Syeikh Abdul Qadir Al-Jilany Pagi hari Jum,’at tanggal 3 Ramadhan tahun 545 H. di Madrasahnya.
“Mereka (para malaikat) tidak mengingkari apa yang diperintahkan Allah pada mereka, dan mengerjakan apa yang diperintahkannya.” (At-Tahriim, 6).
Hai kaum sufi, bila kata-kataku tidak masuk dalam jiwamu, maka dengarkanlah dengan penuh iman dan pembenaran. Karena kata-kataku mengarah di hati, maka dengarkan dengan telinga hatimu dan rahasia hatimu, pada saat itulah akan berpadu; lahir dan batinmu, dan duri hawa nafsumu akan pecah, sedangkan api nafsumu pun padam. Karena nafsu terburukmu membuatmu suka dengan dunia dan membuatmu benci dengan kefakiran, lalu membuatmu hancur dalam kerusakan.
Sebagian Sufi menegaskan, Hakikat taqwa itu, bila anda mengggabungkan apa yang ada di hatimu dan anda biarkan dalam satu tempat terbuka, lalu anda kelilingkan ke pasar, tak satu pun membuat anda malu. Namun wahai si tolol, bila dikatakan padamu, “Taqwalah kepada Allah swt,” anda menjadi marah. Bila dikatakan kebenaran padamu, anda mendengar namun anda menghina sinis. Bila ada orang yang kontra dengan anda justru anda berkeras kepala mempertahankan anda dan membela diri atas kekerasan hati anda.
Allah Swt berfirman dalam hadits qudsi:
“Aku senantiasa mencintai kalian sepanjang kalian taat padaKu, maka ketika kalian maksiat padaKu, maka Aku marah pada kalian.”
Allah Azza wa-Jallah mencintai kalian bukan karena Dia butuh pada kalian, namun karena kasih sayangNya padamu. Dia mencintai anda bukan untukNya, namun untukmu. Doa mencintai taatmu , karena manfaatnya kembali pada dirimu. Karena itu hendaknya anda aktif dan menghadap pada Yang mencintaimu dan berpaling dari mencintaimu untuk kepentingannya.
Orang beriman itu lupa segalanya karena hanya mengingatNya Azza wa-Jalla, hingga ia berhasil mendekat padaNya, hidup bersamaNya dan bersertaNya, maka ia akan meraih tawakkal yang benar. Bila tawakal dan tauhid orang beriman benar , dunia dan akhiratnya dicukupi oleh Allah Ta’ala. Sebagainmana dianugerahkan pada Nabi Ibrahoim as yang dianugerahi makna nya dan kondisinya, bukan formalitas rupanya. Allah memberikan makan dan minum dari sumber minuman dariNya, dan menempatkannya di ruang terhormatNya, bukan berarti memberikan wujud kedudukanNya.
Disinilah penisbatan dariNya akan benar bila ditinjau dari segi esensi maknanya bukan dari wujud bentuknya.
Ingatlah apakah anda tidak malu jika anda mengabdi kegelapan dan makanan haram? Sampai kapan anda mengabdi para raja-raja yang sebentar lagi lengser? Kapan anda menerima limpahan pengabdian kepada Allah swt yang tak pernah lengser selamanya? Jadilah orang yang berakal sehat, terimalah sedikit dunia dan banyak akhirat, terimalah dari bagian zuhudmu dan engkau akan meraih pintu-pintu Tuhanmu Aza wa-Jalla melalui Tangan KuasaNya, tindakan dan kesertaanNya, bukan dengan tangan dunia, bukan melalui pintu dan tangan-tangan penguasa yang bergabung dan kesenangan dan nafsu, syetan dan khalayak awam.
Bila engkau raih dunia sedangkan hatimu ada di pintu Tuhanmu Azza wa-Jalla maka para malaikat dan ruh para Nabi ada di sekitarmu. Tentu jauh sekali perbedaan kedua di atas.
Orang-orang yang berakal sehat mengatakan, “Kami tidak makan bagian dunia kami baik di jalan maupun di rumah-rumah kami, dan kami tidak makan kecuali yang datang dariNya. Sedang orang-orang zuhud makan dari dalam syurga. Orang-orang arif selalu makan di sisiNya walau mereka ada di dunia.
Sang pecinta tidak makan di dunia maupun di akhirat karena makanan dan minuman mereka adalah kemesraan dan kedekatan dari Tuhannya serta memandang Sang Kekasihnya. Mereka menjual dunia dengan akhirat, lalu menjual akhirat dengan kedekatan padaNya, Tuhannya dunia dan akhirat. Dan Shiddiqun dengan cintanya menjual akhirat demi WajahNya dan hanya menghendakiNya, bukan lainNya. Ketika jual beli selesai ia penuh dengan kemuliaan, lalu dunia dan akhirat diberikan padanya sebagai anugerah. Ia mengambil seperlunya menurut perintahNya, tanpa merasa butuh pada keduanya. Mereka melakukan itu semua sebagai penyelarasan dengan takdir dan beradab yang bagus dengan takdirNya. Mereka menerima dan mengambil sembari berkata:
“Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui apa yang kami ingiunkan.” (Huud 79)
Anda akan merasakan, “Kami relah bersamaMu bukan dengan selainMu, dan kami pun rela dengan lapar Dan dahaga, compang-camping hina dina, yang tenteram, dan hendaknya kami selalu ada di depan pintuMu.”
Ketika mereka rela dengan itu semua dan menegaskan jiwanya maka Allah memandang mereka dengan pandangan cinta kasih, Allah Azza wa-Jalla pun memuliakan mereka setelah mereka merasa hina, Allah mencukupinya setelah mereka merasa fakir dan dihamparkan rasa taqarrub di dunia dan di akhirat kepadaNya.
Orang beriman melakukan tindakan zuhud di dunia sehingga zuhudnya memberishkan kotoran di batinnya, lalu datanglah akhirat, ia menghuninya dengan hatinya, lalu datanglah unsur pembersih hatinya karena akhirat pun dinilainya jadi hijab untuk mendekat kepadaNya Azza wa-Jalla. Disinilah ia tinggalkan kesibukan dengan makhluk secara total, kemudian hanya menjaga dan menjalan perintahNya, menjaga batas-batas syar’i antara dirinya dengan publik, kedua matahatinya terbuka, lalu ia melihat cacat jiwanya dan para makhluk, sampai ia tidak tenang kecuali berada di sisi Tuhannya Azza wa-Jalla. Ia tidak mendengar selain dariNya, tidak menggunakan akal selain dariNya, tidak terpaku kecuali pada janjiNya, tidak takut selain ancamanNya. Ia tinggalkan aktivitas selain Dia, dan aktif bersamaNya. Jika semua ini sempurna ia masuk dalam posisi “tiada mata pernah memandang dan tiada telinga pernah mendengar serta tiada intuisi di hati manusia.”
Anak-anak sekalian Aktifkan dirimu untuk mengoreksi diri, lalu engkau dapatkan manfaat, baru engkau berikan pada yang lain. Jangan seperti lilin yang membakar dirinya dan menerangi lainnya. Jangan sampai dirimu masuk dalam sesuatu hal bersama dirimu, nafsu dan hawa nafsumu. Bila Allah Azza wa-Jalla menghendakimu, Dia berikan padamu untukNya, bila Allah Azza wa-Jalla menghendakimu untuk memberi manfaat bagi publik pasti Dia memerintahmu untuk terjun di sana, memberi kekuatan dan keteguhan atas kekerasan jiwa mereka, dengan keleluasaan hatimu terhadap makhluk. ALLAH Azza wa-Jalla pun melapangkan dadamu, dan memberikan kepastian hukum pada batinmu, dan meresapkannya ke batinmu. Saat itulah yang ada hanya Dia bukan anda. Dengarkan apa yang difirmankan)Nya:
“Wahai Dawud, sesungguhnya Kami jadikan kamu khalifah di muka bumi “ ( Shaad 26)
Dan firmanNya: “Sesungguhnya Kami jadikan dirimu Khalifah”.
Sepanjang anda merasa bisa bicara, maka diri anda mewakili ego nafsu anda. Sedangkan kaum Sufi tidak memiliki hasrat dan kehendak, namun mereka semata hanya mengaksentuasi perintah Allah Azza wa-Jalla Dalam ucapan, tindakan dan pengaturan.
Wahai orang yang lepas dari jalan yang lurus jangan anda berhasrat pada sesuatu, karena anda tidak mempunyai argument kuat untuk mempertahankannya. Halal itu jelas dan haram itu jelas. Namun betapa buruknya dirimu pada Allah Azza wa-Jalla, betapa sedikitnya rasa takutmu padaNya, namun betapa banyaknya anda merendahkan nilai memandangNya. Nabi saw, bersabda:
“Takutlah kepada Allah Azza wa-Jalla seakan-akan engkau melihatNya, dan bila engkau tidak melihatNya, sesungguhnya Dia melihatmu.” (Hr Bukhari)
Mereka yang sadar diri senantiasa memandsng Allah Azza wa-Jalla dengan qalbunya, ketika terpadu jadi lah keteguhan yang satu yang menggugurkan hijab-hijab antara diri mereka dengan DiriNya.
Semua bangunan runtuh tinggal maknanya. Seluruh sendi-sendiri putus dan segala milik menjadi lepas, tak ada yang tersisa selain Allah Azza wa-Jalla. Tak ada ucapan dan gerak bagi mereka, tak ada kesenangan bagi mereka hingga semua itu jadi benar. Jika sudah benar sempurnalah semua perkara baginya. Pertama yang mereka keluarkan adalah segala perbudakan duniawi kemudian mereka keluarkan segala hal selain Allah Azza wa-Jalla secara total, dan senantiasa terus demikian dalam mennjalani ujian di RumahNya.
“Maka itulah Dia memandang bagaimana mereka beramal.” (Sal-A’raaf 129).
Sirr (rahasia batin) adalah raja, dan qalbu adalah perdana menteri. Nafsu, lisan dan seluruh banggota tubuh adalah pasukan yang mengabdi pada sirr dan qalbu. Sirr meminum dari lautan Ilahi Aza wa-Jalla dan qalbu minum dari lautan sirr. Nafsu yang tenteram minum dari qalbu, lisan minum dari nafsu, serta seluruh anggoita badan minum dari lisan. Bila lisan bagus, pasti darti qalbu yang bagus, dan jika rusak maka rusak karenanya. Lisan anda butuh kendali ketaqwaan dan taubat dari bicara pada hal-hal yang hina dan munafik. Bila bisa langgeng lisan anda demikian, kefasihan lisan akan berbalik pada kefasihan qalbu dan akan memancarkan cahaya dari qalbu itu, lantas memancar pada lisan serta seluruh tubuh. Bila segalanya sempurna, lisan yang dekat pada taqarrub akan menyerap jiwa taqarrub, lalu lisan tak ada lagi ucapan, tak adsa doa, dan tak ada dzikir yang terucap. Doa, dzikir maupun ucapan begitu jauh darinya, sedangkan yang dekat adalah diam, beku dan menerima dengan memandang dan menikmati bersamaNya.
Ya Allah jadikanlah kami tergolong orang yang memandangMu di dunia dengan kedua mata hatinya dan di akhirat memandang dengan kedua mata kepalanya. Dan berikan kami di dunia kebajikan dan di akhirat kebajikan pula, dan lindungi kami dari azab neraka.
sumber : http://www.sufinews.com/index.php/Pengajian/mendengar-dengan-telinga-hati
Tuesday, 15 February 2011 20:16 Hits: 36
Tidak ada komentar:
Posting Komentar