A. Tujuan TQN
Tujuan TQN sama dengan tujuan Islam itu sendiri, yaitu menuntun manusia agar mendapat ridha Allah, sejahtera di dunia dan bahagia di akhirat.
“Tuhanku, Engkaulah yang aku maksud dan keridoan-Mu yang aku cari. Berilah aku kemampuan untuk bisa mencintai-Mu dan ma’rifah kepada-Mu”.
Dalam do’a tersebut terkandung empat macam tujuan TQN itu sendiri yaitu :
1. Taqarrub Ilallah SWT.
Ialah mendektakan diri kepada Allah dengan jalan dzikrullah.
2. Menuju jalan Mardhatillah
Ialah menuju jalan yang diridai Allah Swt. Baik dalam ‘ubudiyyah maupun di luar ubudiyyah.
3. Kema’rifatan (al-ma’rifah); melihat tuhan dengan mata hati.
4. Kemahabbahan (kecintaan) terhadap “Dzat Laisa kamislihi Syaiun” yang mana dalam mahabbah itu mengandung keteguhan jiwa dan kejujuran hati.
B. Dasar-dasar TQN
Adapun dasar-dasar TQN agar dapat mencapai tujuan sebagaimana tertulis di atas, dijelaskan oleh Tuan Syaikh sendiri yaitu sebagai berikut :
1. Tinggi cita-cita. Barangsiapa yang tinggi cita-citanya maka menjadi tinggilah martabatnya.
2. Memelihara kehormatan. Barangsiapa memelihara kehormatan Allah, Allah akan memelihara kehormatannya.
3. Memperbaiki hidmat. Barangsiapa memperbaiki khidmat, ia wajib memperoleh rahmat.
4. Melaksanakan cita-cita. Barangsiapa berusaha mencapai cita-citanya, aia kan sealu memperoleh hidayah-Nya.
5. Membesarkan nikmat. Barangsiapa membesarkan nikmat Allah berarti ia bersyukur kepada Allah. Barangsiapa bersyukur kepada-Nya maka ia akan mendapatkan tambahan nikmat sebagai yang dijanjikan Allah.
C. Amaliyah dalam TQN
Amaliyah yang bersifat spiritual ini harus diamalkan oleh siapa saja yang telah menyatakan diri melallui “talqin” sebagai murid dan ikhwan bagi Guru Mursyid dalam komunitas tarekat termaksud.
1. Zikir
Zikir, secara lugawi artinya ingat, mengingat atau eling dalam bahasa sunda. Yang dimaksud dalam TQN adalah zikir bimakna khas. Zikir bimakna khas adalah“hudurul Qalbi ma’allah” (hadirnya hati kita bersama Allah). Zikir dalam arti khusus ini terbagi dua 1) zikir jahr dan 2) zikir khafi.
Baik zikir jahr maupun zikir khafi mempunyai landasan yang kuat dari al-Qur’an dan tradisi Rasulullah saw.
Dalil-dalin zikir dalam al-Qur’an
“Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring” (QS. 3 : 191)
“Maka berzikirlah kepada-Ku, pasti aku akan mengingat-mu,…” (QS. 2 : 152).
Dalil-dalil dzikir dalam Hadis Rasulullah saw.
“Perbaharuilah iman kamu sekalian !. para sahabat bertanya : Bagaimana cara kami memperkuat dan memperbaharui iman itu ya Rasulullah ? Rasul bersabda ialah dengan memperbanyak ucapan laailaaha illalaah”.
Syarat-syarat berdzikir ada tiga macam
1) Hendaklah orang yang berdzikir mempunyai wudu yang sempurna.
2) Hendaklah orang yang berzikir melakukannya dengan gerakan yang kuat.
3) Berdzikir dengan suara keras sehingga dihasilkan cahaya zikr di dalam abtin orang-orang yang berzikir dan menjadi hiduplah hati-hati mereka.
2. Khataman
Kata khataman berasala dri kata “khatama yakhtumu khataman” artinya selesai/ menyelesaikan. Maksud khataman dalam TQN adalah menyelesaikan atau menamatkan pembacaan aurad (wirid-wirid) yang menjadi ajaran TQN pada waktu-waktu tertentu.
3. Manakib (Manaqib)
Kata manakib merupakan kata jama dari manqabah mendapat akhiran an. Manqabah sendiri artinya babakan sejarah hidup seseorang.
Jama dari manqobah adalah manaqib. Dalam tradisi bahasa sunda kata manaqib ditambah dengan an sehingga bacaannya menjadi manaqiban yang mengandung arti proses pembacaan penggalan hidup seseorang secara spiritual. Manaqib dalam TQN adalah manaqib Syaikh Abdul Qadir al-Jilani sebagai pendiri tariqat Qadiriyyah.
Manaqiban dalam TQN merupakan amalan syahriyyah artinya amalan yang harus dilakukan minimal satu bulan satu kali. Biasanya materi manaqiban terbagi pada dua bagian penting. Pertama, materi (kontens) tentang hidmah ‘amaliyah. Hidmah amaliyah ini adalah inti manaqiban itu sendiri. Substansi ajarannya ialah meliputi :
1. Pembacaan ayat suci al-Qur’an
2. Pembacaan Tanbih
3. Pembacaan Tawassul
4. Pembacaan manqabah Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jilani
5. Do’a
6. Tutup
Kedua hidmah ‘Ilmiyyah. Maksud hidmah ilmiyyah adalah pembahasan tasawuf secara keilmuan dan pembahasan aspek-aspek ajaran Islam keseluruhan.
Tujuan Manaqiban
1) Mencintai dan menghormati zurriyyah (keturunan) Rasulullah saw.
2) Mencintai para ulama, salihin dan para wali.
3) Mencari berkah dan syafa’at dari Syaikh Abdul Qadir al-Jilani.
4) Bertawassul dengan tuan Syaikh Abdul Qadir al-Jilani karena Allah semata.
5) Melaksanakan nazar karena Allah semata, bukan karena maksiat.
4. Riyadoh
Riyadoh secara etimologis artinya latihan. Dalam term tasawuf yang dimaksud riyadoh adalah latihan rohani dengan cara tertentu yang lazim dilakukan dalam dunia tasawuf. Dalam tradisi TQN, riyadoh yang paling utama adalah zdikrullah.
5. Ziarah
Ziarah menurut bahasa berasal dari akar kata zaara – yazuuru, ziyaaratan artinya berkunjung atau mengunjungi. Menurut istilah ziarah adalah mengunjungi tempat-tempat suci, atau berkunjung ke kepada orang-orang salih, para nabi, para wali, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dengan niat karena Allah.
Tujuan Ziarah, antara lain :
1) Mengingatkan kita akan kematian.
2) Mengambil pelajaran (‘ibrah) dari kehidupan manusia-manusia salih (salihin).
3) Mendo’akan kepada arwah mukminin yang sudah meninggal mendahului kita.
4) Attabarruk.
6. Khalwah
Khalwat artinya mengasingkan diri dari keramaian dunia ke suatu tempat dengan tujuan agar konsentrasi beribadah kepada Allah semata. Khalwat bagi salik mubtadi (pengamal tarekat baru) harus dibawah bimbingan Guru Mursyid. Lama masa khalwat tergantung pada bimbingan guru bisa jadi sepuluh hari, dua puluh hari hingga empat puluhhari. Paling sedikit tiga hari.
Dalam kitab Tanwir al-Qulub, Syaikh Amin Kurdi menjelaskan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang salik yang akan berkhalwat yaitu:
1) Niat dengan ikhlas
2) Meminta izin kepada mursyidnya sekaligus memohon do’anya.
3) Didahului dengan ‘uzlah, tidak tidur malam, berpuasa dan terus berdzikir.
4) Masuk tempat khlawat mendahulukan kaki kanan dengan membaca ta’awwuz, basmalah dan membaca surat an-Nas tiga kali.
5) Dawam al-Wudlu.
6) Jangan bertujuan ingin mendapat karamat.
7) Tidak menyandar badan ke dinding.
8) Rabithah.
9) Berpuasa.
10) Diam dan terus Zikrullah.
11) Waspada terhadap godaan yang empat,syaitan, materi, nafsu dan syahwat. Dan laporkan kepada guru apa yang terjadi sewaktu khalwat.
12) Menjauhi sumber suara.
13) Salat fardu tetap berjama’ah demikian juga jum’at tidak boleh ditinggalkan.
14) Jika harus keluar maka kepala ditutup dan melihat ke tanah.
15) Jangan tidur, kecuali kalau sangat ngantuk boleh tetapi punya wudu. Tidak tidur untuk rehat badan, bahkan kalau mampu jangan sampai merebahkan badannya ke lantai tetapi tidurlah sambil duduk.
16) Tidak lapar tidak kenyang.
17) Jangan membuka pintu kepada orang yang bermaksud meminta berkah kepadanya.
18) Semua keni’matan yang dialaminya harus merasa hanyalah dari gurunya.
19) Menapikan getaran dan lintasan dalam hati, apakah getaran baik atau jelek, karena boleh jadi mengganggu kekhusuan hati.
20) Terus berdzikir dengan cara yang telah diperintahkan guru sampai guru memerintah berhenti dan keluar dari khalwat.
7. Tanbih
Secara vertikal TQN membimbing manusia menuju kepada Tuhan dan secara horizontal memberikan rambu-rambu dan prinsip-prinsip bagaimana seharusnya kita hiddup secara berjamaah dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Tanbih juga mengandung ajarn moral, menyangkut pelbagai kehidupan pribadi, keluarga masyarakat dan negara secara luas.
D. Hasil yang Dicapai
HM. Subandi, pakar psikologi dari Universitas Gajah Mada, telah melakukan penelitian tentang dampak kejiwaan yang timbul dari pengamalan TQN Pondok Pesantren Suryalaya.
1. Kemampuan memecahkan masalah, dari mulai masalah pribadi, keluarga, karir, polotik, ekonomi dan lain-lain.
2. Ketahanan emosional yang tinggi, meskipun mengalami berbagai situasi yang menyedihkan atau mengecewakan ia tidak mengalami gangguan mental karenanya.
3. Ketenangan batin, tidak merasa cemas atau waswas dalam menghadapi situasi yang tidak menentu.
4. Pengendalian diri yang baik (kontrol diri), tidak terbawa arus kemanapun pergi.
5. Pemahaman terhadap dirinya sendiri secara baik.
6. Menemukan jati dirinya atau dalam istilah psikologi “individuasi” karena mampu menemukan dirinya maka ia pun mampu menemuka Tuhannya.
7. Memiliki kesadaran lain atau dalam istilah psikologi disebut “altered states of consiousness” yaitu kesadaran “supernormal” (bukan para normal), yang pada umumnyadimiliki oleh orang yang berwawasan spiritual atau tungkat kerohanian tinggi.
MURSYID DAN MURID
A. Mursyid
Guru atau mursyid dalam sistem tasawuf adalah asyrafunnasi fi at-tariqoh artinya orang yang palin tinggi martabatnya dalam suatu tarekat. Mursyid mengajarkan bagaimana cara mendekatkan diri kepada Allah sekaligus memberikan contoh bagaimana ibadah yang benar secara syari’at dan hakikat. Betapa penting keberadaan guru dalam suatu tarekat, dijelaskan tidaklah benar seseorang mengamalkan suatu tarekat tanpa guru.
Mursyidlah yang mendapat izin dari Rasulullah untuk melakukan talqin az-Zikir kepada sipa saja ang mau mengamalkan zikir.
Kriteria Mursyid
a. Seorang mursyid haruslah seorang yang alim.
b. Seorang mursyid haruslah’arif.
c. Seorang mursyid harus sabar dan mempunyai rasa belas kasihan yang tinggi kepada murid-muridnya.
d. Seorang mursyid harus pandai menyimpan rahasia murid-muridnya.
e. Seorang mursyid tidak boleh menyalahgunakan kedudukan sebagai seorang guru spiritual atau orang yang paling tinggi martabatnya dalam tarekat.
f. Seorang mursyid haruslah bijaksana.
g. Seorang mursyid harus disiplin.
h. Menjaga lisan dan nafsu keeduniaan.
i. Seorang mursyid harus mempunyai hati yang ikhlas.
j. Selalu menjaga jarak antara dirinya dengan muridnya.
k. Memelihara harga diri, wibawa dan kehormatan.
l. Mursyid harus bisa memberi petunjuk tertentu pada situasi tertentu kepada muridnya.
m. Merahasakan hal-hal istimewa.
n. Mursyid selalu mengawasi muridnya dalam kehidupan sehari-hari.
o. Merahasiakan segala gerak gerik kehidupannya.
p. Seorang mursyid harus mencegah berlebihan dalm makan dan minum.
q. Seorang mursyid harus menyediakan tempat berkhalwat bagi murid-muridnya.
r. Menutup pergaulan murid dengan mursyid lainnya.
B. Murid dan kewajiban terhadap Mursyidnya
Murid secara etimologis artinya orang yang berkehendak, berkemauan dan mempunyai cita-cita. Murid dalam istilah tarekat adalah orang yang bermaksud menempuh jalan untuk dapat sampai ke tujuan yakni keridoan Allah.
Kewajiban murid terhadap mursyidnya adalah sebagai berikut :
1. Menyerahkan diri lahir batin.
2. Murid harus menurut dan mematuhi perintah gurunya.
3. Murid tidak boleh menggunjing gurunya.
4. Seorang murid tidak boleh melepaskan ikhtiarnya sendiri.
5. Seorang murid harus selalu ingat kepada gurunya.
6. Seorang murid tidak boleh memiliki keinginan untuk bergaul ;lebih dalam dengan mursyidnya, baik untuk tujuan dunia maupun akhirat.
7. Seorang murid harus mempunyai keyakinan dalam hati.
8. Seorang murid tidak boleh menyembunyikan rahasia hatinya.
9. Murid harus memelihara keluarga dan kerabat gurunya.
10. Kesenangan murid tidak boleh sama dengan gurunya.
11. Seorang murid tidak memberi saran kepada gurunya.
12. Seorang murid tidak boleh memandang kekurangan gurunya.
13. Seorang murid harus rela memberikan sebagian hartanya.
14. Seorang murid tidak boleh bergaul dengan orang yang dibenci gurunya.
15. Seorang murid tidak boleh melakukan sesuatu yang dibenci gurunya.
16. Seorang murid tidak boleh iri kepada murid lainnya.
17. Segala sesuatu yang menyangkut pribadinya harus mendapat izin dari gurunya.
18. Tidak boleh duduk pada tempat yang biasa dipakai duduk oleh gurunya.
C. Adab Murid terhadap Dirinya Sendiri
1. Meninggalkan pergaulan dengan orang-orang yang jahat, sebaliknya bergaul dengan orang-orang pilihan.
2. Jika hendak berzikir padahal ia telah memiliki keluarga dan telah beranak maka seyogyanya menutup pintu yang dapat menghalangi antara dia dengan istri dan anaknya.
3. Meninggalkan sikap berlebihan baik dalam urusan makan, minum, pakaian, hubungan suami istri.
4. Meninggalkan cinta dunia dan berfikir tentang kehidupan akhirat.
5. Tidak tidur dalam keadaan junub, tetapi sebaliknya selalu dalam keadaan suci punya wudu.
6. Tidak boleh toma (berharap) kepada apa yang ada di tangan manusia lain.
7. Jika rizki sulit didapat, dan hati manusia keras kepadanya, amka bersabarlah, sebab boleh jadi hara dunia berpaling dari murid ketika ia masuk dalam tarekat.
8. Hendaklah ia melakukan muhasabah (intropeksi) dan mendorong jiwanya untuk mengamalkan tarekat.
9. Menydikitkan tidur, terutama di waktu sahur sebab ia adalah waktu ijabah.
10. Menjaga diri agar hanay makan yang hala.
Dan lain-lain …
D. Adab Murid terhadap Sesama Ikhwan atau terhadap Muslim yang lain
1. Mencintai ikhwan tarekat seperti ia mencintai dirinya sendiri.
2. Memulai mengucapkan salam, bersalaman dan berbicara dengan bahasa yang menyenangkan jika bertemu sesama ikhwan.
3. Bergaul sesama ikhwan dengan akhlak yang baik.
4. Bersikap tawadu’ kepada ikhwan.
5. Mencari keridaan mereka dan anda harus memandang mereka lebih baik dari pada anda sendiri, selanjutnya saling menolong dalam kebaikan dan takwa, mencintai Allah dan mendorong mereka dalam apa yang diridai Allah dan anda menunjuki mereka ke jalan yang benar.
6. Menaruh kasih kepada semua ikhwan, hormat kepada yang lebih besar dan sayang kepada yang lebih muda.
7. Bersikap simpatik dan halus dalam upaya menasihati ikhwan jika meraka melakukan pelanggaran.
8. Berbaik sangka kepada ikhwan.
9. Hendaklah menerima permintaan maaf ikhwan yang lain apabila ia minta maaf meskipun ia berdusta, sebab orang yang meminta maaf kepadamu secara terbuka meskipun batinnya marah maka sesungguhnya orang itu telah taat kepadamu dan telah menghormatimu.
10. Mendamaikan dua ikhwan yang bermusuhan.
11. Bersikap benar kepada sesama ikhwan dalam segala kondisi dan jangan lupa mendo’akan mereka dengan ampunan meskipu mereka gaib (tidak ada dihadapan kita).
12. Memberi kelapangan mereka dalam majelis.
13. Bertanya tentang nama kawan kita sekaligus nama ayahnya.
14. Mempertahankan harga diri ikhwan dan menolong mereka meskipun sedang tidak dihadapan kita.
15. Menunaikan janji apabila ia berjanji, sebab sesungguhnya janji termasuk salah satu dari dua pemberian, menurut Ahlussunnah ia adalah utang.
E. Waliyullah
Waliyullah artinya kekasih Allah, orang-orang yang dicintai Allah. Ia selalu diberi hidayah oleh Allah untuk beramal salih dan berdakwah, ia adalah orang-orang salih yang beramal dengan ikhlas.
F. Tanda-tanda Wali Allah
1. Jika kita melihat mereka, mereka mengingatkan kita kepada Allah.
2. Jika mereka tiada, tidak pernah orang-orang mencarinya.
3. Mereka bertaqwa kepada Allah.
4. Mereka saling menyayangi dengan sesamanya.
5. Mereka selalu sabar, wara’ dan berakhlak mulia.
6. Mereka hidup zuhud di dunia.
7. Mereka selalu terhindar ketika ada bencana.
8. Hati mereka selalu terkait kepada Allah.
9. Mereka suka terbiasa bermunajat di akhir malam.
10. Mereka suka menangis dan berzikir mengingat Allah.
11. Jika meraka menghendaki sesuatu, Allah memenuhi keinginannya.
12. Keinginan mereka dapat menggoncangkan gunung.
Karamah
Karamah adalah kejadian luar biasa yang diberikan Allah kepada para wali. Hal itu diberikan sebagai hiburan atau santunan, atau pembekalan ilmu atau sebagai ujian.
Manfaat Karamah
1) Dapat menambah keyakinan kepada Allah.
2) Mengkokohkan kepercayaan masyarakat kepada seorang wali.
3) Adanya karomah merupakan bukti anugrah atau derajat yang diberikan Allah kepada seorang wali, agar pengabdiannya tetap istiqamah.
G. Perbedaan antara Kenabian dan Kewalian
Kenabian adalah jabatan spritual yang diberikan Allah kepada orang-orang pilihan dengan cara Allah memberikan wahyu kepadanya, sementara kewalian adalah kasih sayang Allah kepada orang-orang tertentu karena ia berusaha mujahadah taqarub kepada-Nya sehingga memberikan ilham kepada-Nya.
Kenabian adalah kalam yang datang dari Tuhan sebagai wahyu, bersama-sama ruh dari Tuhan, sebagai wahyu yang dinyatakan dan diperkuat dengan ruh. Kewalian adalah orang dimana Tuhan mempercayakan (waliyah) hadis-Nya. Tuhan membawa wali kepada diri-Nya dengan cara yang berbeda, dan dia mempunyai hadis.
Bukti-bukti Kenabian
Sebagai salah satu indikator pengakuan seseorang sebagai nabi dan rasul adalah adanya mu’jizat. Mu’jizat adalah kejadaian luar biasa yang diberikan Allah kepada seorang nabi atau rasul untuk menguatkan kenabian dan kerasulannya.
Syarat-syarat Mu’jizat
1. Mu’jizat, datangnya harus dari Allah sebagai kejadian luar biasa untuk menguatkan kenabia atau kerasulan seseorang.
2. Mu’jizat harus berupa kejadian luar biasa sehingga tidak ada yang dapat meniru.
3. Mu’jizat harus muncul dari seorang nabi agar dapat dijadikan bukti bagi risalahnya.
4. Mu’jizat harus diiringi dengan pengakuan kenabian, baik secara hakekat atau hukum. Biasanya didahului dengan kejadiaan luar biasa yang disebut irhash.
5. Mu’jizat harus sesuai dengan situasi dan kondisi di masa timbulnya, kalau tidak, maka pungsinya berubamenjadi ihanah, seperti yang terjadi pada Musilamah al-Kazzab.
6. Para penentang risalah tidak bisa mendatangkan yang sepertinya, jika bisa, maka mu’jizat itu palsu.
7. Mu’jizat boleh bertentangan dengan hukum alam.
Ma’unnah, Ihanah, Istidraj, Irkhas, Sihir, Sya’udah dan Garaib al-Mukhtari’ah.
Ma’unah adalah kejadian luar biasa yang diberikan Allah kepada orang awam untuk melepaskan dirinya dari kesulitan.
Ihanah adalah kejadian luar biasa yang diberikan kepada seorang pembohong yang mengaku sebagai nabi, seperti yang pernah diberikan kepada Musailamah al-Kazzab.
Sedangkan Istidraj adalah kejadian luar biasa yang diberikan kepada orang fasik yang mengaku sebagai wakil Tuhan dengan mengemukakan berbagai dalil untuk menguatkan kebohongannya. Adapaun Irkhas adalah kejadian luar biasa yang diberikan Allah kepada calon nabi.
Sihir adalah suatu cara yang dapat menampilkan berbagai perbuatan yang aneh bagi yang tidak mengerti seluk beluknya, tetapi sebenarnya seluk beluknya itu dapat dipelajari.
As-Sya’udah adalah kejadiaan ;luar biasa yang biasa timbul di tangan seseorang, sehingga menampakan pesona dan kekaguman bagi yang melihatnya, meskipun kejadian itu tidak terjadi.
Garaib al-Mukhtariah adalah karya atau ucapan manusia disebabkan ilmu pengetahuan dan teknologi tertentu, seperti radio, televisi dan telepon, hp dan lain-lain.
TARIQAH QADIRIYYAH NAQSYABANDIYYAH
Sebagaimana telah disinggung di atas, kelahiran Tariqah
Qadiriyyah Naqysabandiyyah (TQN) tidak dapat dilepaskan dari
ketokohan Syekh Ahmad Khatib al-Sambasi yang dianggap
sebagai pendirinya. Dia berasal dari Kampung Dagang (ada yang
mengatakan dari Kampung Asam) di daerah Sambas Kalimantan
Barat. Nama lengkapnya: Syekh Ahmad Khatib ibn Abdl al-
Gaffar al-Sambasi al-Jawi. Tidak ada catatan bilakah dia
dilahirkan. Tetapi sejak perempat kedua abad ke-19 M. dia
menetap di kota suci Mekah sampai akhir hayatnya pada tahun
1875 M. Di kota suci inilah dia belajar pelbagai ilmu agama Islam
hingga dia menjadi seorang ulama besar yang mengajar di Masjidil
Haram Mekah. Di antara gurunya ialah Syekh Daud ibn Abdullah
al-Fathani, seorang ulama besar penyusun pelbagai kitab di bidang
fiqh, ushuluddin, dan tasawuf, yang hidup di Mekah semasa dengan
Syekh Muhammad Arsyal al-Banjari (W. 1812 M.) dan Syekh Abd
al-Shamad al-Falimbani (W. 1800 M.) Selama mengajar di Mesjid
al-Haram, Ahmad Khatib Sambas juga banyak mempunyai
murid yang terkenal. Di antaranya ialah Syekh Nawawi al-
Bantani, pengarang banyak kitab agama dan dijuluki sebagai
“Sayyid ‘Ulama al-Hijaz” (pemimpin para ulama di Hejaz).
Ketokohan Syekh Ahmad Khatib Sambas yang menonjol
adalah di bidang tasawuf. Banyak “legenda” yang beredar di
masyarakat tentang kekeramatannya sejak kecil. Snouck
Hurgronje mencatat dalam bukunya “Mekkah in the later part of
the Nineteenth Century” bahawa Khatib Sambas sebagai
pemimpin tertinggi Tariqah Qadiriyah yang berpusat di Mekah
waktu itu. Menurut Naquib al-Attas, dia juga seorang syeikh
(pemimpin) Tariqah Naqsyabandiyah di samping kedudukann
sebagai seorang syeikh Tariqah Qadiriyyah. Sebagai pemimpin
tertinggi Tariqah Qadiriyyah di Mekah, dia menggantikan
gurunya, Syeikh Syamsuddin, yang telah mengangkat Khatib
Sambas sebagai “mursyid” yang akan menggantikannya bila dia
wafat. Dengan status inilah, dia banyak mempunyai murid-murid
pemimpin tariqah yang menyebarkan Tariqah Qadiriyyah
Naqsyabandiyyah di Nusantara pada abad ke-19 M.
Sebagai pemimpin tariqah, Syeikh Ahmad Khatib Sambas
menulis sebuah buku berjudul Fathul Arifin, yang berisi pedoman
praktikal bagi para pengikutnya dalam mengamalkan tariqahnya.
Dalam kitab tersebut, terdapat penegasan pengarangnya bahawa
tariqahnya berdasarkan atas lima macam tariqah, yaitu:
Naqsyabandiyah, Qadiriyah, Anfasiyah, Junaydiyah, dan
Muwafaqah. Kelima macam tariqah tersebut masing-masing
mempunyai keunikan, yang digunakan dalam tariqah ini.
Naqsyabandiyah dengan zikir khafi (diam)nya, Qadiriyyah dengan
zikir jahar (nyaringnya), Anfasiyah dengan zikir peredaran nafas,
Junaydiyah dengan zikirnya pada setiap hari selama seminggu
dengan lafaz-lafaz tertentu, dan Muwafaqah dengan zikir Asma ul-
Husna. Semuanya mendapat tempat dalam pengamalan tariqah
ini (TQN). Mungkin karena inti pengamalan tariqah ini pada zikir
jahar dan zikir khafi pada setiap habis shalat fardhu yang keduanya
merupakan inti ajaran Tariqah Qadiriyyah dan Naqsyabandiyah,
maka tariqah ini dinamai TQN. Penonjolan kedua tariqah tersebut
juga tampak dalam “tawassul” yang digunakan dalam tariqah ini.
Khusus untuk kalangan para syekh dalam Tariqah Qadiriyyah
disebutkan lebih dahulu antara lain: Syekh ‘ Abd al-Qadir al-Jilani,
Abu al-Qasim al-Baghdadi, Siri al-Saqathi, Ma’ruf al-Karkhy;
sedangkan khusus untuk kalangan para syekh dalam Tariqah
Naqsyabandiyah disebutkan sesudahnya, antara lain: Syekh Abu
Yaid al-Bisthami, Yusuf al- Hamdany, Bahauddin al-Naqsyabandi
dan Al-Imam al-Rabbany (Syekh Ahmad Faruqi Sirhindi).
Mendahulukan nama Qadiriyah daripada nama Naqsyabandiyah.
Dalam nama tariqah ini (TQN) juga berdasarkan silsilah yang
digunakan Khatib Sambas, sewaktu mengajarkan ajaran tariqah
kepada para muridnya. Para murid inilah yang mengembangkan
tarekat ini di Indonesia dengan bersumber pada silsilah Tariqah
Qadiriyah, bukan Naqsyabandiyah. Dalam silsilah tersebut
ditegaskan bahawa dia (Khatib Sambas) menerima dari Syekh
Samsudin dari Syekh Muhammad Murad dari Syekh Abdul
Fattah daTi Syekh ‘Usman daTi Syekh , Abd aI-Rahim Syekh
Abu Bakar dari Syekh Nuruddin dari Syekh Syarf al-Din dari
Syekh Syamsuddin dari Syekh Muhammad Hataak dari Syekh
Abd al-’ Aziz dari Syekh Abd al-Qadir al-Jaylani dari Syekh Abi
Sa’id al-Mahzumi dari Syekh Abi Hasan al-Hakari dari Syekh Abu
al-Faraj al- Thartusyi dari Syekh Abd al- Wahid al- Tamimi dari
Syekh Abu Bakar al- Syibli dari Syekh Abu al-Qasim Junayd al-
Baghdadi dari Syekh Sari al- Saqathi dari Syekh Ma’ruf al-Karkhi
dari Syekh Abu al-Hasan’ Ali al- Ridha dari Musa al-Kazhim dari
Ja’far al-Shadiq dari Muhammad al-Baqir dari Zainal Abidin dari
Husin ibn Ali dari Ali ibn Abi Thalib dari Nabi Muhammad saw.
Dengan demikian, jelaslah bahwa Tariqah Qadiriyyah
Naqsyabandiyyah (TQN) adalah Tariqah Qadiriyah yang
dikembangkan oleh Syekh Ahmad Khatib as-Sambasi dengan
mengambil beberapa bentuk amalan dari pelbagai tariqah lainnya,
terutama dari Tariqah Naqsyabandiyah, yang juga pernah
diterimanya.
RIWAYAT SINGKAT SYEIKH TOLHAH BIN THOLABUDDIN
�� Lahir di Desa Trusmi, kecamatan Weru, Kabupaten
Cirebon di perkirakan tahun 1825.
�� Ayahnya bernama KH. Tolabuddin, lahir di Desa Trusmi
putera dari KH. Radpuddin keturunan Pangeran Trusmi
putera Sunan Gunungjati.
�� Mengikuti pendidikan agama, diawali di Pesantren
Rancang (pesantren ayahnya), kemudian melanjutkan ke
Pesantren Ciwaringin (semuanya masih diwilayah
Kabupaten Cirebon) kemudian melanjutkan ke Pesantren
Lirboyo di Ponorogo-Jawa Timur, kemudian meneruskan
di Gresik-Jawa Timur, dari Gresik pulang dahulu
mengajar di Pesantren Rancang mrmbsntu ayahnya.
Selanjutnya pergi menunaikan ibadah Haji dan terus
mukim di Mekkah, mempelajari Tasawuf dan Tariqah
dari Syekh Ahmad Khatib Sambas Ibn. Abdul Gaffar
khusus tentang Tariqah Qadiriyah Naqsyabandiyah
(TQN) hingga mencapai kedudukan sebagai wakil Talqin
dan membantu Syekh Ahamd Khatib Sambas beberapa
waktu lamanya.
�� Diperkirakan tahun 1873 kembali dari Mekah mengajar
di Pesantren Rancang.
�� Sekitar tahun 1876 mendirikan pesantren di Begong,
Desa Kalisapu, Kabupaten Cirebon.
�� Berangkat ke Mekah untuk kedua kalinya, kembali dari
Mekah berhenti beberapa waktu lamanya di Singapura
kerana kapalnya rusak. Sempat memberi pelajaran
tentang TQN di Singapura.
�� Dari pernikahan dengan isteri-isterinya dikaruniai anak 18
laki-laki, 8 perempuan dan punya cucu 69 orang
(sebagian kecil masih hidup)
�� Menjadi penasihat dan pembimbing keagamaan di
Kesultanan Kasepuhan Cirebon, Bupati Kuningan 1892
dan bagi para pejabat tinggi pemerintahan dan para
bangsawan di Cirebon.
�� Meninggal dunia tahun 1935 dimakamkan di kompleks
pemakaman Gunungjati.
RIWAYAT SINGKAT SYEKH ABDULLAH MUBAROK
BIN NUR MUHAMMAD (ABAH SEPUH)
�� Lahir sekitar tahun1836 di Kampung Cicalung, Desa
Bojongbentang Kecamatan Pagarageung, Kabupaten
Tasikmalaya.
�� Ayahnya bernama Rd. Nur Muhammad alias Nurpraja
alias Eyang Upas. Ibunya bernama Ny. Emah
�� Mengikuti pendidikan agama pertama kali di Pesantren
Sukamiskin (Kabupaten Bandung). Setelah mendirikan
Pesantren Tundangan dekat Kota Tasikmalaya kemudian
melanjutkan menambah ilmu, iaitu memperdalam ilmu
Tasawuf dan Tariqah kepada Syekh Tolhah di Begong,
Kalisapu dan Trusmi di Cirebon selama 23 tahun.
�� Berkunjung ke Syekh Kholil di Madura sambil
menambah ilmu atas ajaran syekh Tolhah.
�� Mendirikan pesantren Godebag yang kemudian diganti
menjadi Suryalaya tahun 1905 atas saran Syekh Tolhah.
�� Diangkat sebagai Wakil Syekh Tolhah, kemudian
ditetapkan sebagai penggantinya sekitar tahun 1900.
Pelantikan dilaksanakan di rumah Syekh Tolhah di
Trusmi (dekat dengan Pangeran Trusmi putera Sunan
Gunungjati)
�� Tahun 1935 Syekh Mubarok secara definitif sebagai
Khalifah TQN di Jawa Barat berkedudukan di Suryalaya-
Tasikmalaya
�� Beberapa kali pergi Haji dan pernah bermukim di Mekah
sekalipun tidak lama.
�� Memilki keahlian dalam bidang pertanian, pengarian dan
perkikanan di luar ilmu agama. Irigasi pedesaan sepanjang
2 km berhasil dibangun.
�� Menjadi guru, pembimbing dan penasehat Bupati
Tasikmalaya, Ciamis dan Bandung tahun 1910 hingga
tahun 1930 serta para pejabat tinggi pemerintah dan
perwira TNI pada masa perang kemerdekaan 1945-1949
dan berlanjut hingga tahun 1956.
�� Berhasil mengusahakan pembuburan Negara Pesundan
dan Republik Indonesia serikat tahun 1950 serta
mengembalikan Pemerintah Propinsi Jawa Barat Republik
Indonesia dengan dipimpin Gubernur Sewaka.
RIWAYAT SINGKAT SYEIKH KIYAI H AHMAD
SHOHIBULWAFA TAJUL ARIFIN (ABAH ANOM)
�� Lahir tanggal 1 Januari 1915 di Kampung Godebag/
Suryalaya, Desa Tangjungkerta, Kecamatan Pagarageung,
Kabupaten Tasikmalaya.
�� Ayahnya bernama Syekh H. Abdullah Mubarok Bin Nur
Muhammad, Ibunya bernama Hj. Juhriyah.
�� Mengikuti pendidikan umum di Sekolah Dasar Zaman
Belanda (Vervoleg School) di Ciamis (1923-1929), masuk
Madrasah Tsanawiyah di Ciawi Kabupaten Tasikamalya
(1929-1931), menambah ilmu agama di Pesantren
Cicariang di Kabupaten, Cianjur, kemudian di Gentur –
Cianjur, kemudian ke Jambudiba –Cianjur, kemudian di
Pesantren Cireungas-Cimalati Kabupaten Sukabumi
(khusus ilmu Hikmat, ilmu tarekat dan ilmu beladiri,
Silat) dari KH. Aceng Mumu, kemudian di Pesantren
Citengah –Panjalu Kabupaten Ciamis.
�� Melaksanakan riyadah dan ziarah ke makam para wali
atas perintah ayahnya sambil menimba ilmu di Pesantren
Kaliwungu-Kendal-Jawa Tengah, kemudian di Bangkalan
Madura bersama kakak kandungnya H.A Dahlan dan
wakil Abah Sepuh KH Pakih dari Talaga Majalengka.
Kandungan
Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Suryalaya 271
�� Tahun 1938 menunaikan ibadah haji ke Mekah bersama
KH. Simri Hasanudin (keponakannya yang kemudian
menjadi Kepala Desa Tanjungkerta)
�� Di Mekah selama 7 bulan memperdalam ilmu Tasawuf
dan Tariqah kepada Syekh H. Romli asal Garut, wakil
Abah Sepuh yang mukim di Jabal Gubeys, Mekah.
�� Tahun 1939 membantu ayahnya mengajar di Pesantren
Suryalaya, 1945-1949 turut berjuang menegakkan
kemerdekaan.
�� Tahun 1953 ditugaskan memimpin Pesantren Suryalaya
sekaligus diangkat sebagai wakil Abah Sepuh.
�� Tahun 1953-1962 turut aktif mengatasi gangguan
keamanan yang diakibatkan oleh gerombolan DI/TII
Karto Suwiryo bersama pasukan TNI Yon 329/11 April
Resimen Gunungjati. Mendapat penghargaan atas jasa di
bidang keamanan.
�� Tahun 1962-1995 aktif membantu pemerintah
melaksanakan pembangunan dalam bidang : Pertanian,
Pendidikan, Lingkungan Hidup, Sosoial, Kesehatan,
Koperasi dan Politik. Banyak menerima penghargaan dari
pemerintah untuk bidang-bidang tersebut, seperti Satya
Lencana Bakti Sosial, Kabupaten dan lain-lainnya.
�� Sejak tahun 1980 hingga sekarang telah membangun 22
Inabah (Rehabilitasi remaja korban Narkotika) dan
menyembuh +9000 remaja sakit akibat Narkotika,
Inabah tersebar di Singapura dan Malaysia.
�� Berhasil mengembangkan TQN ke luar negara
(Singapura, Malaysia, Brunei dan Thailand)
TUJUAN TARIQAH QADIRIYYAH NAQSYABANDIYYAH
Setidaknya ada empat ajaran pokok dalam TQN, iaitu
�� Kesempurnaan suluk
�� Adab murid terhadap mursyid
�� Zikrullah
�� Muraqabah
Tetapi inti ajaran TQN adalah Muraqabah ertinya
mendekatkan diri ke-pada Allah dengan ajaran berbagai amalan
dan Riyadhah; yang paling prinsip adalah dengan cara berzikir,
sebagaimana sabda Imam Ali:
“Cara terbaik dan tercepat untuk sampai kepada Allah adalah
zikrullah.”
Secara skema, sanad dan silsilah TQN dapat dilihat dalam
rajah berikut:
1. Allah swt
2. Jibril ‘alaihissalam
3. Muhammad saw
QADIRIYYAH NAQSYABANDIYYAH
4. Ali bin Abu Thalib 4. Abu Bakar Siddiq ra.
5. Husain Ibn ‘Ali 5. Salman Al-Farisi
6. Zainal Abidin 6. Qasim Ibnu Muhd Ibn Abu
Bakar
7. Muhammad Baqir 7. Imam Ja’far Al-Sadiq
8. Ja’far Al-Sadiq 8. Abu Yazid al-Bustam
9. Musa Al-Kazhim 9. Abu Hasan Kharqani
10. Ali Ibnu Musa al-Ridha 10. Abu Ali Al-Farmadi
11. Ma’ruf al-Karkhi 11. Syekh Yusuf Al-Hamdani
12. Sirri Al-Saqati 12. Abdul Khaliq Al-Gazdawi
13. Abu Al-Kasim Junaid 13. Arif Riya Qari
Al-Baghdadi
14. Abu Bakar Al-Sibli 14. Muhammad Anjari
15. Abdul Wahid Al-Tamimi 15. Ali Ramli Tamimi
16. Abu Al-Farraj Al-Turtusi 16. M. Baba Sammasi
17. Abdul Hasan Ali Al- 17. Amir Kulaili
Karakhi
18. Abu Sa’id Mubarok 18. Bahaudin an-Naqsyabandi
Al-Majzumi
19. Syekh Abdul Kadir 19. M. Alauddin al-Tari
Al-Jailani
20. Abdul Aziz 20. Ya’qub Jareki
21. M. Mattaq 21. Ubaidillah Ahrari
22. Syamsuddin 22. M. Zahidi
23. Syarifuddin 23. Darwisi Muhammad
Baqibillah
24. Nuruddin 24. A. Faruqi Al-Sirhindi
25. Waliyuddin 25. Al-Maksum al-Sirhindi
26. Hisyamuddin 26. Saifuddin Afif
Muhammad
27. Yahya 27. Nur Muhammad Badawi
28. Abu Bakar 28. Syamsuddin Habibullah
Janjani
29. Abdul Rahim 29. Abdullah Al-Dahlawi
30. Usman 30. Abu Said Al-Ahmadi
31. Abdul Farrah 31. Ahmad Said
32. Muhammad Murad 32. M. Jan Al-Makki
33. Syamsuddin 33. Khalid Hilmi
34. A. Khatib Al-Sambasi
35. Syekh Tolhah Cirebon
36. Abdullah Mubarok Bin Nur Muhammad (Abah Sepuh)
37. KH Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin (Abah Anom)
sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar