat besar. Bahkan orang yang mencuri dan berzina masih lebih baik keadaannya daripada orang yang mengatakan pendapat tersebut”.
Jika kita melihat pada Imam al-Ghazali, maka kita akan melihat bahawa beliau menyatakan pendapatnya dengan tegas dan jelas. “Ketahuilah, bahwa orang yang menempuh perjalanan menuju Allah Swt itu sangat sedikit jumlahnya, namun mereka yang mengaku-ngaku sangat banyak jumlahnya. Kami ingin anda mengetahui seorang salik yang sebenarnya, antara lain; semua amal perbuatannya yang bersifat ikhtiyari selalu selaras dengan aturan-aturan syari’at, baik keinginannya, aktualisasinya maupun performansinya. Karena tidak mungkin boleh menmpuh jalan tasawuf, kecuali setelah ia benar-benar menjalankan syari’at. Tidak ada orang yang akan sampai (pada tujuan tasawuf), kecuali mereka yang selalu mengamalkan amalan-amalan sunah. Oleh karena itu, bagaimana mungkin seseorang yang meremehkan kewajiban-kewajiban syari’at boleh sampai (pada tujuan tasawuf tersebut)?”
Jika anda bertanya: “Apakah kedudukan salik akan sampai pada suatu tingkatan di mana ia boleh meninggalkan sebagian yang menjadi kewajiban syari’atnya dan atau melakukan sebagian perbuatan yang dilarang oleh syari’at, sebagaimana pendapat sebahagian syeikh yang memudahkankan persoalan tersebut?”
Jawabanku: “Ketahuilah, bahwa pendapat tersebut merupakan bentuk tipuan dan kebohongan yang nyata, karena orang-orang sufi sejati mengatakan: ‘Jika engkau melihat seseorang yang dapat terbang di atas udara dan berjalan di atas air tetapi dia melakukan satu hal yang bertentangan dengan syari’at, maka ketahuilah bahwa dia adalah syaitan’.”
Selanjutnya, kita sampai pada pendapat Abi Hasan al-Syadzali yang mengatakan: “Jika kasyf-mu bertentangan dengan al-Qur’an dan Sunnah, maka berpeganglah kepada al-Qur’an dan Sunnah dan abaikanlah kasyf-mu itu, lalu katakan pada dirimu sendiri; sesungguhnya Allah Swt telah memberikan jaminan tentang kebenaran al-Qur’an dan Sunnah kepadaku, tetapi Allah Swt tidak memberikan jaminan kepadaku tentang kebenaran kasyf, ilham dan musyahadah kecuali setelah dikonfirmasikan dengan al-Qur’an dan Sunnah”.
Orang-orang sufi mengikuti semua petunjuk yang berupa nash al-Qur’an dan Sunnah, baik Sunnah qauliyah (perkataan Nabi) maupun Sunnah ‘amaliyah (perbuatan Nabi). Mereka pasti sangat menyedari akan kebenaran sejarah bahwa Rasulullah Saw adalah contoh ideal dalam segala hal hingga akhir hayatnya.
Itulah beberapa pendapat dari kalangan sufi klasik. Sebagai penutup, kami kutipkan sebuah hadits Nabi Muhammad Saw. Beliau pernah ditanya tentang sekelompok orang yang meninggalkan amal perbuatan atau kewajiban agama, tetapi mereka ber-husnu al-dzan (berprasangka baik) kepada Allah Swt. Rasulullah Saw menjawab: “Mereka itu bohong, kalau mereka itu berprasangka baik, tentu baik pula amal perbuatan mereka”.
Karakteristik Hati manusia
Mengenali hati, cara menjaga dan merawatnya
Kenapa hati?
Hati adalah juzuk terpenting dalam diri manusia. Ia ibarat raja atau penguasa dalam diri. Hatilah yang menentukan arah-tuju hidup, adapun anggota-anggota yang lain hanya mengikut sahaja. Hakikat ini telah diperingatkan oleh Nabi s.a.w. dalam sabdanya;
ألا وَإنَّ في الجَسَدِ مُضْغَةً إذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ ألاَ وَهِيَ القَلْبُ
“Ketahuilah! Sesungguhnya di dalam jasad manusia terdapat segumpal daging. Jika baik segumpal daging itu, akan baiklah jasad keseluruhannya dan jika ia rosak, akan rosaklah jasad keseluruhannya. Ketahuilah! Segumpal daging yang aku maksudkan itu ialah hati” (Riwayat Imam al-Bukhari).
Dari hadis ini kita dapat faham bahawa perjalanan diri manusia bergantung kepada hatinya. Jika hatinya bersih, elok dan soleh, maka segala tindakan dan perlakuan yang lahir dari anggota-anggota jasadnya akan turut bersih, elok dan soleh; tangan akan hanya mengambil yang bersih dan elok, mata akan melihat kepada yang elok-elok, telinga juga akan mendengar hanya bunyi yang elok, kaki akan pergi ke tempat-tempat yang elok dan begitu lah seterusnya. Namun jika hati kotor, jahat dan fasiq, maka anggota-angota badan juga akan turut menjadi sepertinya.
Kerana itu, amat penting kita mempelajari tentang hati, memberi perhatian kepadanya dan memantau keadaan hati kita dari masa ke semasa. Perubahan dalam hidup kita bermula dari hati. Hati yang perlu diislahkan terlebih dahulu sebelum kita mengislahkan jasad kerana jasad hanya akan mengekori hati kita. Perubahan yang bermula dari zahir tanpa bermula dari batin (yakni hati), perubahan itu tidak akan kekal lama. Namun jika bermula dari hati, Insya Allah ia akan ia akan kekal buat selamanya selagi hati tidak berubah.
Jenis-jenis hati manusia
Hati yang kita maksudkan bukanlah hati zahir yang dapat dilihat oleh mata kasar apabila kita membedah dada manusia. Hati yang kita maksudkan ialah hati batin yang kewujudannya dapat dirasai oleh perasaan dalaman kita, iaitu hati yang darinya lahir iman atau kufur, ikhlas atau riyak, redha atau kecewa, tenang atau resah dan sebagainya lagi dari perasaan-perasaan dalaman.
Para ulamak Islam –hasil renungan mereka terhadap al-Quran dan Sunnah Nabi s.a.w.-, mereka membahagikan hati manusia kepada tiga jenis;
Pertama; Hati yang bersih dan selamat (qalbun salim); iaitu hati orang mukmin yang taat kepada Allah dan RasulNya, benar-benar mengasihi keduaNya, mengutamakan Allah dan Rasul dari segala yang lain dan cita-citanya tidak lain hanya untuk mencapai keredhaan Allah. Hati jenis ini bersih sepenuhnya dari kufur dan syirik dan segala jenis penyakit hati sama ada penyakit syak (ragu-ragu), riyak, ‘ujub, sum’ah, hubbud-dunya (cintakan dunia), hubbun-nafs (cintakan diri), hasad dan sebagainya. Hati inilah yang dikehendaki oleh Allah di mana di akhirat Dia tidak akan menerima melainkan hambanya yang mengadapNya dengan membawa hati jenis ini. Firman Allah;
“(Hari kebangkitan itu) ialah hari yang tidak akan memberi manfaat harta benda dan anak pinak, melainkan orang yang datang mengadap Allah dengan hati yang salim (bersih dan selamat)”. (asy-Syu’arak: 88)
Berkata Imam Hasan al-Basri; “Ubatilah hati kamu kerana Allah hanya mengingini dari hamba-hambaNya hati yang baik dan soleh”. (al-Wafi, Dr. Wahbah az-Zuhaili, hlm. 40).
Kedua; Hati yang mati; iaitulah hati orang kafir dan munafik. Hati ini tidak mengenal Allah, tidak beriman kepadaNya dan tidak menyembahNya. Hati inilah yang paling keji di sisi Allah. Firman Allah;
“Sesungguhnya makhluk bergerak yang bernyawa yang paling buruk pada pandangan Allah ialah orang-orang kafir, kerana mereka tidak beriman”. (al-Anfal: 55)
Ketiga; Hati yang sakit; iaitu hati orang beriman yang fasiq. Hati ini bebas dari kufur, tetapi masih terbelenggu dengan penyakit-penyakit hati (atau sebahagiannya) seperti riyak, ‘ujub, sum’ah, hubbud-dunya (cintakan dunia), lupakan akhirat, sombong, takabbur dan sebagainya. Hati ini adalah hati yang dimiliki oleh kebanyakan orang beriman hari ini. Di dalam hati mereka ada perasaan cinta kepada Allah dan RasulNya, namun pada masa yang sama perasaan cintakan dunia dan hawa nafsu pun ada juga, menyebabkan hati mereka terumbang-ambing. Adakalanya, perasaan cintakan Allah dan RasulNya lebih kuat, maka ketika itu mereka mengutamakan akhirat ke atas dunia. Namun ada ketikanya, perasaan cintakan dunia dan hawa nafsu lebih kuat, maka ketika itu mereka mengutamakan dunia dan hawa nafsu. Hati jenis ini walaupun lebih baik jika dibandingkan dengan hati orang kafir (yakni hati yang yang mati tadi), namun ia tidak selamat kerana ia masih terbelenggu dengan penyakit-penyakit hati.
Dari ketiga-tiga jenis hati di atas, sudah tentu hati yang ingin kita miliki ialah hati yang pertama kerana hati itulah yang dikehendaki Allah dari kita.
Jenis penyakit hati
Penyakit hati ada dua jenis, iaitu;
1. Penyakit syubhah (syak dan ragu); terkandung di dalamnya penyakit kejahilan, ragu-ragu antara hak dan batil, antara hidayah dan kesesatan, antara jalan yang lurus dan jalan yang bengkok. Antara ayat Allah yang menyentuh tentang penyakit syubhah dalam hati manusia ialah firmanNya tentang orang munafik;
“Dalam hati mereka (orang-orang munafik) terdapat penyakit (syak dan ragu), maka Allah tambahkan lagi penyakit itu kepada mereka”. (al-Baqarah: 10)
2. Penyakit syahwat; iaitu penyakit-penyakit yang lahir dalam hati kerana kecintaan kepada diri sendiri, dunia, harta dan wanita seperti penyakit riyak, ‘ujub, sombong, takabbur, gilakan pangkat dan kemasyhuran, bakhil, lupakan akhirat, hasad dan sebagainya. Antara ayat Allah yang menjelaskan tentang penyakit syahwat di dalam hati ialah;
“Janganlah kamu berkata-kata dengan lembut manja (semasa bercakap dengan lelaki asing) kerana yang demikian boleh menimbulkan keinginan orang yang ada penyakit dalam hatinya (menaruh tujuan buruk kepada kamu)”. (al-Ahzab: 32)
Penyakit hati di dalam ayat di atas menurut ulamak ialah penyakit syahwat khususnya nafsu kepada wanita.
Ubat bagi penyakit syubhah ialah ilmu. Sementara bagi penyakit syahwah pula ubatnya ialah taat. Apabila seseorang berilmu, akan hilang lah dari hatinya keraguan dan kejahilan terhadap Allah dan ajaranNya. Dan apabila dalam hidupnya ia mengutamakan ketaatan kepada Allah, akan hilang lah pula penyakit syahwat dari hatinya.
Al-Quran adalah penawar bagi penyakit hati
Kedua-dua penyakit di atas, penawar dan penyembuhnya ialah al-Quran. Al-Quran menjelaskan kepada manusia mana yang hak dan mana yang batil, mana jalan hidayah dan mana jalan kesesatan, maka dengan itu akan hilanglah penyakit syubhah (syak dan ragu) dari hati manusia. Begitu juga, al-Quran mendidik manusia agar mencintai Allah dan RasulNya, mengutamakan Allah dan Rasul dari keinginan duniawi dan mengutamakan akhirat yang kekal abadi dan dunia yang fana ini, di mana dengan itu akan hilang lah penyakit syahwat dari bersarang di dalam hati manusia.
Peranan al-Quran dalam merawat dan menyembuhkan penyakit-penyakit hati dinyatakan sendiri oleh Allah dengan firmanNya;
“Wahai umat manusia! Sesungguhnya telah datang kepada kamu al-Quran yang menjadi nasihat pengajaran dari Tuhan kamu, dan yang menjadi penawar bagi penyakit-penyakit batin yang ada di dalam dada kamu, dan juga menjadi hidayah petunjuk untuk keselamatan, serta membawa rahmat bagi orang-orang yang beriman”. (Yunus: 57)
Berkata Imam Ibnul-Qayyim; “al-Quran adalah penawar bagi penyakit-penyakit yang ada di dalam dada manusia yang terdiri dari penyakit kejahilan dan juga penyakit kesesatan. Penyakit kejahilan ubatnya ialah ilmu dan hidayah. Sementara penyakit kesesatan pula, ubatnya ialah tuntunan Ilahi (ar-Rusyd). Kedua-dua penyakit ini telah dibersihkan Allah dari hati Nabi Muhammad s.a.w. sebagaimana firmanNya;
“Demi bintang semasa ia menjunam. Rakan kamu (Nabi Muhammad yang kamu tuduh dengan berbagai tuduhan itu), tidaklah ia menyeleweng (dari jalan yang benar) dan ia juga tidak sesat”. (an-Najm: 1-2)
(Ighasah al-Lahfan, halaman 28).
Tanda-tanda hati yang berpenyakit dan hati yang salim
Setelah mengetahui jenis-jenis penyakit hati, perlu pula kita mengetahui tanda-tanda hati yang berpenyakit dan tanda-tanda hati yang sihat (bersih dan selamat). Tujuannya ialah supaya kita dapat memastikan; di mana kedudukan hati kita? Jika hati kita tergolong dalam kelompok hati yang sakit, maka hendaklah bersegera kita mengubatinya sebelum kita mati dan mengadap Allah dengan hati yang sakit itu yang tentunya kita tidak akan diizinkan untuk memasuki syurgaNya. Jika kita mendapati hati kita salim (bersih dan selamat) –alhamdulillah-, maka hendaklah kita menjaganya agar terus selamat hinggalah kita mati. Namun jika kita dapat hati kita mati –wal’iyazu billah-, maka hendaklah kita meyakini bahawa Allah berkuasa menghidupkan makhluknya yang mati;
“Ketahuilah bahawa Allah menghidupkan bumi sesudah matinya. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan kepada kamu keterangan-keterangan dan bukti, supaya kamu memahaminya”. (al-Hadid: 17)
Tanda-tanda hati yang sakit
1. Hati yang sakit tidak membisikkan kepada tuannya untuk mencapai tujuan hidup iaitu untuk mengenali Allah, mencintaiNya, merindui untuk bertemu denganNya, kembali kepadaNya dan mengutamakanNya dari segala bentuk syahwat (yakni keinginan diri kepada dunia, keseronokan, harta dan wanita). Oleh itu, seorang hamba yang memiliki hati yang sakit, ia lebih mengutamakan kepentingan diri dan syahwatnya dari mentaati Allah dan menyintaiNya. Hidupnya adalah dengan bertuhankan hawa nafsunya sendiri sebagaimana firman Allah;
“Tidakkah engkau melihat (wahai Muhammad) orang yang telah menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya? Dapatkah engkau menjadi pelindungnya (dari kesesatan)?”. (al-Furqan; 43)
2. Orang yang mempunyai hati yang sakit, antara tandanya ialah ia tidak kisah dengan dosa dan maksiat. Apabila ia melakukan maksiat, ia tidak rasa berdosa, resah atau gelisah kerana melanggar perintah Allah. Berbeza dengan orang yang memiliki hati yang bersih, hatinya akan berasa sakit dan pedih apabila tersilap atau tersengaja melakukan dosa, lalu ia segera kembali kepada Allah dan bertaubat kepadaNya. Firman Allah tentang sifat-sifat orang bertakwa;
“(Dan antara tanda orang bertakwa ialah) orang-orang yang apabila melakukan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka segera ingat kepada Allah lalu memohon ampun akan dosa mereka - dan sememangnya tidak ada yang mengampunkan dosa-dosa melainkan Allah, dan mereka juga tidak meneruskan perbuatan keji yang mereka telah lakukan itu, sedang mereka mengetahui (akan salahnya dan akibatnya)”. (Ali Imran: 135)
3. Orang yang mempunyai hati yang sakit, ia tidak kisah dengan kejahilan dirinya. Ia tidak berasa resah dan gelisah sekalipun menyedari diri jahil tentang kebenaran. Akibatnya, ia tidak berusaha mencari ilmu. Berbeza dengan orang yang memiliki hati yang bersih. Ia tidak senang duduk apabila menyedari diri masih jahil. Ia akan berusaha menuntut ilmu bagi membuang kejahilannya. Berkata ulamak; “Tidak ada maksiat yang dilakukan oleh hamba yang lebih keji dari membiarkan diri dalam kejahilan”. Pernah ditanya kepada Imam Suhail; “Apakah perkara yang lebih buruk dari kejahilan?”. Ia menjawab; “Jahil tentang kejahilan diri sendiri”.
4. Antara tanda orang yang hatinya sakit ialah ia berpaling dari makanan-makanan yang memanfaatkan hatinya, sebaliknya ia cenderung kepada racun-racun yang merosakkan hatinya. Makanan-makanan hati ialah ilmu dan ibadah termasuklah solat, zikrullah, bacaan al-Quran dan sebagainya. Adapun racun bagi hati ialah dosa dan maksiat. Orang yang memiliki hati yang sakit, ia lebih suka mendengar hiburan-hiburan yang melalaikan dari mendengar ayat-ayat al-Quran, majlis ilmu dan sebagainya lagi dari perkara-perkara yang mendekatkan diri kepada Allah. Baginya kelazatan melakukan maksiat lebih hebat dari kelazatan taqarrub kepada Allah. Padahal Nabi s.a.w. bersabda; “Akan merasai kelazatan iman sesiapa yang redha Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama dan Muhammad sebagai Nabinya”. (Riwayat Imam Muslim)
5. Orang yang hatinya sakit, ia menjadikan dunia sebagai watannya; ia redha dengan dunia dan berasa tenang dengan kehidupan di dunia, lalu ia tidak mengharapkan akhirat dan tidak melakukan persediaan untuk akhirat. Ia tidak mengambil sikap seperti yang dipesan oleh Nabi s.a.w.; “Hiduplah kamu di dunia ini seolah-olah kamu orang asing atau seorang pengembara”. (Riwayat Imam al-Bukhari).
Tanda-tanda hati yang sihat
1. Hati yang sihat, tandanya yang pertama ialah cintakan Allah dan tanda kecintaannya kepada Allah ialah; tuannya banyak berzikir kepada Allah. Hati ibarat periuk dan lidah adalah senduknya. Senduk mengeluarkan apa yang di dalam periuk. Lidah pula mengeluarkan apa yang ada di dalam hati. Jika di dalam hati penuh dengan perasaan cintakan kepada Allah, maka akan lahirlah di lidah zikrullah. Namun jika di dalam hati penuh dengan kufur, fasiq dan maksiat, maka akan lahirlah di lidah umpatan, adu-domba, ucapan kotor dan mencarut.
2. Hati yang sihat sentiasa menyedarkan tuannya supaya kembali kepada Allah; bergantung harap pada Allah umpama seorang pencinta yang terdesak bergantung harap kepada orang yang dicintainya. Ia merasakan tidak ada kehidupan, tidak ada kejayaan, tidak ada kenikmatan dan tidak ada keseronokan kecuali dengan redha Allah dan hampirnya ia dengan Allah. Dengan Allah ia merasai tenang dan tenteram, kepada Allah ia berlindung dan bertawakkal, kepada Allah jua ia yakin dan percaya, menaruh harapan dan menyimpan rasa takut.
3. Di antara tanda hati yang sihat ialah jasad suka berbakti dan berkhidmat kepada Allah tanpa ada rasa jemu di hati. Rasulullah s.a.w. menunaikan solat hingga bengkak-bengkak kakinya. Apabila dipersoalkan kenapa beliau bersusah diri untuk beribadah hingga sedemikian rupa, beliau menjawab; “Aku ingin menjadi hamba yang bersyukur” (Riwayat Imam al-Bukhari). Yahya bin Mu’az pernah berkata; “Sesiapa merasa seronok berkhidmat kepada Allah, nescaya segala benda seronok berkhidmat kepadanya. Sesiapa yang senang matanya melihat perkara yang diredhai Allah, nescaya semua orang senang melihat kepadanya”.
4. Antara tanda hati yang sihat ialah seseorang itu amat menjaga waktu dan hartanya dari dibazirkan kepada perkara-perkara di luar dari ketataan kepada Allah. Ia menyedari bahawa waktu dan harta adalah modal yang dikurniakan Allah untuknya bagi dilaburkan untuk mendapat keuntungan di akhirat. Kerana itu, setiap saat dari waktunya dan setiap sen dari hartanya akan digunakan untuk mentaati Allah bagi mendapatkan pahala dan keredhaan dariNya.
5. Antara tanda sihat dan bersihnya hati seseorang ialah perhatiannya terhadap kesahihan dan penerimanaan Allah terhadap amalannya lebih diutamakan dari amalan itu sendiri. Yang di ambil kira bukan banyaknya amalan, tetapi keelokan amalan dan penjagaannya dari perkara-perkara yang merosakkannya. Kerana itu, orang yang bersih hatinya sentiasa menjaga keikhlasan dan ikutan kepada as-Sunnah dalam setiap amalannya kerana ia mengetahui bahawa tanpa keikhlasan dan tanpa mengikuti petunjuk Nabi s.a.w., amalan yang dilakukannya tidak akan diterima Allah.
6. Di antara tanda sihatnya hati seseorang ialah apabila ia tertinggal wiridnya atau sesuatu dari amalan taat, ia rasa kecewa dan rugi lebih dari perasaan rugi yang dirasai oleh orang yang kehilangan harta dan keluarga. Ia menyedari bahawa tertinggal wirid dan amalan ketaatan itu merupakan kerugian di akhirat. Tidak ada apa-apa pada kerugian duniawi jika dibandingkan dengan kerugiaan di akhirat. Harta benda dunia akan musnah, adapun kenikmatan di sisi Allah di akhirat tidak akan musnah selamanya.
“Apa yang ada pada kamu akan habis dan hilang lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah tetap kekal”. (an-Nahl: 96)
7. Seorang hamba yang hatinya sihat dan bersih, keinginannya hanya satu iaitu untuk mentaati Allah. Perasaan dalaman yang menggerakkannya ialah cintanya kepada Allah dan harapannya untuk merasai kelazatan melihat wajah Allah.
“Dan (sebaliknya) akan dijauhkan (azab neraka) itu daripada orang yang sungguh bertaqwa. Yang mendermakan hartanya dengan tujuan membersihkan dirinya dan hartabendanya, sedang ia tidak menanggung budi sesiapapun yang patut di balas, hanyalah mengharapkan keredaan Tuhannya yang maha tinggi”. (al-Lail: 17-20)
8. Seorang yang hatinya sihat dan bersih, kalam Allah adalah ucapan yang paling disukainya. Berkata Ibnu Mas’ud r.a.; “Sesiapa ingin mengetahui apakah ia kasih kepada Allah atau tidak, hadapkan dirinya kepada al-Quran. Jika ia kasih kepada al-Quran, itu maknanya ia kasih kepada Allah kerana al-Quran adalah Kalam Allah”. Diceritakan bahawa beliau (yakni Ibnu Mas’ud) mencium mushaf al-Quran dan berkata; “Kalam Tuhanku! Kalam TuhanKu”.
9. Antara tanda hati yang salim ialah mengutamakan akhirat dari dunia. Berkata Imam Ibnu al-Qayyim; “Selagi hati selamat dari penyakitnya, ia akan berjalan menuju akhirat dan menghampirinya hingga menjadilah ia ahlul-akhirah (golongan yang beramal untuk akhirat). Namun apabila hati sakit, ia akan melebihkan dunia dan menjadikan dunia watannya hingga menjadilah ia alul-dunya (golongan yang beramal semata-mata untuk kepentingan duniawi”. (Ighasah al-Lahfan, halaman 94-95).
Punca hati menjadi sakit?
Hati manusia menjadi sakit berpunca dari dosa. Dosa menjauhkan hati dari Allah. Apabila hati jauh dari Allah, mudahlah ia ditimpa dengan bermacam-macam penyakit. Sabda Nabi s.a.w.; “Seorang hamba jika ia melakukan suatu dosa, akan muncul lah satu titik hitam di dalam hatinya. Jika ia meninggalkan dosa itu, kemudian ia beristighfar dan memohon ampun (dari Allah), akan gilaplah kembali hatinya. Namun jika ia kembali melakukan lagi dosa, maka akan bertambahlah titik hitam dalam hatinya hingga akhirnya meliputi keseluruhan hatinya. Inilah yang dimaksudkan dengan ar-Ran yang disebut Allah dalam firmanNya;
“Sebenarnya! (ayat-ayat Kami itu tidak ada cacatnya) bahkan mata hati mereka telah diselaputi kekotoran (dosa), dengan sebab (perbuatan kufur dan maksiat) yang mereka kerjakan”. (al-Mutoffifin; 14)
(Riwayat Imam Ahmad dari Abu Hurairah r.a.)
Imam Abdullah bin al-Mubarak bermadah;
رَأيْتُ الذُنُوبَ تُمِيتُ الْقُلُوْبَ
وَقَدْ يُوْرِثُ الذُّلَّ إِدْمَانُهَا
وَتَرْكُ الذُّنُوْبِ حَيَاةُ الْقُلُوْبِ
وَخَيْرٌ لِنَفْسِكَ عِصْيَانُهَا
Aku lihat dosa-dosa itu mematikan hati,
Berterusan melakukannya mengakibatkan kehinaan,
Meninggalkan dosa pula menghidupkan hati,
Mengingkarinya membawa kebaikan kepada diri.
Empat punca dosa
Dosa-dosa dan maksiat ke semuanya adalah racun bagi hati. Kesan racun itu adakalanya menyebabkan hati sakit dan adakalanya sampai mematikannya. Punca dosa pula paling utama ada empat perkara;
1. Terlebih bercakap
Terlebih bercakap bermakna terlalu banyak bercakap (yang lain dari Zikrullah) sehingga terbit dari lidah ucapan-ucapan yang dimurkai Allah. Di dalam hadis, Rasulullah s.a.w. berkata; “Tidak akan lurus iman seseorang sehingga hatinya lurus dan tidak akan lurus hatinya sehingga lidahnya lurus” (Riwayat Imam Ahmad dari Anas r.a.). Saidina ‘Umar r.a. berpesan; “Sesiapa banyak cakapnya akan banyaklah tergelincirnya, sesiapa yang banyak tergelincirnya akan banyaklah dosa-dosanya dan sesiapa yang banyak dosanya maka api neraka paling utama baginya”.
“Sesiapa beriman dengan Allah dan hari akhirat, hendaklah ia bercakap yang baik-baik atau hendaklah ia senyap sahaja”. (Hadis Nabi s.a.w., riwayat Imam al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah r.a.)
“Semua ucapan anak Adam akan menjadi bebanan ke atasnya bukan menjadi keuntungan baginya kecuali;
a. Menyeru kepada makruf
b. Mencegah dari munkar
c. Berzikir kepada Allah.
(Hadis Nabi s.a.w., riwayat Imam at-Tirmizi dan Ibnu Majah dari Ummu Habibah r.a.)
2. Terlebih melihat
Terlebih melihat juga akan merosakkan hati. Maksud terlebih melihat ialah kita tidak menjaga pandangan kita dari melihat perkara-perkara haram yang boleh membangkitkan nafsu seperti memerhati wanita dengan tujuan berseronok, melihat aurat orang yang bukan mahram kita atau kita memerhati dan mengintai kekurangan orang lain untuk mendedahkan keaibannya. Di dalam al-Quran, Allah memerintahkan orang beriman agar menjaga pandangan mereka; “Katakanlah (wahai Muhammad) kepada lelaki-lelaki yang beriman supaya mereka menyekat pandangan mereka (daripada memandang yang haram)….”. (an-Nur; 30) “…dan katakanlah kepada perempuan-perempuan beriman supaya menyekat pandangan mereka (daripada memandang yang haram)…”. (an-Nur: 31)
Kesan pandangan kepada hati dijelaskan oleh Nabi dalam sabdanya;
اَلنَّظْرَةُ سَهْمٌ مِنْ سِهَامِ إِبْلِيْس، مَنْ تَرَكَهَا مِنْ مَخَافَةِ اللهِ أَعْطَاهُ اللهُ إِيْمَانًا يَجِدُ حَلاَوَتَهُ فِي قَلْبِهِ.
“Pandangan adalah satu panahan dari panahan-panahan beracun Iblis. Sesiapa meninggalkan pandangannya (dari melihat kepada yang haram) kerana takutkan Allah, nescaya Allah akan kurniakan kepadanya iman yang ia rasainya kemanisannya di dalam hatinya”. (Riwayat Imam al-Hakim dari Huzaifah r.a.)
Imam Ahmad meriwayat dari Abu Umamah r.a. yang menceritakan bahawa Nabi s.a.w. bersabda;
مَاْ مِنْ مُسْلِمٍ يَنْظُرُ إِلَى مَحَاسِنِ امْرَأَةٍ ثُمَّ يَغُضُّ بَصَرَهُ إَلاَّ أَخْلَفَ اللّهُ لَهُ عِبَادَةَ يَجِدُ حَلاَوَتَهَا
“Tidak ada seorang muslim yang melihat kepada keelokan-keelokan seorang wanita, lalu ia menahan pandangannya (yakni ia berpaling dari melihatnya) kerana takutkan Allah, melainkan Allah akan menggantikan untuknya ibadah yang ia rasai kemanisannya”. (Lihat hadis ini dalam Tafsir Ibnu Kathir, surah an-Nur, ayat 30).
3. Terlebih makan
Makanan yang kita makan akan memberi kesan kepada hati kita. Elakkan dari makanan-makanan yang haram atau yang diperolehi dari jalan-jalan yang haram kerana ia boleh mematikan hati atau sekurang-kurangnya merosakkannya. Nabi Muhammad s.a.w. pernah meninggalkan pesan kepada sahabatnya bernama Sa’ad r.a.; “Wahai Saad! Perelokkanlah makanan kamu, nescaya kamu akan dimustajabkan doa. Demi Tuhan yang diri Muhammad berada dalam kekuasaanNya, sesungguhnya seorang itu apabila telah menyuapkan sesuap makanan haram ke dalam mulutnya, nescaya tidak akan diterima doanya (oleh Allah) selama 40 hari. Mana-mana hamba yang tumbuh/membesar daging badannya dari makanan yang haram dan riba, maka api neraka lebih utama baginya”. (Riwayat al-Hafidz Ibnu Mardawaih dari ‘Atak dari Ibnu ‘Abbas r.a.)
Selain itu, makanlah dengan kadar yang sederhana. Janganlah berlebih-lebihan kerana Allah memerintahkan;
“Dan makanlah serta minumlah, dan jangan pula kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak suka orang-orang yang berlebih-lebihan (membazir)”. (al-A’raf: 31)
Mengikut sunnah Nabi s.a.w., kadar paling banyak kita makan ialah sekadar memenuhi 1/3 sahaja dari perut kita. Sabda Nabi s.a.w.; “Tidak ada bekas yang diisi oleh anak Adam yang lebih buruk dari perutnya. Cukuplah seseorang anak Adam itu makan dengan kadar beberapa suapan sahaja untuk menegakkan tulang sulbinya. Jika tidak mampu, jadikanlah 1/3 dari bahagian perutnya untuk makanan, 1/3 untuk minuman dan 1/3 lagi untuk pernafasan”. (Riwayat Imam an-Nasai, Ibnu Majah dan at-Tirmizi dari al-Miqdam bin Ma’diyakrib r.a.)
Ibrahim bin Adham pernah berkata; “Sesiapa dapat menjaga perutnya, nescaya ia akan dapat menjaga agamanya. Sesiapa mampu berlapar, nescaya ia memiliki akhlak-akhlak yang soleh. Sesungguhnya maksiat jauh dari orang yang lapar dan hampir dengan orang yang kenyang”. Seorang ahli soleh pernah berkata; “Janganlah kamu makan banyak kerana nanti kamu akan minum banyak, lalu tidur kamu pun banyak dan akhirnya kerugian kamu pun banyak juga”.
4. Terlebih berkawan
Kawan juga mempunyai pengaruh terhadap hati kita. Jika kita berkawan dengan orang yang bersih hatinya, hati kita juga Insya-Allah akan turut bersih. Jika kita berkawan dengan orang-orang yang hatinya kotor, akhirnya hati kita juga akan turut menjadi kotor. Kerana itu Nabi s.a.w. berpesan; “Seseorang itu berada di atas agama temannya. Maka hendaklah setiap orang dari kamu memerhati dengan siapa ia berteman” (Riwayat Imam Abu Daud dan at-Tirmizi dari Abu Hurairah r.a.).
Para ulamak membahagikan jenis kawan kepada tiga;
a) Kawan yang diibaratkan seperti makanan; iaitu perlu selalu bergaul dan bersamanya sama seperti kita perlu mengambil makanan setiap hari untuk tubuh kita. Kawan seumpama ini ialah dari kalangan orang-orang berilmu, bertakwa dan soleh. Semakin banyak kita berkawan dengan orang-orang berilmu, bertakwa dan soleh, maka baik untuk hati kita.
b) Kawan yang diibaratkan seperti ubat; iaitu kita bergaul dengannya ketika perlu sahaja sama seperti kita mengambil ubat ketika kita sakit sahaja. Kawan jenis ini ialah dari kalangan orang-orang yang kita memerlukan mereka untuk urusan duniawi sahaja iaitu urusan kehidupan seperti jual-beli, perniagaan dan sebagainya. Kita tidak perlu terlalu rapat dan terlalu kerap bergaul dengan mereka kerana ia tidak memberi manfaat kepada kebaikan agama dan hati kita. Cukup kita bergaul dengan mereka dengan kadar yang dapat menyempurnakan urusan kita sahaja. Kecualilah jika mereka tergolong dalam kelompok orang berilmu dan soleh seperti di atas, maka haruslah kita bergaul rapat dengan mereka kerana di samping memenuhi tuntutan duniawi, dapat juga kita mengambil manfaat dari keilmuan dan kesolehan mereka.
c) Kawan yang diibaratkan seperti penyakit; iaitu kita perlu menjauhi mereka sejauh-jauhnya sama seperti kita menjauhi penyakit kerana takut menjangkiti kita. Kawan jenis ini dari kalangan orang-orang fasik, kaki maksiat dan ahli Bid’ah. Orang-orang dari jenis ini sekali-kali jangan kita berkawan dengan mereka kerana nanti sikap dan perilaku mereka akan merosakkan hati kita.
Bagaimana menghidupkan hati?
Hati menjadi hidup dengan iman. Iman bermaksud meyakini sepenuhnya dengan hati akan segala yang disampaikan oleh Nabi Muhammad s.a.w. dari wahyu Allah yang terkandung di dalam al-Quran dan as-Sunnah. Asas-asas iman iman keyakinan kepada rukun-rukun iman yang enam. Penyempurnaan bagi iman ialah dengan menyahut seruan Allah dan RasulNya iaitu dengan mentaati segala perintah keduanya. Apabila seseorang itu yakin kepada Allah dan RasulNya dan diikuti pula dengan ia menyahut seruan keduanya iaitu mentaati mereka, maka ketika itu barulah hatinya akan hidup sebagaimana yang dapat kita fahami dari seruan Allah;
“Wahai orang-orang beriman! Sahut dan sambutlah seruan Allah dan seruan RasulNya apabila ia menyeru kamu kepada perkara-perkara yang menghidupkan kamu. Ketahuilah bahawa sesungguhnya Allah berkuasa mengubah atau menyekat di antara seseorang itu dengan hatinya, dan sesungguhnya kepadaNyalah kamu akan dihimpunkan”. (al-Anfal; 24)
Kalimah yang mengungkapkan iman ialah “Lailaha Illallah”. Kalimah ini digelar juga dengan kalimah Syahadah, kalimah at-Taqwa dan kalimah al-Ikhlas. Kalimah ini akan menghidupkan hati apabila diucapkan dengan ikhlas dan benar. Dengan mengulang-ulangkan kalimah ini, iman di dalam hati kita akan sentiasa baru dan segar. Di dalam sebuah hadis, Nabi s.a.w. berpesan kepada sahabat-sahabatnya; “Hendaklah kamu sekelian memperbaharui iman-iman kamu”. Mereka bertanya beliau; “Ya Rasulullah! Bagaimana caranya kami hendak memperbaharui iman kami?”. Baginda menjawab; “Banyaklah menyebut Lailaha Illallah” (Riwayat Imam Ahmad dan al-Hakim dari Abu Hurairah r.a.).
Antara Tahlil yang banyak fadhilatnya
Tahlil bermaksud kita berzikir dengan menyebutkan Lailaha Illallah. Selain dari lafaz yang pendek itu, ada lagi lafaz tahlil yang panjang yang banyak kelebihannya, iaitu;
لا إلهَ إلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، لَهُ المُلْكُ وَلَهُ الحَمْدُ وَهُوَ عَلى كُلّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Tidak ada Tuhan melainkan Allah satu-satunya. Tiada sekutu bagiNya. Miliknya kerajaan dan milikNya jua segala pujian. Dial ah yang maha berkuasa ke atas segala perkara”.
Sabda Nabi s.a.w.; “Sesiapa berzikir dengan kalimat-kalimat di atas pada setiap hari sebanyak 100 kali maka ia menyamai dengan membebaskan sepuluh orang hamba, akan ditulis untuknya 100 kebaikan, akan dihapuskan darinya 100 dosa/kejahatan dan kalimat-kalimat itu akan menjadi benteng untuknya dari godaan syaitan pada hari tersebut hingga ke petangnya. Tidak ada seorang pun melakukan amalan lebih baik darinya kecuali orang yang berzikir dengan kalimat-kalimat itu lebih banyak darinya”. (Riwayat Imam al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah r.a.)
Bagaimana membersihkan hati?
Faktor hati kita menjadi kotor dan berpenyakit ialah kerana dosa dan maksiat yang kita lakukan kepada Allah. Untuk membersihkan kembali hati kita yang kotor itu, tidak ada jalan lain melainkan dengan bertaubat kepada Allah.
“Wahai orang-orang beriman! Bertaubatlah kamu kepada Allah dengan Taubat Nasuha. Mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapuskan kesalahan-kesalahan kamu dan memasukkan kamu ke dalam syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai”. (at-Tahrim: 8)
Taubat bermaksud kita kembali ke pangkuan Allah dengan menyesali ketelanjuran kita dan memohon dari Allah agar Ia mengampunkan kita serta menerima semula kita sebagai hambaNya. Taubat tidak sempurna kecuali dengan menyempurnakan syarat-syaratnya, iaitu;
a) Meninggalkan maksiat dan dosa yang dilakukan
b) Menyesali ketelanjuran melakukan dosa dan maksiat tersebut
c) Berazam dengan sepenuh hati tidak akan kembali semula kepada maksiat dan dosa tersebut.
d) Jika dosa dan maksiat itu ada hubungan dengan manusia, hendaklah disusuli dengan memohon maaf dan memulangkan barang yang diambil atau minta halal dari tuannya.
Setelah bertaubat, kita hendaklah banyak beristighfar kepada Allah. Marilah kita mencontohi Nabi kita Muhammad s.a.w. di mana walaupun baginda bersih dari dosa, namun baginda lah yang paling banyak beristighfar kepada Allah. Baginda pernah berkata; “Demi Allah! Sesungguhnya aku beristighfar kepada Allah dan bertaubat kepadaNya pada setiap hari lebih dari 70 kali” (Riwayat Imam Ahmad dari Abu Hurairah r.a.). Di dalam riwayat yang lain, baginda berkata; “Sesungguhnya aku beristighfar kepada Allah pada setiap hari lebih dari 100 kali” (Riwayat Imam al-Bukhari dari Abu Hurairah r.a.)
Berkata Imam Hasan al-Basri; “Banyaklah beristighfar sama ada di rumah kamu, ketika kamu mengadap hidangan, ketika di jalan, ketika di pasar, ketika kamu berada di dalam majlis atau di mana saja kamu berada kerana kamu tahu bila akan turunnya keampunan Allah”.
Istighfar Nabi s.a.w.
Antara ucapan Istighfar yang pernah dibaca oleh Nabi s.a.w. ialah;
ربّ اغْفِرْ لي وَتُبْ عَلَيَّ إنَّكَ أنْتَ التَّوَّابُ الرَّحيمُ
“Tuhanku! Kurniakan lah keampunan untukku dan berilah taufik kepadaku untuk bertaubat. Sesungguhnya Engkau lah Tuhan pengampun dan penyayang”.
Menurut Ibnu ‘Umar r.a.; “Nabi s.a.w. pernah membaca istighfar di atas sebanyak 100 kali di dalam satu majlis”. (Riwayat Imam at-Tirmizi, Abu Daud dan Ibnu Majah. Menurut Imam at-Tirmizi; hadis ini soheh)
Istighfar Nabi Adam a.s.
Di antara ucapan istighfar yang amat baik untuk kita amalkan ialah istighfar Adam dan Hawa, iaitu;
“Wahai Tuhan kami! Kami telah menganiaya diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampunkan kami dan mengasihi kami, pasti lah kami tergolong dari kalangan orang-orang yang rugi”. (Surah al-A’raf, ayat 23).
Ucapan istighfar di atas adalah kalimah-kalimah untuk memohon ampun yang dipelajari Nabi Adam dari Allah setelah Ia dan isterinya Hawa melakukan kesalahan memakan buah dari pohon larangan. Apabila mereka berdua mengucapkan kalimah di atas, Allah lalu mengampunkan doa keduanya. Ini sebagaimana diceritakan Allah dalam firmanNya (yang bermaksud); “Kemudian Nabi Adam menerima dari Tuhannya beberapa kalimah (yakni kalimah taubat), lalu Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah, Dia lah yang maha pengampun (penerima taubat), lagi maha mengasihani” (al-Baqarah, ayat 37).
Moga-moga dengan mengucapkan istighfar di atas, dosa-dosa kita juga akan diampunkan Allah sebagaimana Dia mengampunkan dosa bapa kita Adam a.s..
Penghulu Istighfar
Lafaz istighfar yang paling baik ialah;
اللَّهُمَّ أنْتَ رَبّي لا إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ خَلَقْتَنِي وأنا عَبْدُكَ، وأنا على عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ ما اسْتَطَعْتُ، أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرّ مَا صَنَعْتُ، أبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عليَّ وأبُوءُ بِذَنْبي، فاغْفِرْ لي فإنَّهُ لا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ أنْتَ
“Ya Allah! Engkau lah Tuhanku. Tiada Tuhan kecuali Engkau. Engkau telah menjadikanku dan aku adalah hambaMu. Aku akan mengotakan taat-setia dan janjiku padaMu selama aku mampu. Aku berlindung denganMu dari akibat buruk dari perbuatan yang aku lakukan. Aku mengakui segala nikmat yang Engkau curahkan kepadaku dan aku mengakui juga dosa-dosa yang aku lakukan. Oleh itu, kurniakan lah keampunan untukku. Sesungguhnya tidak ada yang boleh mengampunkan dosa-dosa melainkan Engkau sahaja”.
Sabda Nabi s.a.w.; “Penghulu istighfar ialah; ….(kalimah di atas)…. Sesiapa membacanya di siang hari dengan penuh yakin, lalu ia mati pada hari itu sebelum tiba petangnya, maka ia tergolong dari ahli syurga. Sesiapa membacanya di malam hari dengan yakin, lalu ia mati di malamnya sebelum tiba paginya, maka ia tergolong dari ahli syurga”. (Riwayat Imam al-Bukhari dari Syaddad bin Aus r.a.)
Bagaimana menjaga hati?
Hati hendaklah sentiasa dijaga agar jangan mati atau ditimpa penyakit yang merosakkannya. Bagaimana caranya untuk kita menjaga hati? Menjaga hati tidak ada jalan lain melainkan dengan mendampingi Allah. Di dalam hadis, Rasulullah s.a.w. pernah berpesan; “Jagalah Allah, nescaya Allah akan menjaga kamu” (Riwayat Imam at-Tirmizi dari Ibnu ‘Abbas r.a.). Maksud menjaga Allah ialah menjaga hubungan dengan Allah. Apabila kita menjaga hubungan kita dengan Allah, Allah akan menjaga dan memelihara kita termasuk lah menjaga dan memelihara hati kita.
Bagaimana caranya untuk kita mendampingi Allah? Jawapannya ialah dengan kita melazimi dua perkara;
a) Zikrullah; iaitu sentiasa mengingati Allah
b) Menjauhi segala yang mendatangkan kemurkaan Allah iaitu dosa dan maksiat.
Apa maksud Zikrullah?
Zikrullah bukan hanya dengan kita melafazkan kalimah-kalimah zikir seperti Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar dan sebagainya. Zikrullah ialah satu ungkapan umum yang terangkum di dalamnya segala perbuatan yang kita lakukan yang mendekatkan kita dengan Allah Taala. Termasuk di dalam Zikrullah;
1. Menuntut ilmu; untuk mendalami al-Quran dan as-Sunnah, mengetahui perintah Allah, halal dan haram dan segala ilmu-ilmu lain yang berkait dengan agama.
2. Solat
3. Puasa
4. Zakat
5. Haji
6. Bersedekah dan Infak Fi Sabilillah
8. Membaca al-Quran
9. Berdakwah; mengajak orang lain kepada Islam
10. Menyeru kepada makruf dan mencegah dari munkar
11. Menyampaikan ilmu
12. Berjihad
13. Berdoa
14. Berzikir
15. Berselawat
16. Mengambil wudhuk, mandi dan bersuci
17. Menghidupkan sunnah Nabi dalam kehidupan; makan dan minum, berpakaian, bergaul, tidur dan sebagainya.
Kesimpulannya, Zikrullah ialah kita berada di dalam keadaan sentiasa mengingati Allah. Hakikat Zikrullah secara luas dan sempurna hanya dapat kita capai dengan kita berusaha mentaati Allah pada setiap masa kerana seseorang itu apabila ia taat kepada Allah itu bermakna ia ingat kepada Allah.
Faedah Zikrullah (mengingati Allah)
Orang yang sentiasa ingat kepada Allah, Allah akan ingat kepadanya dan menjaganya termasuk hatinya. Firman Allah;
“Maka ingatlah kepadaKu nescaya Aku akan ingat kepadamu. Dan bersyukurlah kepadaKu dan janganlah kamu kufur (akan nikmatKu)”. (al-Baqarah: 152)
Dalam hadis, Rasulullah s.a.w. berpesan;
احْفَظِ اللَّهَ يَحْفَظْكَ
“Peliharalah Allah, nescaya Allah akan memelihara kamu”. (Riwayat Imam at-Tirmizi dari Ibnu ‘Abbas r.a.)
Zikrullah menguatkan hati dan menjadikan hati sentiasa tenang dan tenteram. Firman Allah;
“Ketahuilah bahawa dengan "zikrullah" itu, akan tenang tenteramlah hati-hati manusia”. (ar-Ra’du: 28)
Orang yang enggan berzikir (mengingati Allah) umpama orang yang mati. Sekalipun jasadnya hidup tetapi hati dan rohaninya telah mati. Sabda Rasulullah s.a.w.;
مَثَلُ الَّذي يَذْكُرُ رَبَّهُ وَالَّذي لا يَذْكُرُهُ، مَثَلُ الحَيِّ وَالمَيِّتِ
“Perumpamaan seorang yang berzikir mengingati Tuhannya dan orang yang tidak berzikir sama seperti orang hidup dan orang mati”. (Riwayat Imam al-Bukhari dari Abu Musa al-Asy’ari r.a.)
Kerana pentingnya mengingati Allah, maka al-Quran memperingatkan orang-orang beriman agar janganlah kesibukan menguruskan urusan-urusan duniawi melalaikan mereka dari Zikrullah. Firman Allah;
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu dilalaikan oleh (urusan) harta benda kamu dan anak-pinak kamu daripada mengingati Allah. Dan (ingatlah), sesiapa yang melakukan demikian, maka mereka adalah orang-orang yang rugi”. (al-Munafiqun: 9)
Kesan zikrullah terhadap hati
Berkata Syeikhul-Islam Ibnu Taimiyyah; “Peranan Zikrullah bagi hati sama seperti air bagi ikan. Bagaimana keadaan ikan jika ia dikeluarkan dari air?”. Maksud beliau ialah; ikan akan mati jika dikeluarkan dari air, maka begitu juga dengan hati; hati akan mati jika ia tidak berada dalam zikrullah. Di dalam ungkapannya yang lain, beliau berkata; “Hati amat memerlukan kepada Allah dari dua aspek; (Pertama) dari aspek ibadah. (Kedua) dari aspek meminta pertolongan dan bertawakkal… (Dari aspek ibadah), hati manusia tidak akan menjadi baik, tidak akan berjaya, tidak akan merasai nikmat dan ketenangan melainkan dengan beribadah kepada Tuhannya, mengasihiNya dan dengan kembali ke pangkuanNya…”. (Risalah al-‘Ubudiyyah Fil-Islam)
Berkata Imam Ibnul-Qayyim al-Jauziyah; “Hati hanya akan menjadi baik dan elok apabila ia mengenali Tuhan dan PenciptaNya (yakni Allah), mengetahui nama-nama Allah, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatanNya dan mengetahui hukum-hakam Allah. Begitu juga dengan ia mengutamakan keredhaan Allah dan kecintaan kepadaNya serta menjauhi segala larangan dan kemurkaanNya. Hati selamnya tidak akan sihat dan tidak akan hidup melainkan dengan cara sedemikian..”. (Zadul-Ma’ad, 4/7).
Dosa
Dosa bermaksud; “Setiap perkara yang menyalahi perintah Allah sama ada mengabaikan apa yang disuruhNya atau melakukan apa yang ditegahNya” (Ihya’ ‘Ulumiddin, Imam al-Ghazali, jil. 4, hlm. 16). Sabda Nabi s.a.w.; “Sesungguhnya Allah Ta’ala telah mewajibkan beberapa kewajipan, maka janganlah kamu mengabaikannya (yakni meninggalkannya). Dan Ia telah menetapkan beberapa hudud (batasan), maka janganlah kamu melampauinya. Dan Ia telah mengharamkan beberapa perkara, maka janganlah kamu melanggarinya. Dan Ia juga telah diam dari beberapa perkara sebagai kelonggaran bagi kamu bukan kerana lupa, maka janganlah kamu cuba menyelidikinya”. (Riwayat Imam Daruqutni dan lain-lainnya dari Abi Tha’labah Jurthum bin Nasyir al-Khusyani r.a.. Riyadhus Salihin, Imam an-Nawawi, bab al-Manthuraat Wa al-Mulah)
Dosa yang dilakukan manusia terbahagi kepada dua bentuk;
Pertama; Dosa dengan Allah; iaitu dosa antara hamba dengan Allah. Dosa ini ada dua jenis pula;
a) Dosa kerana meninggalkan kewajipan-kewajipan yang diwajibkan Allah ke atas kita seperti dosa meninggalkan solat, puasa, zakat dan sebagainya.
b) Dosa kerana mengerjakan perkara yang dilarang atau ditegah Allah seperti dosa minum arak, makan riba dan sebagainya.
Kedua; Dosa dengan makhluk; iaitu yang bersangkutan dengan hak-hak hamba Allah. Dosa dari kategori ini ada beberapa jenis pula;
a) Yang berkait dengan jiwa seperti dosa membunuh, mencederakan dan sebagainya.
b) Yang berkait dengan harta seperti dosa mencuri, merompak, merampas dan sebagai.
c) Yang berkait dengan kehormatan/harga diri seperti dosa mencerca, mengumpat, menuduh dengan tuduhan palsu dan sebagainya.
d) Yang berkait dengan agama seperti dosa mengkafirkan seseorang, membid’ahkannya, menyesatkannya dan sebagainya.
(Ihya’ Ulumiddin, jil. 4, hlm. 16 dan Minhajul ‘Abidin, Imam al-Ghazali, hlm. 11)
Kesan dosa kepada hati
Dosa akan memudaratkan hati. Bermula dengan merosakkan hati hingga lah kemuncaknya iaitu mematikan hati. Ini dapat kita fahami dari hadis yang telah kita kemukakan tadi dan kita ulangi semula di sini, iaitu sabda Nabi s.a.w.; “Seorang hamba jika melakukan suatu dosa, akan muncullah satu titik hitam dalam hatinya. Jika ia menanggalkan dosa itu, kemudian beristighfar dan memohon ampun (dari Allah), akan gilaplah kembali hatinya. Namun jika ia kembali melakukan lagi dosa, maka akan bertambahlah titik hitam dalam hatinya hingga akhirnya melitupi keseluruhan hatinya. Inilah yang dimaksudkan dengan ar-Ran (الران) yang disebut Allah dalam firmanNya;
“Sebenarnya (ayat-ayat Kami itu tidak ada cacatnya), bahkan mata hati mereka telah diselaputi kekotoran dengan sebab (perbuatan kufur dan dosa) yang mereka lakukan”. (al-Muthaffifin: 14)
(Hadis riwayat Imam Ahmad, at-Tirmizi, an-Nasai, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, al-Hakim dan al-Baihaqi dari Abu Hurairah r.a.)
Akibat dosa kepada kehidupan
Selain merosakkan hati, dosa juga akan memberi kesan kepada kehidupan secara keseluruhannya. Menurut Imam Ibnul-Qayyim; “Perbuatan dosa dan maksiat akan melahirkan beberapa kesan kepada diri dan kehidupan manusia iaitu;
1. Kurang mendapat taufiq (petunjuk) dari Allah
2. Rosaknya pandangan dan aqal fikiran
3. Terhijabnya diri dari mengenali kebenaran
4. Hati menjadi rosak
5. Rendah sebutan nama di sisi manusia
6. Waktu dalam kehidupan mereka akan terbuang sia-sia
7. Tidak disukai oleh makhluk Allah
8. Hubungan dengan Allah akan renggang
9. Doa akan terhijab (yakni tidak akan dimakbulkan Allah)
10. Hati akan menjadi keras
11. Tidak ada keberkatan pada rezki dan umur.
12. Terhalang dari mendapat ilmu
13. Hidup berterusan dalam keadaan hina-dina
14. Akan dihina atau diperlekehkan oleh musuh
15. Dada sentiasa merasa sempit dan resah (yakni tidak ada ketenangan dan ketenteraman dalam hidup)
16. Diuji oleh Allah dengan teman atau kawan yang jahat.
17. Sentiasa dalam keadaan duka-cita dan kebimbangan.
18. Kehidupan dan rezki menjadi sempit
19. Fikiran sentiasa resah dan tidak tenteram
(Al-Fawaid, al-‘Allamah Ibnul Qayyim al-Jauziah, hlm. 67.)
Melihat kepada kesan-kesan dosa di atas, marilah kita berazam untuk menjauhi dosa supaya hati kita sentiasa bersih dan hidup kita sentiasa selamat.
Hati mudah berbolak-balik
Hati amat mudah berubah dan berbolak-balik. Hari ini kita taat kepada Allah. Tidak mustahil esok kita engkar kepadaNya jika kita tidak menjaga hati kita. Rasulullah s.a.w. bersabda;
إِنَّمَا سُمِّيَ الْقَلْبُ مِنْ تَقَلُّبِهِ إِنَّمَا مَثَلُ الْقَلْبِ مِثْلُ رِيْشَةٍ بِالْفَلاَةِ تَعَلَّقَتْ فِي أَصْلِ شَجَرَةٍ يُقَلِّبُهَا الرِّيْحُ ظَهْرًا لِبَطْنٍ
“Sesungguhnya dinamakan (hati) dengan al-qalb kerana mudahnya ia berbolak-balik. Hati dapat diumpamakan seperti sebatang bulu (ayam/burung) di tengah padang yang tersangkut di pokok, lalu dibolak-balikkan oleh angin ke atas dan ke bawah”. (Riwayat Imam at-Thabrani dari Abu Musa r.a.)
Oleh itu, hati mesti ditanamkan di dalamnya sifat Istiqamah. Istiqamah hati bermaksud keazamannya untuk terus kekal di atas jalan Allah iaitu jalan al-Quran dan Sunnah Nabi s.a.w., tanpa berpaling darinya kepada kekufuran, dosa atau maksiat. Diriwayatkan dari Sufyan Ibn ‘Abdullah r.a. menceritakan; ‘Aku telah berkata kepada Rasulullah s.a.w.; Ya Rasulullah! Nyatakan untukku di dalam Islam ini satu ungkapan yang mana aku tidak akan bertanya lagi tentangnya dari orang lain selain engkau’. Jawab Rasulullah s.a.w.;
قُلْ آمَنْتُ باللَّهِ ثُمَّ اسْتَقِمْ
‘Katakanlah; ‘Aku beriman kepada Allah’ dan kemudian hendaklah kamu istiqamah’.
(Hadis riwayat Imam Ahmad, an-Nasai, Muslim, at-Tirmizi dan Ibnu Majah)
Doa agar diteguhkan hati oleh Allah
Selain menanamkan sifat istiqamah, kita juga perlu senantiasa memohon dari Allah agar Ia meneguhkan hati kita di atas jalanNya. Di dalam hadis, Rasulullah s.a.w. menjelaskan bahawa hati-hati manusia keseluruhannya berada di antara dua jari dari jari-jari Tuhan yang maha rahman seumpama hati yang satu di mana Dia berkuasa mengubahnya ke mana yang Ia kehendaki. Kemudian Nabi berdoa;
اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ، صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَىَ طَاعَتِكَ
“Ya Allah! Tuhan yang berkuasa memalingkan hati-hati. Palingkanlah hati-hati kami (dari kekufuran, dosa dan maksiat agar ia berada di atas) ketaatan kepadaMu”.
(Riwayat Imam Muslim dari ‘Amru bin al-‘As r.a.)
Nabi juga pernah berdoa;
يا مُقَلِّبَ القُلُوبِ وَالأَبْصَارِ ثَبِّتْ قُلُوبَنا على دِينِكَ
“Wahai Tuhan yang berkuasa mengubah hati-hati dan pandangan-pandangan, teguhkanlah hati kami di atas agamaMu”. (Riwayat Imam Ibnu as-Sunni dari Ummu Salamah r.a.)
Baginda juga pernah berdoa;
يَاْ مُثَبِّتَ الْقُلُوْبِ ثَبِّتْ قُلُوْبَنَا عَلَى دِيْنِكَ
“Wahai Tuhan yang meneguhkan hati-hati, teguhkan lah hati-hati kami di atas agamaMu”. (Riwayat Imam Ibnu Majah dari an-Nawwas bin Sam’an r.a.)
Amat baik sekali salah satu dari doa Nabi di atas kita jadikan amalan tetap kita pada setiap hari.
***والله أعلم بالصواب***
Selesai ditulis pada Ramadhan 1429 Hijrah bersamaan September 2008. Semoga Alah memberkati tulisan ini dan mengurniakan keampunan untuk penulisnya. Amin, ya Rabbal-Alamin.
Hati adalah juzuk terpenting dalam diri manusia. Ia ibarat raja atau penguasa dalam diri. Hatilah yang menentukan arah-tuju hidup, adapun anggota-anggota yang lain hanya mengikut sahaja. Hakikat ini telah diperingatkan oleh Nabi s.a.w. dalam sabdanya;
ألا وَإنَّ في الجَسَدِ مُضْغَةً إذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ ألاَ وَهِيَ القَلْبُ
“Ketahuilah! Sesungguhnya di dalam jasad manusia terdapat segumpal daging. Jika baik segumpal daging itu, akan baiklah jasad keseluruhannya dan jika ia rosak, akan rosaklah jasad keseluruhannya. Ketahuilah! Segumpal daging yang aku maksudkan itu ialah hati” (Riwayat Imam al-Bukhari).
Dari hadis ini kita dapat faham bahawa perjalanan diri manusia bergantung kepada hatinya. Jika hatinya bersih, elok dan soleh, maka segala tindakan dan perlakuan yang lahir dari anggota-anggota jasadnya akan turut bersih, elok dan soleh; tangan akan hanya mengambil yang bersih dan elok, mata akan melihat kepada yang elok-elok, telinga juga akan mendengar hanya bunyi yang elok, kaki akan pergi ke tempat-tempat yang elok dan begitu lah seterusnya. Namun jika hati kotor, jahat dan fasiq, maka anggota-angota badan juga akan turut menjadi sepertinya.
Kerana itu, amat penting kita mempelajari tentang hati, memberi perhatian kepadanya dan memantau keadaan hati kita dari masa ke semasa. Perubahan dalam hidup kita bermula dari hati. Hati yang perlu diislahkan terlebih dahulu sebelum kita mengislahkan jasad kerana jasad hanya akan mengekori hati kita. Perubahan yang bermula dari zahir tanpa bermula dari batin (yakni hati), perubahan itu tidak akan kekal lama. Namun jika bermula dari hati, Insya Allah ia akan ia akan kekal buat selamanya selagi hati tidak berubah.
Jenis-jenis hati manusia
Hati yang kita maksudkan bukanlah hati zahir yang dapat dilihat oleh mata kasar apabila kita membedah dada manusia. Hati yang kita maksudkan ialah hati batin yang kewujudannya dapat dirasai oleh perasaan dalaman kita, iaitu hati yang darinya lahir iman atau kufur, ikhlas atau riyak, redha atau kecewa, tenang atau resah dan sebagainya lagi dari perasaan-perasaan dalaman.
Para ulamak Islam –hasil renungan mereka terhadap al-Quran dan Sunnah Nabi s.a.w.-, mereka membahagikan hati manusia kepada tiga jenis;
Pertama; Hati yang bersih dan selamat (qalbun salim); iaitu hati orang mukmin yang taat kepada Allah dan RasulNya, benar-benar mengasihi keduaNya, mengutamakan Allah dan Rasul dari segala yang lain dan cita-citanya tidak lain hanya untuk mencapai keredhaan Allah. Hati jenis ini bersih sepenuhnya dari kufur dan syirik dan segala jenis penyakit hati sama ada penyakit syak (ragu-ragu), riyak, ‘ujub, sum’ah, hubbud-dunya (cintakan dunia), hubbun-nafs (cintakan diri), hasad dan sebagainya. Hati inilah yang dikehendaki oleh Allah di mana di akhirat Dia tidak akan menerima melainkan hambanya yang mengadapNya dengan membawa hati jenis ini. Firman Allah;
“(Hari kebangkitan itu) ialah hari yang tidak akan memberi manfaat harta benda dan anak pinak, melainkan orang yang datang mengadap Allah dengan hati yang salim (bersih dan selamat)”. (asy-Syu’arak: 88)
Berkata Imam Hasan al-Basri; “Ubatilah hati kamu kerana Allah hanya mengingini dari hamba-hambaNya hati yang baik dan soleh”. (al-Wafi, Dr. Wahbah az-Zuhaili, hlm. 40).
Kedua; Hati yang mati; iaitulah hati orang kafir dan munafik. Hati ini tidak mengenal Allah, tidak beriman kepadaNya dan tidak menyembahNya. Hati inilah yang paling keji di sisi Allah. Firman Allah;
“Sesungguhnya makhluk bergerak yang bernyawa yang paling buruk pada pandangan Allah ialah orang-orang kafir, kerana mereka tidak beriman”. (al-Anfal: 55)
Ketiga; Hati yang sakit; iaitu hati orang beriman yang fasiq. Hati ini bebas dari kufur, tetapi masih terbelenggu dengan penyakit-penyakit hati (atau sebahagiannya) seperti riyak, ‘ujub, sum’ah, hubbud-dunya (cintakan dunia), lupakan akhirat, sombong, takabbur dan sebagainya. Hati ini adalah hati yang dimiliki oleh kebanyakan orang beriman hari ini. Di dalam hati mereka ada perasaan cinta kepada Allah dan RasulNya, namun pada masa yang sama perasaan cintakan dunia dan hawa nafsu pun ada juga, menyebabkan hati mereka terumbang-ambing. Adakalanya, perasaan cintakan Allah dan RasulNya lebih kuat, maka ketika itu mereka mengutamakan akhirat ke atas dunia. Namun ada ketikanya, perasaan cintakan dunia dan hawa nafsu lebih kuat, maka ketika itu mereka mengutamakan dunia dan hawa nafsu. Hati jenis ini walaupun lebih baik jika dibandingkan dengan hati orang kafir (yakni hati yang yang mati tadi), namun ia tidak selamat kerana ia masih terbelenggu dengan penyakit-penyakit hati.
Dari ketiga-tiga jenis hati di atas, sudah tentu hati yang ingin kita miliki ialah hati yang pertama kerana hati itulah yang dikehendaki Allah dari kita.
Jenis penyakit hati
Penyakit hati ada dua jenis, iaitu;
1. Penyakit syubhah (syak dan ragu); terkandung di dalamnya penyakit kejahilan, ragu-ragu antara hak dan batil, antara hidayah dan kesesatan, antara jalan yang lurus dan jalan yang bengkok. Antara ayat Allah yang menyentuh tentang penyakit syubhah dalam hati manusia ialah firmanNya tentang orang munafik;
“Dalam hati mereka (orang-orang munafik) terdapat penyakit (syak dan ragu), maka Allah tambahkan lagi penyakit itu kepada mereka”. (al-Baqarah: 10)
2. Penyakit syahwat; iaitu penyakit-penyakit yang lahir dalam hati kerana kecintaan kepada diri sendiri, dunia, harta dan wanita seperti penyakit riyak, ‘ujub, sombong, takabbur, gilakan pangkat dan kemasyhuran, bakhil, lupakan akhirat, hasad dan sebagainya. Antara ayat Allah yang menjelaskan tentang penyakit syahwat di dalam hati ialah;
“Janganlah kamu berkata-kata dengan lembut manja (semasa bercakap dengan lelaki asing) kerana yang demikian boleh menimbulkan keinginan orang yang ada penyakit dalam hatinya (menaruh tujuan buruk kepada kamu)”. (al-Ahzab: 32)
Penyakit hati di dalam ayat di atas menurut ulamak ialah penyakit syahwat khususnya nafsu kepada wanita.
Ubat bagi penyakit syubhah ialah ilmu. Sementara bagi penyakit syahwah pula ubatnya ialah taat. Apabila seseorang berilmu, akan hilang lah dari hatinya keraguan dan kejahilan terhadap Allah dan ajaranNya. Dan apabila dalam hidupnya ia mengutamakan ketaatan kepada Allah, akan hilang lah pula penyakit syahwat dari hatinya.
Al-Quran adalah penawar bagi penyakit hati
Kedua-dua penyakit di atas, penawar dan penyembuhnya ialah al-Quran. Al-Quran menjelaskan kepada manusia mana yang hak dan mana yang batil, mana jalan hidayah dan mana jalan kesesatan, maka dengan itu akan hilanglah penyakit syubhah (syak dan ragu) dari hati manusia. Begitu juga, al-Quran mendidik manusia agar mencintai Allah dan RasulNya, mengutamakan Allah dan Rasul dari keinginan duniawi dan mengutamakan akhirat yang kekal abadi dan dunia yang fana ini, di mana dengan itu akan hilang lah penyakit syahwat dari bersarang di dalam hati manusia.
Peranan al-Quran dalam merawat dan menyembuhkan penyakit-penyakit hati dinyatakan sendiri oleh Allah dengan firmanNya;
“Wahai umat manusia! Sesungguhnya telah datang kepada kamu al-Quran yang menjadi nasihat pengajaran dari Tuhan kamu, dan yang menjadi penawar bagi penyakit-penyakit batin yang ada di dalam dada kamu, dan juga menjadi hidayah petunjuk untuk keselamatan, serta membawa rahmat bagi orang-orang yang beriman”. (Yunus: 57)
Berkata Imam Ibnul-Qayyim; “al-Quran adalah penawar bagi penyakit-penyakit yang ada di dalam dada manusia yang terdiri dari penyakit kejahilan dan juga penyakit kesesatan. Penyakit kejahilan ubatnya ialah ilmu dan hidayah. Sementara penyakit kesesatan pula, ubatnya ialah tuntunan Ilahi (ar-Rusyd). Kedua-dua penyakit ini telah dibersihkan Allah dari hati Nabi Muhammad s.a.w. sebagaimana firmanNya;
“Demi bintang semasa ia menjunam. Rakan kamu (Nabi Muhammad yang kamu tuduh dengan berbagai tuduhan itu), tidaklah ia menyeleweng (dari jalan yang benar) dan ia juga tidak sesat”. (an-Najm: 1-2)
(Ighasah al-Lahfan, halaman 28).
Tanda-tanda hati yang berpenyakit dan hati yang salim
Setelah mengetahui jenis-jenis penyakit hati, perlu pula kita mengetahui tanda-tanda hati yang berpenyakit dan tanda-tanda hati yang sihat (bersih dan selamat). Tujuannya ialah supaya kita dapat memastikan; di mana kedudukan hati kita? Jika hati kita tergolong dalam kelompok hati yang sakit, maka hendaklah bersegera kita mengubatinya sebelum kita mati dan mengadap Allah dengan hati yang sakit itu yang tentunya kita tidak akan diizinkan untuk memasuki syurgaNya. Jika kita mendapati hati kita salim (bersih dan selamat) –alhamdulillah-, maka hendaklah kita menjaganya agar terus selamat hinggalah kita mati. Namun jika kita dapat hati kita mati –wal’iyazu billah-, maka hendaklah kita meyakini bahawa Allah berkuasa menghidupkan makhluknya yang mati;
“Ketahuilah bahawa Allah menghidupkan bumi sesudah matinya. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan kepada kamu keterangan-keterangan dan bukti, supaya kamu memahaminya”. (al-Hadid: 17)
Tanda-tanda hati yang sakit
1. Hati yang sakit tidak membisikkan kepada tuannya untuk mencapai tujuan hidup iaitu untuk mengenali Allah, mencintaiNya, merindui untuk bertemu denganNya, kembali kepadaNya dan mengutamakanNya dari segala bentuk syahwat (yakni keinginan diri kepada dunia, keseronokan, harta dan wanita). Oleh itu, seorang hamba yang memiliki hati yang sakit, ia lebih mengutamakan kepentingan diri dan syahwatnya dari mentaati Allah dan menyintaiNya. Hidupnya adalah dengan bertuhankan hawa nafsunya sendiri sebagaimana firman Allah;
“Tidakkah engkau melihat (wahai Muhammad) orang yang telah menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya? Dapatkah engkau menjadi pelindungnya (dari kesesatan)?”. (al-Furqan; 43)
2. Orang yang mempunyai hati yang sakit, antara tandanya ialah ia tidak kisah dengan dosa dan maksiat. Apabila ia melakukan maksiat, ia tidak rasa berdosa, resah atau gelisah kerana melanggar perintah Allah. Berbeza dengan orang yang memiliki hati yang bersih, hatinya akan berasa sakit dan pedih apabila tersilap atau tersengaja melakukan dosa, lalu ia segera kembali kepada Allah dan bertaubat kepadaNya. Firman Allah tentang sifat-sifat orang bertakwa;
“(Dan antara tanda orang bertakwa ialah) orang-orang yang apabila melakukan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka segera ingat kepada Allah lalu memohon ampun akan dosa mereka - dan sememangnya tidak ada yang mengampunkan dosa-dosa melainkan Allah, dan mereka juga tidak meneruskan perbuatan keji yang mereka telah lakukan itu, sedang mereka mengetahui (akan salahnya dan akibatnya)”. (Ali Imran: 135)
3. Orang yang mempunyai hati yang sakit, ia tidak kisah dengan kejahilan dirinya. Ia tidak berasa resah dan gelisah sekalipun menyedari diri jahil tentang kebenaran. Akibatnya, ia tidak berusaha mencari ilmu. Berbeza dengan orang yang memiliki hati yang bersih. Ia tidak senang duduk apabila menyedari diri masih jahil. Ia akan berusaha menuntut ilmu bagi membuang kejahilannya. Berkata ulamak; “Tidak ada maksiat yang dilakukan oleh hamba yang lebih keji dari membiarkan diri dalam kejahilan”. Pernah ditanya kepada Imam Suhail; “Apakah perkara yang lebih buruk dari kejahilan?”. Ia menjawab; “Jahil tentang kejahilan diri sendiri”.
4. Antara tanda orang yang hatinya sakit ialah ia berpaling dari makanan-makanan yang memanfaatkan hatinya, sebaliknya ia cenderung kepada racun-racun yang merosakkan hatinya. Makanan-makanan hati ialah ilmu dan ibadah termasuklah solat, zikrullah, bacaan al-Quran dan sebagainya. Adapun racun bagi hati ialah dosa dan maksiat. Orang yang memiliki hati yang sakit, ia lebih suka mendengar hiburan-hiburan yang melalaikan dari mendengar ayat-ayat al-Quran, majlis ilmu dan sebagainya lagi dari perkara-perkara yang mendekatkan diri kepada Allah. Baginya kelazatan melakukan maksiat lebih hebat dari kelazatan taqarrub kepada Allah. Padahal Nabi s.a.w. bersabda; “Akan merasai kelazatan iman sesiapa yang redha Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama dan Muhammad sebagai Nabinya”. (Riwayat Imam Muslim)
5. Orang yang hatinya sakit, ia menjadikan dunia sebagai watannya; ia redha dengan dunia dan berasa tenang dengan kehidupan di dunia, lalu ia tidak mengharapkan akhirat dan tidak melakukan persediaan untuk akhirat. Ia tidak mengambil sikap seperti yang dipesan oleh Nabi s.a.w.; “Hiduplah kamu di dunia ini seolah-olah kamu orang asing atau seorang pengembara”. (Riwayat Imam al-Bukhari).
Tanda-tanda hati yang sihat
1. Hati yang sihat, tandanya yang pertama ialah cintakan Allah dan tanda kecintaannya kepada Allah ialah; tuannya banyak berzikir kepada Allah. Hati ibarat periuk dan lidah adalah senduknya. Senduk mengeluarkan apa yang di dalam periuk. Lidah pula mengeluarkan apa yang ada di dalam hati. Jika di dalam hati penuh dengan perasaan cintakan kepada Allah, maka akan lahirlah di lidah zikrullah. Namun jika di dalam hati penuh dengan kufur, fasiq dan maksiat, maka akan lahirlah di lidah umpatan, adu-domba, ucapan kotor dan mencarut.
2. Hati yang sihat sentiasa menyedarkan tuannya supaya kembali kepada Allah; bergantung harap pada Allah umpama seorang pencinta yang terdesak bergantung harap kepada orang yang dicintainya. Ia merasakan tidak ada kehidupan, tidak ada kejayaan, tidak ada kenikmatan dan tidak ada keseronokan kecuali dengan redha Allah dan hampirnya ia dengan Allah. Dengan Allah ia merasai tenang dan tenteram, kepada Allah ia berlindung dan bertawakkal, kepada Allah jua ia yakin dan percaya, menaruh harapan dan menyimpan rasa takut.
3. Di antara tanda hati yang sihat ialah jasad suka berbakti dan berkhidmat kepada Allah tanpa ada rasa jemu di hati. Rasulullah s.a.w. menunaikan solat hingga bengkak-bengkak kakinya. Apabila dipersoalkan kenapa beliau bersusah diri untuk beribadah hingga sedemikian rupa, beliau menjawab; “Aku ingin menjadi hamba yang bersyukur” (Riwayat Imam al-Bukhari). Yahya bin Mu’az pernah berkata; “Sesiapa merasa seronok berkhidmat kepada Allah, nescaya segala benda seronok berkhidmat kepadanya. Sesiapa yang senang matanya melihat perkara yang diredhai Allah, nescaya semua orang senang melihat kepadanya”.
4. Antara tanda hati yang sihat ialah seseorang itu amat menjaga waktu dan hartanya dari dibazirkan kepada perkara-perkara di luar dari ketataan kepada Allah. Ia menyedari bahawa waktu dan harta adalah modal yang dikurniakan Allah untuknya bagi dilaburkan untuk mendapat keuntungan di akhirat. Kerana itu, setiap saat dari waktunya dan setiap sen dari hartanya akan digunakan untuk mentaati Allah bagi mendapatkan pahala dan keredhaan dariNya.
5. Antara tanda sihat dan bersihnya hati seseorang ialah perhatiannya terhadap kesahihan dan penerimanaan Allah terhadap amalannya lebih diutamakan dari amalan itu sendiri. Yang di ambil kira bukan banyaknya amalan, tetapi keelokan amalan dan penjagaannya dari perkara-perkara yang merosakkannya. Kerana itu, orang yang bersih hatinya sentiasa menjaga keikhlasan dan ikutan kepada as-Sunnah dalam setiap amalannya kerana ia mengetahui bahawa tanpa keikhlasan dan tanpa mengikuti petunjuk Nabi s.a.w., amalan yang dilakukannya tidak akan diterima Allah.
6. Di antara tanda sihatnya hati seseorang ialah apabila ia tertinggal wiridnya atau sesuatu dari amalan taat, ia rasa kecewa dan rugi lebih dari perasaan rugi yang dirasai oleh orang yang kehilangan harta dan keluarga. Ia menyedari bahawa tertinggal wirid dan amalan ketaatan itu merupakan kerugian di akhirat. Tidak ada apa-apa pada kerugian duniawi jika dibandingkan dengan kerugiaan di akhirat. Harta benda dunia akan musnah, adapun kenikmatan di sisi Allah di akhirat tidak akan musnah selamanya.
“Apa yang ada pada kamu akan habis dan hilang lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah tetap kekal”. (an-Nahl: 96)
7. Seorang hamba yang hatinya sihat dan bersih, keinginannya hanya satu iaitu untuk mentaati Allah. Perasaan dalaman yang menggerakkannya ialah cintanya kepada Allah dan harapannya untuk merasai kelazatan melihat wajah Allah.
“Dan (sebaliknya) akan dijauhkan (azab neraka) itu daripada orang yang sungguh bertaqwa. Yang mendermakan hartanya dengan tujuan membersihkan dirinya dan hartabendanya, sedang ia tidak menanggung budi sesiapapun yang patut di balas, hanyalah mengharapkan keredaan Tuhannya yang maha tinggi”. (al-Lail: 17-20)
8. Seorang yang hatinya sihat dan bersih, kalam Allah adalah ucapan yang paling disukainya. Berkata Ibnu Mas’ud r.a.; “Sesiapa ingin mengetahui apakah ia kasih kepada Allah atau tidak, hadapkan dirinya kepada al-Quran. Jika ia kasih kepada al-Quran, itu maknanya ia kasih kepada Allah kerana al-Quran adalah Kalam Allah”. Diceritakan bahawa beliau (yakni Ibnu Mas’ud) mencium mushaf al-Quran dan berkata; “Kalam Tuhanku! Kalam TuhanKu”.
9. Antara tanda hati yang salim ialah mengutamakan akhirat dari dunia. Berkata Imam Ibnu al-Qayyim; “Selagi hati selamat dari penyakitnya, ia akan berjalan menuju akhirat dan menghampirinya hingga menjadilah ia ahlul-akhirah (golongan yang beramal untuk akhirat). Namun apabila hati sakit, ia akan melebihkan dunia dan menjadikan dunia watannya hingga menjadilah ia alul-dunya (golongan yang beramal semata-mata untuk kepentingan duniawi”. (Ighasah al-Lahfan, halaman 94-95).
Punca hati menjadi sakit?
Hati manusia menjadi sakit berpunca dari dosa. Dosa menjauhkan hati dari Allah. Apabila hati jauh dari Allah, mudahlah ia ditimpa dengan bermacam-macam penyakit. Sabda Nabi s.a.w.; “Seorang hamba jika ia melakukan suatu dosa, akan muncul lah satu titik hitam di dalam hatinya. Jika ia meninggalkan dosa itu, kemudian ia beristighfar dan memohon ampun (dari Allah), akan gilaplah kembali hatinya. Namun jika ia kembali melakukan lagi dosa, maka akan bertambahlah titik hitam dalam hatinya hingga akhirnya meliputi keseluruhan hatinya. Inilah yang dimaksudkan dengan ar-Ran yang disebut Allah dalam firmanNya;
“Sebenarnya! (ayat-ayat Kami itu tidak ada cacatnya) bahkan mata hati mereka telah diselaputi kekotoran (dosa), dengan sebab (perbuatan kufur dan maksiat) yang mereka kerjakan”. (al-Mutoffifin; 14)
(Riwayat Imam Ahmad dari Abu Hurairah r.a.)
Imam Abdullah bin al-Mubarak bermadah;
رَأيْتُ الذُنُوبَ تُمِيتُ الْقُلُوْبَ
وَقَدْ يُوْرِثُ الذُّلَّ إِدْمَانُهَا
وَتَرْكُ الذُّنُوْبِ حَيَاةُ الْقُلُوْبِ
وَخَيْرٌ لِنَفْسِكَ عِصْيَانُهَا
Aku lihat dosa-dosa itu mematikan hati,
Berterusan melakukannya mengakibatkan kehinaan,
Meninggalkan dosa pula menghidupkan hati,
Mengingkarinya membawa kebaikan kepada diri.
Empat punca dosa
Dosa-dosa dan maksiat ke semuanya adalah racun bagi hati. Kesan racun itu adakalanya menyebabkan hati sakit dan adakalanya sampai mematikannya. Punca dosa pula paling utama ada empat perkara;
1. Terlebih bercakap
Terlebih bercakap bermakna terlalu banyak bercakap (yang lain dari Zikrullah) sehingga terbit dari lidah ucapan-ucapan yang dimurkai Allah. Di dalam hadis, Rasulullah s.a.w. berkata; “Tidak akan lurus iman seseorang sehingga hatinya lurus dan tidak akan lurus hatinya sehingga lidahnya lurus” (Riwayat Imam Ahmad dari Anas r.a.). Saidina ‘Umar r.a. berpesan; “Sesiapa banyak cakapnya akan banyaklah tergelincirnya, sesiapa yang banyak tergelincirnya akan banyaklah dosa-dosanya dan sesiapa yang banyak dosanya maka api neraka paling utama baginya”.
“Sesiapa beriman dengan Allah dan hari akhirat, hendaklah ia bercakap yang baik-baik atau hendaklah ia senyap sahaja”. (Hadis Nabi s.a.w., riwayat Imam al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah r.a.)
“Semua ucapan anak Adam akan menjadi bebanan ke atasnya bukan menjadi keuntungan baginya kecuali;
a. Menyeru kepada makruf
b. Mencegah dari munkar
c. Berzikir kepada Allah.
(Hadis Nabi s.a.w., riwayat Imam at-Tirmizi dan Ibnu Majah dari Ummu Habibah r.a.)
2. Terlebih melihat
Terlebih melihat juga akan merosakkan hati. Maksud terlebih melihat ialah kita tidak menjaga pandangan kita dari melihat perkara-perkara haram yang boleh membangkitkan nafsu seperti memerhati wanita dengan tujuan berseronok, melihat aurat orang yang bukan mahram kita atau kita memerhati dan mengintai kekurangan orang lain untuk mendedahkan keaibannya. Di dalam al-Quran, Allah memerintahkan orang beriman agar menjaga pandangan mereka; “Katakanlah (wahai Muhammad) kepada lelaki-lelaki yang beriman supaya mereka menyekat pandangan mereka (daripada memandang yang haram)….”. (an-Nur; 30) “…dan katakanlah kepada perempuan-perempuan beriman supaya menyekat pandangan mereka (daripada memandang yang haram)…”. (an-Nur: 31)
Kesan pandangan kepada hati dijelaskan oleh Nabi dalam sabdanya;
اَلنَّظْرَةُ سَهْمٌ مِنْ سِهَامِ إِبْلِيْس، مَنْ تَرَكَهَا مِنْ مَخَافَةِ اللهِ أَعْطَاهُ اللهُ إِيْمَانًا يَجِدُ حَلاَوَتَهُ فِي قَلْبِهِ.
“Pandangan adalah satu panahan dari panahan-panahan beracun Iblis. Sesiapa meninggalkan pandangannya (dari melihat kepada yang haram) kerana takutkan Allah, nescaya Allah akan kurniakan kepadanya iman yang ia rasainya kemanisannya di dalam hatinya”. (Riwayat Imam al-Hakim dari Huzaifah r.a.)
Imam Ahmad meriwayat dari Abu Umamah r.a. yang menceritakan bahawa Nabi s.a.w. bersabda;
مَاْ مِنْ مُسْلِمٍ يَنْظُرُ إِلَى مَحَاسِنِ امْرَأَةٍ ثُمَّ يَغُضُّ بَصَرَهُ إَلاَّ أَخْلَفَ اللّهُ لَهُ عِبَادَةَ يَجِدُ حَلاَوَتَهَا
“Tidak ada seorang muslim yang melihat kepada keelokan-keelokan seorang wanita, lalu ia menahan pandangannya (yakni ia berpaling dari melihatnya) kerana takutkan Allah, melainkan Allah akan menggantikan untuknya ibadah yang ia rasai kemanisannya”. (Lihat hadis ini dalam Tafsir Ibnu Kathir, surah an-Nur, ayat 30).
3. Terlebih makan
Makanan yang kita makan akan memberi kesan kepada hati kita. Elakkan dari makanan-makanan yang haram atau yang diperolehi dari jalan-jalan yang haram kerana ia boleh mematikan hati atau sekurang-kurangnya merosakkannya. Nabi Muhammad s.a.w. pernah meninggalkan pesan kepada sahabatnya bernama Sa’ad r.a.; “Wahai Saad! Perelokkanlah makanan kamu, nescaya kamu akan dimustajabkan doa. Demi Tuhan yang diri Muhammad berada dalam kekuasaanNya, sesungguhnya seorang itu apabila telah menyuapkan sesuap makanan haram ke dalam mulutnya, nescaya tidak akan diterima doanya (oleh Allah) selama 40 hari. Mana-mana hamba yang tumbuh/membesar daging badannya dari makanan yang haram dan riba, maka api neraka lebih utama baginya”. (Riwayat al-Hafidz Ibnu Mardawaih dari ‘Atak dari Ibnu ‘Abbas r.a.)
Selain itu, makanlah dengan kadar yang sederhana. Janganlah berlebih-lebihan kerana Allah memerintahkan;
“Dan makanlah serta minumlah, dan jangan pula kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak suka orang-orang yang berlebih-lebihan (membazir)”. (al-A’raf: 31)
Mengikut sunnah Nabi s.a.w., kadar paling banyak kita makan ialah sekadar memenuhi 1/3 sahaja dari perut kita. Sabda Nabi s.a.w.; “Tidak ada bekas yang diisi oleh anak Adam yang lebih buruk dari perutnya. Cukuplah seseorang anak Adam itu makan dengan kadar beberapa suapan sahaja untuk menegakkan tulang sulbinya. Jika tidak mampu, jadikanlah 1/3 dari bahagian perutnya untuk makanan, 1/3 untuk minuman dan 1/3 lagi untuk pernafasan”. (Riwayat Imam an-Nasai, Ibnu Majah dan at-Tirmizi dari al-Miqdam bin Ma’diyakrib r.a.)
Ibrahim bin Adham pernah berkata; “Sesiapa dapat menjaga perutnya, nescaya ia akan dapat menjaga agamanya. Sesiapa mampu berlapar, nescaya ia memiliki akhlak-akhlak yang soleh. Sesungguhnya maksiat jauh dari orang yang lapar dan hampir dengan orang yang kenyang”. Seorang ahli soleh pernah berkata; “Janganlah kamu makan banyak kerana nanti kamu akan minum banyak, lalu tidur kamu pun banyak dan akhirnya kerugian kamu pun banyak juga”.
4. Terlebih berkawan
Kawan juga mempunyai pengaruh terhadap hati kita. Jika kita berkawan dengan orang yang bersih hatinya, hati kita juga Insya-Allah akan turut bersih. Jika kita berkawan dengan orang-orang yang hatinya kotor, akhirnya hati kita juga akan turut menjadi kotor. Kerana itu Nabi s.a.w. berpesan; “Seseorang itu berada di atas agama temannya. Maka hendaklah setiap orang dari kamu memerhati dengan siapa ia berteman” (Riwayat Imam Abu Daud dan at-Tirmizi dari Abu Hurairah r.a.).
Para ulamak membahagikan jenis kawan kepada tiga;
a) Kawan yang diibaratkan seperti makanan; iaitu perlu selalu bergaul dan bersamanya sama seperti kita perlu mengambil makanan setiap hari untuk tubuh kita. Kawan seumpama ini ialah dari kalangan orang-orang berilmu, bertakwa dan soleh. Semakin banyak kita berkawan dengan orang-orang berilmu, bertakwa dan soleh, maka baik untuk hati kita.
b) Kawan yang diibaratkan seperti ubat; iaitu kita bergaul dengannya ketika perlu sahaja sama seperti kita mengambil ubat ketika kita sakit sahaja. Kawan jenis ini ialah dari kalangan orang-orang yang kita memerlukan mereka untuk urusan duniawi sahaja iaitu urusan kehidupan seperti jual-beli, perniagaan dan sebagainya. Kita tidak perlu terlalu rapat dan terlalu kerap bergaul dengan mereka kerana ia tidak memberi manfaat kepada kebaikan agama dan hati kita. Cukup kita bergaul dengan mereka dengan kadar yang dapat menyempurnakan urusan kita sahaja. Kecualilah jika mereka tergolong dalam kelompok orang berilmu dan soleh seperti di atas, maka haruslah kita bergaul rapat dengan mereka kerana di samping memenuhi tuntutan duniawi, dapat juga kita mengambil manfaat dari keilmuan dan kesolehan mereka.
c) Kawan yang diibaratkan seperti penyakit; iaitu kita perlu menjauhi mereka sejauh-jauhnya sama seperti kita menjauhi penyakit kerana takut menjangkiti kita. Kawan jenis ini dari kalangan orang-orang fasik, kaki maksiat dan ahli Bid’ah. Orang-orang dari jenis ini sekali-kali jangan kita berkawan dengan mereka kerana nanti sikap dan perilaku mereka akan merosakkan hati kita.
Bagaimana menghidupkan hati?
Hati menjadi hidup dengan iman. Iman bermaksud meyakini sepenuhnya dengan hati akan segala yang disampaikan oleh Nabi Muhammad s.a.w. dari wahyu Allah yang terkandung di dalam al-Quran dan as-Sunnah. Asas-asas iman iman keyakinan kepada rukun-rukun iman yang enam. Penyempurnaan bagi iman ialah dengan menyahut seruan Allah dan RasulNya iaitu dengan mentaati segala perintah keduanya. Apabila seseorang itu yakin kepada Allah dan RasulNya dan diikuti pula dengan ia menyahut seruan keduanya iaitu mentaati mereka, maka ketika itu barulah hatinya akan hidup sebagaimana yang dapat kita fahami dari seruan Allah;
“Wahai orang-orang beriman! Sahut dan sambutlah seruan Allah dan seruan RasulNya apabila ia menyeru kamu kepada perkara-perkara yang menghidupkan kamu. Ketahuilah bahawa sesungguhnya Allah berkuasa mengubah atau menyekat di antara seseorang itu dengan hatinya, dan sesungguhnya kepadaNyalah kamu akan dihimpunkan”. (al-Anfal; 24)
Kalimah yang mengungkapkan iman ialah “Lailaha Illallah”. Kalimah ini digelar juga dengan kalimah Syahadah, kalimah at-Taqwa dan kalimah al-Ikhlas. Kalimah ini akan menghidupkan hati apabila diucapkan dengan ikhlas dan benar. Dengan mengulang-ulangkan kalimah ini, iman di dalam hati kita akan sentiasa baru dan segar. Di dalam sebuah hadis, Nabi s.a.w. berpesan kepada sahabat-sahabatnya; “Hendaklah kamu sekelian memperbaharui iman-iman kamu”. Mereka bertanya beliau; “Ya Rasulullah! Bagaimana caranya kami hendak memperbaharui iman kami?”. Baginda menjawab; “Banyaklah menyebut Lailaha Illallah” (Riwayat Imam Ahmad dan al-Hakim dari Abu Hurairah r.a.).
Antara Tahlil yang banyak fadhilatnya
Tahlil bermaksud kita berzikir dengan menyebutkan Lailaha Illallah. Selain dari lafaz yang pendek itu, ada lagi lafaz tahlil yang panjang yang banyak kelebihannya, iaitu;
لا إلهَ إلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، لَهُ المُلْكُ وَلَهُ الحَمْدُ وَهُوَ عَلى كُلّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Tidak ada Tuhan melainkan Allah satu-satunya. Tiada sekutu bagiNya. Miliknya kerajaan dan milikNya jua segala pujian. Dial ah yang maha berkuasa ke atas segala perkara”.
Sabda Nabi s.a.w.; “Sesiapa berzikir dengan kalimat-kalimat di atas pada setiap hari sebanyak 100 kali maka ia menyamai dengan membebaskan sepuluh orang hamba, akan ditulis untuknya 100 kebaikan, akan dihapuskan darinya 100 dosa/kejahatan dan kalimat-kalimat itu akan menjadi benteng untuknya dari godaan syaitan pada hari tersebut hingga ke petangnya. Tidak ada seorang pun melakukan amalan lebih baik darinya kecuali orang yang berzikir dengan kalimat-kalimat itu lebih banyak darinya”. (Riwayat Imam al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah r.a.)
Bagaimana membersihkan hati?
Faktor hati kita menjadi kotor dan berpenyakit ialah kerana dosa dan maksiat yang kita lakukan kepada Allah. Untuk membersihkan kembali hati kita yang kotor itu, tidak ada jalan lain melainkan dengan bertaubat kepada Allah.
“Wahai orang-orang beriman! Bertaubatlah kamu kepada Allah dengan Taubat Nasuha. Mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapuskan kesalahan-kesalahan kamu dan memasukkan kamu ke dalam syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai”. (at-Tahrim: 8)
Taubat bermaksud kita kembali ke pangkuan Allah dengan menyesali ketelanjuran kita dan memohon dari Allah agar Ia mengampunkan kita serta menerima semula kita sebagai hambaNya. Taubat tidak sempurna kecuali dengan menyempurnakan syarat-syaratnya, iaitu;
a) Meninggalkan maksiat dan dosa yang dilakukan
b) Menyesali ketelanjuran melakukan dosa dan maksiat tersebut
c) Berazam dengan sepenuh hati tidak akan kembali semula kepada maksiat dan dosa tersebut.
d) Jika dosa dan maksiat itu ada hubungan dengan manusia, hendaklah disusuli dengan memohon maaf dan memulangkan barang yang diambil atau minta halal dari tuannya.
Setelah bertaubat, kita hendaklah banyak beristighfar kepada Allah. Marilah kita mencontohi Nabi kita Muhammad s.a.w. di mana walaupun baginda bersih dari dosa, namun baginda lah yang paling banyak beristighfar kepada Allah. Baginda pernah berkata; “Demi Allah! Sesungguhnya aku beristighfar kepada Allah dan bertaubat kepadaNya pada setiap hari lebih dari 70 kali” (Riwayat Imam Ahmad dari Abu Hurairah r.a.). Di dalam riwayat yang lain, baginda berkata; “Sesungguhnya aku beristighfar kepada Allah pada setiap hari lebih dari 100 kali” (Riwayat Imam al-Bukhari dari Abu Hurairah r.a.)
Berkata Imam Hasan al-Basri; “Banyaklah beristighfar sama ada di rumah kamu, ketika kamu mengadap hidangan, ketika di jalan, ketika di pasar, ketika kamu berada di dalam majlis atau di mana saja kamu berada kerana kamu tahu bila akan turunnya keampunan Allah”.
Istighfar Nabi s.a.w.
Antara ucapan Istighfar yang pernah dibaca oleh Nabi s.a.w. ialah;
ربّ اغْفِرْ لي وَتُبْ عَلَيَّ إنَّكَ أنْتَ التَّوَّابُ الرَّحيمُ
“Tuhanku! Kurniakan lah keampunan untukku dan berilah taufik kepadaku untuk bertaubat. Sesungguhnya Engkau lah Tuhan pengampun dan penyayang”.
Menurut Ibnu ‘Umar r.a.; “Nabi s.a.w. pernah membaca istighfar di atas sebanyak 100 kali di dalam satu majlis”. (Riwayat Imam at-Tirmizi, Abu Daud dan Ibnu Majah. Menurut Imam at-Tirmizi; hadis ini soheh)
Istighfar Nabi Adam a.s.
Di antara ucapan istighfar yang amat baik untuk kita amalkan ialah istighfar Adam dan Hawa, iaitu;
“Wahai Tuhan kami! Kami telah menganiaya diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampunkan kami dan mengasihi kami, pasti lah kami tergolong dari kalangan orang-orang yang rugi”. (Surah al-A’raf, ayat 23).
Ucapan istighfar di atas adalah kalimah-kalimah untuk memohon ampun yang dipelajari Nabi Adam dari Allah setelah Ia dan isterinya Hawa melakukan kesalahan memakan buah dari pohon larangan. Apabila mereka berdua mengucapkan kalimah di atas, Allah lalu mengampunkan doa keduanya. Ini sebagaimana diceritakan Allah dalam firmanNya (yang bermaksud); “Kemudian Nabi Adam menerima dari Tuhannya beberapa kalimah (yakni kalimah taubat), lalu Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah, Dia lah yang maha pengampun (penerima taubat), lagi maha mengasihani” (al-Baqarah, ayat 37).
Moga-moga dengan mengucapkan istighfar di atas, dosa-dosa kita juga akan diampunkan Allah sebagaimana Dia mengampunkan dosa bapa kita Adam a.s..
Penghulu Istighfar
Lafaz istighfar yang paling baik ialah;
اللَّهُمَّ أنْتَ رَبّي لا إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ خَلَقْتَنِي وأنا عَبْدُكَ، وأنا على عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ ما اسْتَطَعْتُ، أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرّ مَا صَنَعْتُ، أبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عليَّ وأبُوءُ بِذَنْبي، فاغْفِرْ لي فإنَّهُ لا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ أنْتَ
“Ya Allah! Engkau lah Tuhanku. Tiada Tuhan kecuali Engkau. Engkau telah menjadikanku dan aku adalah hambaMu. Aku akan mengotakan taat-setia dan janjiku padaMu selama aku mampu. Aku berlindung denganMu dari akibat buruk dari perbuatan yang aku lakukan. Aku mengakui segala nikmat yang Engkau curahkan kepadaku dan aku mengakui juga dosa-dosa yang aku lakukan. Oleh itu, kurniakan lah keampunan untukku. Sesungguhnya tidak ada yang boleh mengampunkan dosa-dosa melainkan Engkau sahaja”.
Sabda Nabi s.a.w.; “Penghulu istighfar ialah; ….(kalimah di atas)…. Sesiapa membacanya di siang hari dengan penuh yakin, lalu ia mati pada hari itu sebelum tiba petangnya, maka ia tergolong dari ahli syurga. Sesiapa membacanya di malam hari dengan yakin, lalu ia mati di malamnya sebelum tiba paginya, maka ia tergolong dari ahli syurga”. (Riwayat Imam al-Bukhari dari Syaddad bin Aus r.a.)
Bagaimana menjaga hati?
Hati hendaklah sentiasa dijaga agar jangan mati atau ditimpa penyakit yang merosakkannya. Bagaimana caranya untuk kita menjaga hati? Menjaga hati tidak ada jalan lain melainkan dengan mendampingi Allah. Di dalam hadis, Rasulullah s.a.w. pernah berpesan; “Jagalah Allah, nescaya Allah akan menjaga kamu” (Riwayat Imam at-Tirmizi dari Ibnu ‘Abbas r.a.). Maksud menjaga Allah ialah menjaga hubungan dengan Allah. Apabila kita menjaga hubungan kita dengan Allah, Allah akan menjaga dan memelihara kita termasuk lah menjaga dan memelihara hati kita.
Bagaimana caranya untuk kita mendampingi Allah? Jawapannya ialah dengan kita melazimi dua perkara;
a) Zikrullah; iaitu sentiasa mengingati Allah
b) Menjauhi segala yang mendatangkan kemurkaan Allah iaitu dosa dan maksiat.
Apa maksud Zikrullah?
Zikrullah bukan hanya dengan kita melafazkan kalimah-kalimah zikir seperti Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar dan sebagainya. Zikrullah ialah satu ungkapan umum yang terangkum di dalamnya segala perbuatan yang kita lakukan yang mendekatkan kita dengan Allah Taala. Termasuk di dalam Zikrullah;
1. Menuntut ilmu; untuk mendalami al-Quran dan as-Sunnah, mengetahui perintah Allah, halal dan haram dan segala ilmu-ilmu lain yang berkait dengan agama.
2. Solat
3. Puasa
4. Zakat
5. Haji
6. Bersedekah dan Infak Fi Sabilillah
8. Membaca al-Quran
9. Berdakwah; mengajak orang lain kepada Islam
10. Menyeru kepada makruf dan mencegah dari munkar
11. Menyampaikan ilmu
12. Berjihad
13. Berdoa
14. Berzikir
15. Berselawat
16. Mengambil wudhuk, mandi dan bersuci
17. Menghidupkan sunnah Nabi dalam kehidupan; makan dan minum, berpakaian, bergaul, tidur dan sebagainya.
Kesimpulannya, Zikrullah ialah kita berada di dalam keadaan sentiasa mengingati Allah. Hakikat Zikrullah secara luas dan sempurna hanya dapat kita capai dengan kita berusaha mentaati Allah pada setiap masa kerana seseorang itu apabila ia taat kepada Allah itu bermakna ia ingat kepada Allah.
Faedah Zikrullah (mengingati Allah)
Orang yang sentiasa ingat kepada Allah, Allah akan ingat kepadanya dan menjaganya termasuk hatinya. Firman Allah;
“Maka ingatlah kepadaKu nescaya Aku akan ingat kepadamu. Dan bersyukurlah kepadaKu dan janganlah kamu kufur (akan nikmatKu)”. (al-Baqarah: 152)
Dalam hadis, Rasulullah s.a.w. berpesan;
احْفَظِ اللَّهَ يَحْفَظْكَ
“Peliharalah Allah, nescaya Allah akan memelihara kamu”. (Riwayat Imam at-Tirmizi dari Ibnu ‘Abbas r.a.)
Zikrullah menguatkan hati dan menjadikan hati sentiasa tenang dan tenteram. Firman Allah;
“Ketahuilah bahawa dengan "zikrullah" itu, akan tenang tenteramlah hati-hati manusia”. (ar-Ra’du: 28)
Orang yang enggan berzikir (mengingati Allah) umpama orang yang mati. Sekalipun jasadnya hidup tetapi hati dan rohaninya telah mati. Sabda Rasulullah s.a.w.;
مَثَلُ الَّذي يَذْكُرُ رَبَّهُ وَالَّذي لا يَذْكُرُهُ، مَثَلُ الحَيِّ وَالمَيِّتِ
“Perumpamaan seorang yang berzikir mengingati Tuhannya dan orang yang tidak berzikir sama seperti orang hidup dan orang mati”. (Riwayat Imam al-Bukhari dari Abu Musa al-Asy’ari r.a.)
Kerana pentingnya mengingati Allah, maka al-Quran memperingatkan orang-orang beriman agar janganlah kesibukan menguruskan urusan-urusan duniawi melalaikan mereka dari Zikrullah. Firman Allah;
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu dilalaikan oleh (urusan) harta benda kamu dan anak-pinak kamu daripada mengingati Allah. Dan (ingatlah), sesiapa yang melakukan demikian, maka mereka adalah orang-orang yang rugi”. (al-Munafiqun: 9)
Kesan zikrullah terhadap hati
Berkata Syeikhul-Islam Ibnu Taimiyyah; “Peranan Zikrullah bagi hati sama seperti air bagi ikan. Bagaimana keadaan ikan jika ia dikeluarkan dari air?”. Maksud beliau ialah; ikan akan mati jika dikeluarkan dari air, maka begitu juga dengan hati; hati akan mati jika ia tidak berada dalam zikrullah. Di dalam ungkapannya yang lain, beliau berkata; “Hati amat memerlukan kepada Allah dari dua aspek; (Pertama) dari aspek ibadah. (Kedua) dari aspek meminta pertolongan dan bertawakkal… (Dari aspek ibadah), hati manusia tidak akan menjadi baik, tidak akan berjaya, tidak akan merasai nikmat dan ketenangan melainkan dengan beribadah kepada Tuhannya, mengasihiNya dan dengan kembali ke pangkuanNya…”. (Risalah al-‘Ubudiyyah Fil-Islam)
Berkata Imam Ibnul-Qayyim al-Jauziyah; “Hati hanya akan menjadi baik dan elok apabila ia mengenali Tuhan dan PenciptaNya (yakni Allah), mengetahui nama-nama Allah, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatanNya dan mengetahui hukum-hakam Allah. Begitu juga dengan ia mengutamakan keredhaan Allah dan kecintaan kepadaNya serta menjauhi segala larangan dan kemurkaanNya. Hati selamnya tidak akan sihat dan tidak akan hidup melainkan dengan cara sedemikian..”. (Zadul-Ma’ad, 4/7).
Dosa
Dosa bermaksud; “Setiap perkara yang menyalahi perintah Allah sama ada mengabaikan apa yang disuruhNya atau melakukan apa yang ditegahNya” (Ihya’ ‘Ulumiddin, Imam al-Ghazali, jil. 4, hlm. 16). Sabda Nabi s.a.w.; “Sesungguhnya Allah Ta’ala telah mewajibkan beberapa kewajipan, maka janganlah kamu mengabaikannya (yakni meninggalkannya). Dan Ia telah menetapkan beberapa hudud (batasan), maka janganlah kamu melampauinya. Dan Ia telah mengharamkan beberapa perkara, maka janganlah kamu melanggarinya. Dan Ia juga telah diam dari beberapa perkara sebagai kelonggaran bagi kamu bukan kerana lupa, maka janganlah kamu cuba menyelidikinya”. (Riwayat Imam Daruqutni dan lain-lainnya dari Abi Tha’labah Jurthum bin Nasyir al-Khusyani r.a.. Riyadhus Salihin, Imam an-Nawawi, bab al-Manthuraat Wa al-Mulah)
Dosa yang dilakukan manusia terbahagi kepada dua bentuk;
Pertama; Dosa dengan Allah; iaitu dosa antara hamba dengan Allah. Dosa ini ada dua jenis pula;
a) Dosa kerana meninggalkan kewajipan-kewajipan yang diwajibkan Allah ke atas kita seperti dosa meninggalkan solat, puasa, zakat dan sebagainya.
b) Dosa kerana mengerjakan perkara yang dilarang atau ditegah Allah seperti dosa minum arak, makan riba dan sebagainya.
Kedua; Dosa dengan makhluk; iaitu yang bersangkutan dengan hak-hak hamba Allah. Dosa dari kategori ini ada beberapa jenis pula;
a) Yang berkait dengan jiwa seperti dosa membunuh, mencederakan dan sebagainya.
b) Yang berkait dengan harta seperti dosa mencuri, merompak, merampas dan sebagai.
c) Yang berkait dengan kehormatan/harga diri seperti dosa mencerca, mengumpat, menuduh dengan tuduhan palsu dan sebagainya.
d) Yang berkait dengan agama seperti dosa mengkafirkan seseorang, membid’ahkannya, menyesatkannya dan sebagainya.
(Ihya’ Ulumiddin, jil. 4, hlm. 16 dan Minhajul ‘Abidin, Imam al-Ghazali, hlm. 11)
Kesan dosa kepada hati
Dosa akan memudaratkan hati. Bermula dengan merosakkan hati hingga lah kemuncaknya iaitu mematikan hati. Ini dapat kita fahami dari hadis yang telah kita kemukakan tadi dan kita ulangi semula di sini, iaitu sabda Nabi s.a.w.; “Seorang hamba jika melakukan suatu dosa, akan muncullah satu titik hitam dalam hatinya. Jika ia menanggalkan dosa itu, kemudian beristighfar dan memohon ampun (dari Allah), akan gilaplah kembali hatinya. Namun jika ia kembali melakukan lagi dosa, maka akan bertambahlah titik hitam dalam hatinya hingga akhirnya melitupi keseluruhan hatinya. Inilah yang dimaksudkan dengan ar-Ran (الران) yang disebut Allah dalam firmanNya;
“Sebenarnya (ayat-ayat Kami itu tidak ada cacatnya), bahkan mata hati mereka telah diselaputi kekotoran dengan sebab (perbuatan kufur dan dosa) yang mereka lakukan”. (al-Muthaffifin: 14)
(Hadis riwayat Imam Ahmad, at-Tirmizi, an-Nasai, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, al-Hakim dan al-Baihaqi dari Abu Hurairah r.a.)
Akibat dosa kepada kehidupan
Selain merosakkan hati, dosa juga akan memberi kesan kepada kehidupan secara keseluruhannya. Menurut Imam Ibnul-Qayyim; “Perbuatan dosa dan maksiat akan melahirkan beberapa kesan kepada diri dan kehidupan manusia iaitu;
1. Kurang mendapat taufiq (petunjuk) dari Allah
2. Rosaknya pandangan dan aqal fikiran
3. Terhijabnya diri dari mengenali kebenaran
4. Hati menjadi rosak
5. Rendah sebutan nama di sisi manusia
6. Waktu dalam kehidupan mereka akan terbuang sia-sia
7. Tidak disukai oleh makhluk Allah
8. Hubungan dengan Allah akan renggang
9. Doa akan terhijab (yakni tidak akan dimakbulkan Allah)
10. Hati akan menjadi keras
11. Tidak ada keberkatan pada rezki dan umur.
12. Terhalang dari mendapat ilmu
13. Hidup berterusan dalam keadaan hina-dina
14. Akan dihina atau diperlekehkan oleh musuh
15. Dada sentiasa merasa sempit dan resah (yakni tidak ada ketenangan dan ketenteraman dalam hidup)
16. Diuji oleh Allah dengan teman atau kawan yang jahat.
17. Sentiasa dalam keadaan duka-cita dan kebimbangan.
18. Kehidupan dan rezki menjadi sempit
19. Fikiran sentiasa resah dan tidak tenteram
(Al-Fawaid, al-‘Allamah Ibnul Qayyim al-Jauziah, hlm. 67.)
Melihat kepada kesan-kesan dosa di atas, marilah kita berazam untuk menjauhi dosa supaya hati kita sentiasa bersih dan hidup kita sentiasa selamat.
Hati mudah berbolak-balik
Hati amat mudah berubah dan berbolak-balik. Hari ini kita taat kepada Allah. Tidak mustahil esok kita engkar kepadaNya jika kita tidak menjaga hati kita. Rasulullah s.a.w. bersabda;
إِنَّمَا سُمِّيَ الْقَلْبُ مِنْ تَقَلُّبِهِ إِنَّمَا مَثَلُ الْقَلْبِ مِثْلُ رِيْشَةٍ بِالْفَلاَةِ تَعَلَّقَتْ فِي أَصْلِ شَجَرَةٍ يُقَلِّبُهَا الرِّيْحُ ظَهْرًا لِبَطْنٍ
“Sesungguhnya dinamakan (hati) dengan al-qalb kerana mudahnya ia berbolak-balik. Hati dapat diumpamakan seperti sebatang bulu (ayam/burung) di tengah padang yang tersangkut di pokok, lalu dibolak-balikkan oleh angin ke atas dan ke bawah”. (Riwayat Imam at-Thabrani dari Abu Musa r.a.)
Oleh itu, hati mesti ditanamkan di dalamnya sifat Istiqamah. Istiqamah hati bermaksud keazamannya untuk terus kekal di atas jalan Allah iaitu jalan al-Quran dan Sunnah Nabi s.a.w., tanpa berpaling darinya kepada kekufuran, dosa atau maksiat. Diriwayatkan dari Sufyan Ibn ‘Abdullah r.a. menceritakan; ‘Aku telah berkata kepada Rasulullah s.a.w.; Ya Rasulullah! Nyatakan untukku di dalam Islam ini satu ungkapan yang mana aku tidak akan bertanya lagi tentangnya dari orang lain selain engkau’. Jawab Rasulullah s.a.w.;
قُلْ آمَنْتُ باللَّهِ ثُمَّ اسْتَقِمْ
‘Katakanlah; ‘Aku beriman kepada Allah’ dan kemudian hendaklah kamu istiqamah’.
(Hadis riwayat Imam Ahmad, an-Nasai, Muslim, at-Tirmizi dan Ibnu Majah)
Doa agar diteguhkan hati oleh Allah
Selain menanamkan sifat istiqamah, kita juga perlu senantiasa memohon dari Allah agar Ia meneguhkan hati kita di atas jalanNya. Di dalam hadis, Rasulullah s.a.w. menjelaskan bahawa hati-hati manusia keseluruhannya berada di antara dua jari dari jari-jari Tuhan yang maha rahman seumpama hati yang satu di mana Dia berkuasa mengubahnya ke mana yang Ia kehendaki. Kemudian Nabi berdoa;
اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ، صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَىَ طَاعَتِكَ
“Ya Allah! Tuhan yang berkuasa memalingkan hati-hati. Palingkanlah hati-hati kami (dari kekufuran, dosa dan maksiat agar ia berada di atas) ketaatan kepadaMu”.
(Riwayat Imam Muslim dari ‘Amru bin al-‘As r.a.)
Nabi juga pernah berdoa;
يا مُقَلِّبَ القُلُوبِ وَالأَبْصَارِ ثَبِّتْ قُلُوبَنا على دِينِكَ
“Wahai Tuhan yang berkuasa mengubah hati-hati dan pandangan-pandangan, teguhkanlah hati kami di atas agamaMu”. (Riwayat Imam Ibnu as-Sunni dari Ummu Salamah r.a.)
Baginda juga pernah berdoa;
يَاْ مُثَبِّتَ الْقُلُوْبِ ثَبِّتْ قُلُوْبَنَا عَلَى دِيْنِكَ
“Wahai Tuhan yang meneguhkan hati-hati, teguhkan lah hati-hati kami di atas agamaMu”. (Riwayat Imam Ibnu Majah dari an-Nawwas bin Sam’an r.a.)
Amat baik sekali salah satu dari doa Nabi di atas kita jadikan amalan tetap kita pada setiap hari.
***والله أعلم بالصواب***
Selesai ditulis pada Ramadhan 1429 Hijrah bersamaan September 2008. Semoga Alah memberkati tulisan ini dan mengurniakan keampunan untuk penulisnya. Amin, ya Rabbal-Alamin.
Sumber :
Langganan:
Postingan (Atom)