Assalamualaikum Wr. Wb

Kamis, 26 April 2012

Peran Tasawuf dalam Kehidupan Modern


A. Pengertian Tasawuf

Dari segi bahasa, para ahli memberikan berbagai pengertian tentang tasawuf, namun dari beberapa pengertian itu dapat disimpulkan, bahwa tasawuf adalah sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan selalu bersikap bijaksana. Sikap jiwa yang demikian itu pada hakikatnya adalah akhlak yang mulia.


Sedangkan pengertian tasawuf dari segi istilah atau menurut pendapat para ahli tasawuf sangat tergantung kepada sudut pandang yang digunakan oleh masing-masing pakar. Jika memandang mausia sebagai makhluk yang harus berjuang, maka tasawuf dapat didefinisikan sebagai "upaya memperindah diri dengan akhlak yang bersumber dari ajaran agama dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Swt."

B. Pengertian dan Ciri Masyarakat Modern


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata "masyarakat" diartikan "pergaulan hidup manusia (himpunan orang yang hidup bersama di suatu tempat dengan ikatan-ikatan aturan yang tertentu), sementara kata "modern" diartikan "terbaru, secara baru, mutakhir". Dengan demikian secara harfiah kata "masyarakat modern" dapat dimaknai dengan "suatu himpunan orang yang hidup bersama di suatu tempat dengan ikatan-ikatan aturan tertentu yang bersifat mutakhir". Selanjutnya Deliar Noer memberikan ciri-ciri modern sebagai berikut :

Bersifat rasional, yaitu lebih mengutamakan pendapat akal fikiran dari pada pendapat emosi, sebelum melakukan pekerjaan selalu dipertimbangkan untung ruginya dan pekerjaan tersebut secara logika dipandang menguntungkan.
Berfikir untuk masa depan yang lebih jauh, tidak hanya memikirkan masalah yang bersifat sesaat, tetapi juga selalu melihat dampak sosialnya secara lebih jauh.
Menghargai waktu, yaitu selalu melihat waktu adalah sesuatu yang sangat berharga dan perlu dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Bersikap terbuka, yaitu mau menerima saran, masukan, baik berupa kritik, gagasan dan perbaikan dari manapun.
Berfikir objektif, yaitu melihat segala sesuatu dari sudut fungsi dan kegunaannya bagi masyarakat.C.

PROBLEMATIKA MASYARAKAT MODERN

Masyarakat modern memiliki sikap hidup materialistik (mengutamakan materi), hedonistik (memperturutkan kesenangan dan kelezatan syahwat), totaliteristik (ingin menguasai semua aspek kehidupan) dan hanya percaya kepada rumus-rumus pengetahuan empiris saja serta sikap hidup positivistis yang berdasarkan kemampuan akal pikiran manusia tampak jelas menguasai manusia yang memegang ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada diri orang-orang yang berjiwa dan bermental seperti ini, ilmu pengetahuan dan teknologi modern memang sangat mengkhawatirkan, karena mereka yang akan menjadi penyebab kerusakan di atas permukaan bumi, sebagaimana Firman Allah Swt. dalam surat ar-Rum ayat 41 :


ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ


Artinya : Telah tampak kerusakan di darat dan dilaut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah Menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).


Dari sikap mental seperti di atas, kehadiran ilmu pengetahuan dan teknologi telah melahirkan sejumlah problematika masyarakat modern. Promblematika yang muncul antara lain :

Penyalahgunaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Ikatan spriritual terlepas dari ilmu pengetahuan dan teknologi, akibatnya kemampuan membuat senjata telah diarahkan untuk tujuan menjajah bangsa lain.
Pendangkalan Iman. Lebih mengutamakan keyakinan kepada akal pikiran dari pada keyakinan religius.
Desintegrasi Ilmu Pengetahuan. Adanya spesialisasi di bidang ilmu pengetahuan, masing-masing ilmu pengetahuan memliki paradigma sendiri dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
Pola Hubungan Materialistik. Memilih pergaulan atau hubungan yang saling menguntungkan secara materi.
Menghalalkan segala cara. Dalam menjcapai tujuan mengenyampingkan nilai-nilai ajaran agama.
Kepribadian yang terpecah (split personality). Karena kehidupan manusia modern dibentuk oleh ilmu pengetahuan yang coraknya kering dari nilai-nilai spiritual dan terkotak-kotak, akibatnya manusia menjadi pribadi yang terpecah. Jika proses keilmuan yang berkembang tidak berada di bawah kendali agama, maka proses kehancuran pribadi manusia akan terus berjalan. Dengan demikian, semua kekuatan yang lebih tinggi untuk menibgkatkan derajat kehidupan manusia akan hilang, sehingga tidak hanya kehidupan saja yang mengalami kemerosotan, tetapi juga tingkat kecerdasan dan moral.
Stress dan Frustasi. Jika tujuan tidak tercapai, sering berputus asa bahkan tidak jarang yang depresi.
Kehilangan Harga Diri dan Masa Depan. Jika kontrol nilai-nilai agama telah terlepas dari kehidupan, maka manusia tidak lagi punya harga diri dan masa depan.
Eric Fromm mengatakan bahwa, karakter masyarakat modern diwarnai oleh orientasi pasar, di mana keberhasilan seseorang tergantung kepada sejauh mana nilai jualnya di pasar. Masyarakat modern bagaikan penjual dirinya sekaligus sebagai komunitas yang siap dijual di pasar. Oleh karena itu penghargaan atas diri manusia itu ditentukan oleh nilai jualnya di pasar, akibatnya setiap orang termotivasi untuk berjuang keras menjadi pekerja sukses dan kaya, demi penegasan atas keberhasilannya. Kemakmuran melambangkan tingginya nilai jual, sementara kemiskinan dimaknai sebaliknya. 


Kebaikan, kejujuran, kesetiaan pada kebenaran dan keadilan sudah bagai tidak bernilai jika tidak memberikan manfaat untuk kesuksesan dan kemakmuran. Jika kondisi ekonomi seseorang tidak makmur, maka dinilai sebagai orang yang belum sukses, bahkan gagal dalam kehidupan. Keadaan seperti ini menandakan masyarakat modern, masyarakat yang mengalami keterasingan (aliensi), mereka tidak lagi berpijak kepada kualitas kemanusiaan, melainkan berpatokan kepada keberhasilan dalam mencapai kekayaan materi.


Kondisi ini memalingkan kesadaran manusia sebagai makhluk termulia. Keutamaan dan kemuliaan menyatu dengan kekuatan kepribadian, tidak bergantung pada sesuatu yang ada di luar dirinya. Oleh karena itu masyarakat modern mengalami depersonilisasi kehampaan dan ketidakbermaknaan hidup. Keberadaannya tergantung kepada pemilikan dan pengasaan symbol kekayaan, keinginan mendapatkan harta yang berlimpah melampaui komitmennya terhadap solidaritas sosial. Hal ini didorong oleh pandangan bahwa orang yang banyak harta merupakan manusia unggul.


D. Relevansi Tasawuf dalam Kehidupan Modern


Banyak cara yang diajukan para ahli untuk mengatasi problematika masyarakat modern dan salah satu cara yang hampir disepakati para ahli adalah dengan cara mengembangkan kehidupan yang berakhlak dan bertasawuf. Salah satu tokoh yang begitu sungguh-sungguh memperjuangkan akhlak tasawuf bagi mengatasi masalah tersebut adalah Husein Nashr. Menurutnya, faham sufisme ini mulai mendapat tempat di kalangan masayarakat (termasuk masyarakat barat) karena mereka mulai mencari-cari dimana sufisme yang dapat menjawab sejumlah masalah tersebut.

Sufisme perlu dimasyarakatkan pada kehidupan modern yang sekarang karena terdapat 3 tujuan yang penting yaitu :
Turut serta terlibat dalam berbagai peran dalam menyelamatkan kemanusiaan dari kondisi kebingungan akibat hilangnya nilai-nilai spiritual.
Memperkenalkan literatur atau pemahaman tentang aspek esoterik (kebatinan) Islam, baik terhadap masyarakat islam yang mulai melupakannya maupun non islam, khususnya terhadap masyarakat barat.
Untuk memberikan penegasan kembali bahwa sesungguhnya aspek esoterik Islam, yakni sufisme, yaitu jantung dari ajaran islam sehingga bila wilayah ini kering dan tidak berdenyut , maka keringlah aspek-aspek lain ajaran islamRelevansi Tasawuf dengan problem manusia modern adalah karena Tasawuf secara seimbang memberikan kesejukan batin dan disiplin syari’ah sekaligus. Ia bisa difahami sebagai pembentuk tingkah laku melalui pendekatan Tasawuf suluky, dan bisa memuaskan dahaga intelektuil melalui pendekatan Tasawuf falsafy. Ia bisa diamalkan oleh setiap muslim, dari lapisan sosial manapun dan di tempat manapun. Secara fisik mereka menghadap satu arah, yatiu Ka’bah, dan secara rohaniah mereka berlomba lomba menempuh jalan (tarekat) melewati ahwal dan maqam menuju kepada Tuhan yang Satu, Allah SWT. Tasawuf adalah kebudayaan Islam, oleh karena itu budaya setempat juga mewarnai corak Tasawuf sehingga dikenal banyak aliran dan tarekat.Telah disebut di muka bahwa berTasawuf artinya mematikan nafsu dirinya untuk menjadi Diri yang sebenarnya. Jadi dalam kajian Tasawuf, nafs difahami sebagai nafsu, yakni tempat pada diri seseorang dimana sifat-sifat tercela berkumpul, Al Ashlu Al Jami` Li As Sifat Al Mazmumah Min Al Insan. Nafs juga dibahas dalam kajian Psikologi dan juga filsafat. Dalam upaya memelihara agar tidak keluar dari koridor Al-Qur’an maka baik Tasawuf maupun Psikologi (Islam) perlu selalu menggali konsep nafs (dan manusia) menurut Al-Qur’an dan hadis. 


Intisari ajaran tasawuf sebagaimana paham mistisme dalam agama-agama lain adalah bertujuan memperoleh hubungan langsung dan disadari dengan Tuhan, sehingga seseorang merasa dengan kesadaranya itu berada di kehadirat-Nya. Upaya ini antara lain dilakukan kontemplasi, melepaskan diri dari jeratan dunia yang senantiasa berubah dan bersifat sementara. Sikap dan pandangan sufistik ini sangat diperlukan oleh masyarakat modern yang mengalami jiwa yang terpecah sebagaimana disebutkan, asalkan pandangan terhadap tujuan tasawuf tidak dilakukan secara ekslusif dan individual, melainkan berdaya aplikatif dalam meresponi berbagai masalah yang dihadapi.

Kemampuan berhubungan dengan Tuhan ini dapat mengintegrasikan seluruh ilmu pengetahuan yang tampak berserakan karena melalui tasawuf ini seseorang disadarkan bahwa sumber segala yang ada ini berasal dari Tuhan. Dengan adanya bantuan tasawuf ini, maka ilmu pengetahuan satu dan lainya tidak akan bertabrakan karena ia berada dalam satu jalan dan satu tujuan. Selanjutnya tasawuf melatih manusia agar memiliki ketajaman batin dan kehalusan budi pekerti. Sikap batin dan kehalusan budi yang tajam ini menyebabkan ia akan selalu mengutamakan pertimbangan kemanusiaan pada setiap masalah yang dihadapi dengan demikian ia akan terhindar dari melakukan perbuatan perbuatan yang tercela menurut agama

selanjutnya ajaran tawakkal pada Tuhan menyebabkan ia memiliki pegangan yang kokoh, karena ia telah mewakilkan atau menggadaikan dirinya sepenuhnya pada Tuhan, sikap tawakkal ini akan mengatasi sikap stress yang dialami oleh manusia. Sikap materialistic dan hedonistic yang merajalela dalam kehidupan modern ini dapat diatasi dengan menerapkan konsep zuhud, yang pada intinya sikap yang tidak mau diperbudak atau terperangkap oleh pengaruh duniawi yang sementara itu. Jika sikap ini tidak mantap, maka ia tidak akan berani menggunakan segala cara untuk mencapai tujuan , sebab tujuan yang ingin dicapai dalam tasawuf adalah menuju Tuhan, maka caranyapun harus ditempuh dengan cara yang disukai Tuhan.

Demikian pula ajaran uzlah yang terdapat dalam tasawuf yaitu usaha mengasingkan diri dari terperangkat oleh tipu daya keduniaan, dapat pula digunakan untuk membekali masyarakat modern agar tidak menjadi sekruft dari mesin kehidupan. Yang tidak tahu lagi arahnya mau dibawa kemana. Tasawuf dengan konsep uzlahnya itu berusaha membebaskan manusia dari perangkap-perangkap kehidupan tapi ia tetap mengendalikan aktivitasnya sesuai dengan nilai-nilai ketuhanan, dan bukan sebaliknya larut dalam pengaruh keduniaan. Terakhir problematika masyarakat modern diatas adalah sejumlah manusia yang kehilangan masa depanya, merasa kesunyian dan kehampaan jiwa di tengah-tengah derunya laju kehidupan.

Abad yang berkembang telah tiba, teknologi yang modern semakin berkembang. Perkembangannya seiring dengan perubahan waktu. Siapa yang tidak bisa mengejar perkembangan berarti ketinggalan zaman. Inilah perkataan yang memancing kita terjerumus terjun ke dalam tawaran kemodernismean.

Modernisme merupakan tanda kemajuan dan moderniame juga merupakan tanda kemunduran suatu bangsa. Perkembangan dalam berbagai bidang, dari bidang ekonomi sampai bidang teknologi. Hal telah banyak membuat kita lupa akan daratan kita –tujuan awal– yang sejak awal kita bangun. Kenyataannya, modernisme makin hari membawa diri kta terselubungi dengan perkembangan teknologi.

Efeknya, penghayatan terhadap Islam mulai digantikan dengan penghayatan duniawi yang serba ingin modern. Prinsip materiaistik memenuhi otak pikiran, yang melepaskan kontrol agama dan kebebasan bertindak demi memenuhi modernisme telah berkuasa untuk mengalahkan terapi sufisme atau tasawuf.
Masyarakat modern semakin mendewakan keberadaan ilmu pengetahuan, maka seakan-akan kita berada pada wilayah pinggiran yang bermadzab ke-barat-an dan bahkan kita hampir-hampir kehilangan visi kailahian. Hal inilah yang membuat kita makin stress dan gersang hati kita dengan dunia, akibat tidak mempunyai pegangan hidup.

Dalam teori kesuksesan yang diterapkan oleh Ary Gynanjar yang mengilustrasikan keberadaan diri kita sudah dan telah memiliki kekuatan atau kemampuan yang berupa IQ, EQ dan SQ. Yang mana, ketika kemampuan itu membentengi manusia dalam hariannya untuk menjadi manusia yang sukses atau manusia yang kamil. Untuk itulah, teori yang diterapkan oleh Ary Gynanjar harus diseimbangkan dalam diri personal. Sebab, akibat yang ditimbulkan dari ketidakseimbangan tersebut akan merubah diri seorang hidup tanpa peganggan yang lari sana dan lari sini, ikut sana dan ikut, tidak punya prinsip yang diandalkan.

Wujud dari kemampuan manusia, umunnya berupa kekuatan ekonomi, teknologi, dan kekuatan ibadiyah. Wajar sekali, kekuatan ekonomi dan teknologi saat ini sangat diperlukan bagi penunjang keberhasilan umat Islam demi menjaga dan mengangkat harkat dan martabat umat itu sendiri. Hal ini disebabkan maraknya perkembangan dan kebutuhan duniawi yang marak juga. Maka dari itu, keselamatan seseorang ditentukan oleh pribadi masing-masing, di mana ia semakin menjaga martabat Islam, semakin pula dirinya terjaga dari arus besarnya kemodernismean.

Keseimbangan memang dibutuhkan, tapi realita yang terjadi ketika insan bertaqorub ilahirobbi yang mana mereka menjalani hidup penuh dengan nuasa tasawuf tidak disertai yang namanya EQ. Sehinga yang terjadi, mereka hanya bisa dekat dengan Tuhannya tapi tidak dekat dengan lingkungannya yakni masyarakat sekitarnya. Sebagai muslim yang beritikad shaleh untuk agama, berkeyakinan baik dengan adanya perkembangan zaman, hendaknya menyeimbangi pekembangan tersebut bukan mengikuti bahkan terpengaruh perkembangan zaman. Untuk itu, pertebal kekuatan keilmuan untuk menyeimbangi perkembangan zaman. Perlu kita ingat sejenak dalam surat al-Fajr ayat 27-30 yang artinya: “Wahai jiwa yang tenang, kembalilah pada Tuhanmu dengan puas dan diridhoi Allah, masuklah ke dalam golonganku (yang beramal shaleh), dan masuklah ke dalam surgaku”. Ayat ini bisa kita renunggi, tatkala kita terbawa arus modernisme, hendaklah dan segerahlah kembali ke jalan Allah.

Sekularitas Tasawuf menjadi jawaban ini semua, harapan terbesar dengan keberadaan buku ini, menjadikan manusia berpaling sejenak untuk mangapai lagi sifat keilahiannya yang sering kali pudar dengan modernisme. Ajakan dan rayuan semata, telah membutakan sekilas perjuangan yang selama ini kita rintis. Seyogyanya kemampuan mengeksistensikan kembali tasawuf-lah yang bisa menyayat sedikit gemerlap hujatan hitam di dunia modern ini.

Mari kita buka, lembar per lembar simbol-simbol Islam telah dipakai untuk menutupi kekhilafan mereka. Tameng Islam yang suci menjadi korban simbolistik mereka. Memang bentul, Islam sangat demokrasi pada umatnya tapi sudahkah kita adil dalam meninteraksikan konsep kebangsaan dalam keagamaan. Sehingga terciptalah konsep baru yang lebih moderat terhadap lingkungan masyarakkat kita.

Penjelasan yang sama, berintikan pada keseimbangan tercakup dalam teori ESQ tersebut menjadikan interaksi dengan sesama manusia bisa terjalin damai. Sebagaimana tasawuf merupakan bagian dari agama Islam yang mana merupakan jalan menuju pendekatan kepada Allah swt. Selama ini, tasawuf dipandang sebelah mata oleh sebagian umat Islam sendiri. Mereka beranggapan, seorang yang bertasawuf malah tidak kenal dengan dunia, tidak kenal toleransi, dan lainnya. Sebenarnya, jika diamati secara seksama justru dengan bertasawuf semakin banyak nilai, kesusilaan dan norma yang dilahirkan dari tubuh tasawuf.

Realitanya, yang dikatakan modernisme malah berpaling pada kemunduran. Hal ini disebabkan oleh krisis peradapan modern bersumber dari penolakan terhadap hakikat ruh dan peyingkiran ma’nawiyah secara grandual alam kehidupan manusia. Manusia modern mencoba hidup dengan roti semata, meraka bahkan berupaya “membunuh” Tuhan dan menyatakan kebebasan dari kehidupan akhirat. Dari sinilah, hanya kita yang tahu mana yang lebih panting dari beberapa kebutuhan kita, kedewasaan semakin bertambah manakalah kita semakin dewasa dengan keberadaan Allah swt.

Tasawuf positif dan dialog kemanusiaan

Untuk memahami makna tasawuf itu, memang diperlukan pengertian yang mendalam: yakni maknanya dalam keseluruhan keberagamaan, dan kaitannya dengan penciptaan kehidupan kemanusiaan yang lebih baik. Inilah yang disebut "tasawuf positif", sebuah tasawuf yang terbuka kepada kebutuhan-kebutuhan dasar manusia untuk pertumbuhan, keseimbangan dan harmoni. Dengan tasawuf positif ini, terbuka juga kemungkinan dialog dengan berbagai ragam spiritualitas agama-agama, maupun non-agama yang semuanya sebenarnya dewasa ini menghadapi masalah besar bersama yaitu ancaman kemanusiaan.

Macam-macam tasawuf telah berkembang mengatasi krisis global kemanusiaan. Karena itu dialog di antara sesama penganut tasawuf, walaupun dari berbagai agama, bisa menyumbangkan wacana untuk berbagai krisis kemanusiaan. Apa yang disebut Hans Kung dengan "kebutuhan akan Etika global" tampaknya bisa dipenuhi dengan kerja sama agama-agama, dimulai dari pandangan positif terhadap hal yang paling dasar dari agamanya sendiri-the heart of religion, yaitu hakikat tasawuf itu sendiri, yang bisa mempertemukan berbagai agama. Dari sini kita bisa merambah kepada dialog bahkan passing over ke arah agama lain, untuk menggali dan mendapatkan kekayaan perspektif rohani. 


Jika kita mengamati perkembangan kesadaran mengenai tantangan etika global itu, perkembangan tasawuf (dalam hal ini "tasawuf antar-agama") memang telah melandasi usaha-usaha bersama mencari sebuah alternatif atas pandangan kebudayaan modern yang mekanistik, sekularistik, ke arah cara pandang yang lebih ekologis dan holistik. Di sini tasawuf bertemu dengan spiritualitas agama-agama (Hinduisme, Buddhisme, Taoisme, mistik Kristen, new age, spiritualitas dari kearifan lokal dan seterusnya), yang bersama-sama diharapkan dapat mendorong massa yang kritis untuk melihat dunia ini secara baru. Inilah yang disebut Marilyn Ferguson sebagai The Aquarian Conspiracy (konspirasi Aquarius) yang menjadi pertanda dari kebangkitan tasawuf di awal milenium.

Tasawuf memang mempunyai filsafat yang begitu mendalam mengenai spiritualitas dan segi-segi religiusitas keberagamaan, sehingga harapan banyak kalangan mengenai healthy-spirituality memang bisa diperoleh dari tasawuf positif ini, di tengah ancaman "keberagamaan yang sakit" yang muncul karena otoritarianisme dalam beragama-yang dalam tasawuf digambarkan sebagai nafs ammarah bi 'l-su (nafsu yang mendorong kepada keburukan, Q. 12:53). Tasawuf menjanjikan penyelamatan. Apalagi di tengah berbagai krisis kehidupan yang serba materialis, hedonis, sekular, plus kehidupan yang makin sulit secara ekonomis maupun psikologis itu, tasawuf memberikan obat penawar rohani, yang memberi daya tahan. Dalam wacana kontemporer, sering dibahas tasawuf sebagai obat mengatasi krisis kerohanian manusia modern yang telah lepas dari pusat dirinya, sehingga ia tidak mengenal lagi siapa dirinya, arti dan tujuan dari kehidupan di dunia ini. Ketidakjelasan atas makna dan tujuan hidup ini memang sangat tidak mengenakkan, dan membuat penderitaan batin. Maka mata air tasawuf yang sejuk dan memberikan penyegaran dan penyelamatan pada manusia-manusia yang terasing itu.

Mewujudkan cita-cita ini, bukanlah hal yang berlebihan. Apalagi dewasa ini tampak perkembangan yang menyeluruh dalam ilmu tasawuf dalam hubungan inter-disipliner. Beberapa contoh bisa disebut di sini, seperti pertemuan tasawuf dengan fisika, dan sains modern yang holistik, yang membawa kepada kesadaran arti kehadiran manusia dan tugas-tugas utamanya di muka Bumi-segi yang kini disebut The Anthropic Principle; pertemuan tasawuf dengan ekologi yang menyadarkan mengenai pentingnya kesinambungan alam ini dengan keanekaragaman hayatinya, didasarkan pada paham kesucian alam; pertemuan tasawuf dengan penyembuhan alternatif yang memberikan kesadaran bahwa masalah kesehatan bukan hanya bersifat fisikal, tetapi lebih-lebih ruhani: tasawuf memberikan visi keruhanian untuk kedokteran, pertemuan tasawuf dengan psikologi baru yang menekankan segi transpersonal; dan lain-lain pertemuan interdisipliner yang intinya sama: semua menyumbang kesadaran bahwa arti tasawuf dewasa ini bukan hanya pada kesalehan formal, tetapi justru terutama etika global! Untuk itu tasawuf memang perlu wujud dalam cara hidup. Cara hidup tasawuf bukan terutama benar dari formalnya, tetapi bagaimana nilai-nilai tasawuf itu menjadi way of life.

Tasawuf tanpa substansi

Melihat perkembangan Islam di Indonesia, belakangan ini memang kelihatan ada pergeseran orientasi keberagamaan dari kesalehan formal kepada kesalehan sufistik. Persis pada titik ini "demam tasawuf" yang sedang melanda masyarakat Islam ini begitu mengkhawatirkan dan perlu mendapat perhatian. Seperti kita tahu, Islam di Indonesia telah berkembang sedemikian rupa sehingga kini tampak sangat formalis dalam beragama, seolah tidak ada lagi segi religiusitasnya. Bentuk-bentuk kesalehan formal dan kesalehan individual begitu menonjol. Keberagamaan sangat semarak, rumah ibadah berkembang pesat di mana-mana, jumlah orang naik haji meningkat, tetapi dari segi substansial, sebagai bangsa, keberagamaan rupanya belum mencerminkan nilai-nilai Islam. Apa yang disebut megalitarianisme, keadilan, kesadaran humanitarian, hormat kepada hukum, dan hak-hak asasi manusia, kesadaran lingkungan, kebersihan, penghargaan terhadap orang yang lemah, sikap inklusif dan pluralis, dan seterusnya, yang jelas merupakan nilai-nilai dasar agama, ternyata tidak tercermin dalam kehidupan masyarakat. Padahal kegairahan dalam beragama begitu tinggi, suasana keagamaan begitu mencolok.

Dari situlah kemudian kita sangat mengkhawatirkan demam tasawuf belakangan ini. Kalau demam tasawuf itu hanya kepanjangan saja dari kesalehan, lantas apa maknanya? Antara tasawuf dan bukan tasawuf tidak ada bedanya: sama-sama kesalehan formal yang tidak mencerminkan religiusitas! Demam tasawuf mudah-mudahan tidak hanya merupakan kelanjutan dari kesalehan formal, yang kalau hanya begini, ya ibarat buih dalam lautan: tidak bermakna apa-apa secara sosial. Maka kita berharap demam tasawuf ini, tidak merupakan langkah mundur dalam beragama, tetapi merupakan awal dari perkembangan Islam di Indonesia yang diharapkan dapat mewujudkan kehidupan keagamaan yang lebih terbuka, inklusif-pluralis, yang memberi rahmat kepada semua orang. Demam tasawuf semoga merupakan salah satu pertanda dari tumbuhnya kesadaran baru dalam mencari sumbangan agama-agama terhadap tantangan etika global di atas. Namun itu semua tergantung dari kemampuan kita dalam menyajikan tasawuf yang positif, bukan yang eksesif.

Makna Tasawuf dan Problem Eksistensi menurut Buya Hamka

Dalam lintasan sejarah pemikiran Islam di Indonesia, Buya Hamka tercatat sebagai salah seorang pemikir Islam modern yang sangat produktif. Ini ditunjukkan dengan begitu banyak karyanya dalam bidang keislaman. Yang paling fenomenal dari sejumlah karyanya itu adalah Tafsir Al-Azhar. Kemampuan Hamka sungguh mengagumkan mengingat beliau bukanlah seorang sarjana dengan pendidikan formal yang tinggi. Hamka hanya otodidak. Beliau merepresentasikan peralihan transmisi (pewarisan ilmu-ilmu keislaman) dari corak tradisional atau meminjam istilah Azyumardi Azra dari isnad dan silsilah (mata rantai pewarisan) tradisional menjadi isnad dan silsilah modern (Azra, 2005). Corak tradisional menunjukkan adanya transmisi melalui pertemuan langsung antara murid dan guru.

Otoritas guru dan sanad yang menyertainya memiliki nilai yang tinggi dalam pewarisan keilmuan. Pada gilirannya cenderung menimbulkan kesamaan mazhab dan aliran teologi pada garis sanad dan silsilah yang ada. Transmisi tradisional meniscayakan mata rantai isnad dan silsilah yang homogen. Pada transmisi modern, pewarisan itu tidak mengharuskan pertemuan murid dan guru. Karena itu, isnad dan silsilah keilmuannya terbentuk dari beberapa sumber berbeda.

Dengan demikian, Buya Hamka adalah salah satu intelektual Islam yang merepresentasikan pola transmisi modern. Dalam pandangan Nurcolish Madjid, kelebihan lainnya adalah kesanggupan Buya menyatakan pikiran dalam ungkapan-ungkapan modern dan kontemporer. Karena itu, Buya berhasil menjalin komunikasi intelektual dengan kalangan terpelajar tanpa canggung dan hambatan. Pikiran-pikirannya diterima di kalangan luas, khususnya umat Islam Indonesia yang sering diidentifikasi sebagai modernis atau pembaharu (1997: 123-124). Upaya memperingati kelahiran Buya Hamka yang lahir 17 Februari 1908 bukanlah suatu pengkultusan terhadapnya, melainkan upaya untuk melihat dan mengkaji kembali kontribusi dan relevansi pemikirannya dalam kehidupan masyarakat modern.

Problem masyarakat modern terhadap tasawuf

Menurut Erich Fromm, karakter masyarakat modern diwarnai oleh orientasi pasar, di mana keberhasilan seseorang bergantung pada sejauh mana 'nilai jualnya' di pasar (1999). Masyarakat (manusia) modern mengalami dirinya sebagai penjual sekaligus sebagai komoditas untuk dijual di pasar. Maka, penghargaan atas dirinya ditentukan oleh nilai-nilai yang diakui oleh pasar. Akhirnya, setiap orang didorong berjuang keras menjadi pekerja sukses dan kaya demi penegasan akan keberhasilannya itu. Kemakmuran melambangkan nilai jualnya yang tinggi dan dihargai di pasar. Kemiskinan dimaknai sebagai sebaliknya. Kebaikan, kejujuran, kesetiaan pada kebenaran dan keadilan dipandang tidak bernilai jika tidak memberikan manfaat bagi kesuksesan dan kemakmuran. Sejauh kondisi ekonominya tidak makmur, dia dinilai belum sukses.

Kondisi ini menandakan masyarakat modern mengalami alienasi (keterasingan). Mereka menilai manusia tidak lagi berpijak pada kualitas kemanusiaan, melainkan oleh keberhasilannya dalam mencapai kekayaan materil (Fromm, 1999). Keadaan ini memalingkan kesadaran manusia sebagai makhluk termulia. Keutamaan dan kemuliaannya menyatu dengan kekuatan kepribadiannya, bukan bergantung pada sesuatu di luar dirinya. Karena itu, masyarakat modern mengalami depersonalisasi, kehampaan, dan ketidakbermaknaan hidup. Eksistensinya bergantung pada pemilikan dan penguasaan pada simbol kekayaan. Hasrat mendapatkan harta yang berlimpah melampaui komitmennya terhadap solidaritas sosial. Ini didorong pandangan bahwa orang banyak harta merupakan manusia unggul. Di tengah alienasi semacam ini pemikiran Hamka dalam beberapa bukunya, terutama Tasawuf Modern dan Tafsir Al-Azhar, memberikan suatu pencerahan bagi masyarakat modern.

Tasawuf dan modernitas


Tasawuf dan modernitas pada dasarnya sejak awal perkembangan isalam gerakan tasawuf mendapat sambutan luas di kalangan umat islam. Bahkan penyebaran islam di Idonesa lebih mudah berkat dakwah menggunakan pendekaatan tasawuf. Penekanan pada sisi esoteric agama (hal-hal yang bersifat batiniah dari agama) lebih mengunfdang daya tarik ketimbang eksoteriknya (Formalitas ritual agama). Pada dasarnya sejak awal perkembangan Islam, gerakan tasawuf mendapat sambutan luas di kalangan umat Islam. Bahkan penyebaran Islam di Indonesia lebih mudah berkat dakwah menggunakan pendekatan tasawuf. Penekanan pada sisi esoterik agama (hal-hal yang bersifat batiniah dari agama) lebih mengundang daya tarik ketimbang eksoteriknya (formalitas ritual agama). 

Salah satunya disebabkan oleh adanya persinggungan antara sisi esoteric dengan pergulatan eksistensi manusia. Kecenderungan aniomisme dan dinamisme (kepercayaan terhadap benda-benda yang mengandung keramat dan ruh-ruh leluhur yang bisa menjadi perantara kepada Tuhan) misalnya menyiratkan ketertarikan yang besar terhadap sisi esoteric itu. Factor seperti inilah yang mendorong Hamka meneliti Tasawuf sebagaimana ia jelaskan dalam bukunya : “Tidaklah dapat diragui lagi bahwasana tasawuf adalah salah satu pusaka keagamaan terpenting yang mempengaruhi perasaan dan pikiran kaum muslimin (1981;20). Luasnya pengaruh tasawuf dalam hampir seluruh episode peradaban islam menandakan tasawuf relevan dengan kebutuhan umat islam. Menurut Hamka tasawuf ibarat jiwa yang menghidupkan tubuh dan meruoakan jantung dari keislaman.

Dalam masyarakat modern fenomena ketertarikan terhadap pengajian bernuansa tasawuf mencerminkan adanya kebutuhan untuk mengatasi problem alenasi yang diakibatkan modernitas. Modernitas memberikan kemudahan mhidup tetapi tidak selalu memberikan kebahagiaan.

E. Peranan Tasawuf dalam Kehidupan Modern

Hakikat tasawuf adalah mendekatkan diri kepada Allah melalui penyucian diri dan amaliyah-amaliyah Islam. Dan memang ada beberapa ayat yang memerintahkan untuk menyucikan diri (tazkiyyah al-nafs) di antaranya: “Sungguh, bahagialah orang yang menyucikan jiwanya” (Q.S. Asy-syam [91]:9); “Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang tenang lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku” (QS. Al Fajr: 28-30). Atau ayat yang memerintahkan untuk berserah diri kepada Allah, “Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tema menyerahkan diri (kepada) Allah” (QS. Al An’am: 162).

Jadi, fungsi tasawuf dalam hidup adalah menjadikan manusia berkeperibadian yang shalih dan berperilaku baik dan mulia serta ibadahnya berkualitas. Mereka yang masuk dalam sebuah tharekat atau aliran tasawuf dalam mengisi kesehariannya diharuskan untuk hidup sederhana, jujur, istiqamah dan tawadhu. Semua itu bila dilihat pada diri Rasulullah SAW, yang pada dasarnya sudah menjelma dalam kehidupan sehari-harinya. Apalagi di masa remaja Nabi Muhammad SAW dikenal sebagai manusia yang digelari al-Amin, Shiddiq, Fathanah, Tabligh, Sabar, Tawakal, Zuhud, dan termasuk berbuat baik terhadap musuh dan lawan yang tak berbahaya atau yang bisa diajak kembali pada jalan yang benar. Perilaklu hidup Rasulullah SAW yang ada dalam sejarah kehidupannya merupakan bentuk praktis dari cara hidup seorang sufi.
Jadi, tujuan terpenting dari tasawuf adalah lahirnya akhlak yang baik dan menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain. 

Dalam kehidupan modern, tasawuf menjadi obat yang mengatasi krisis kerohanian manusia modern yang telah lepas dari pusat dirinya, sehingga ia tidak mengenal lagi siapa dirinya, arti dan tujuan dari hidupnya. Ketidakjelasan atas makna dan tujuan hidup ini membuat penderitaan batin. Maka lewat spiritualitas Islam lading kering jadi tersirami air sejuk dan memberikan penyegaran serta mengarahkan hidup lebih baik dan jelas arah tujuannya.

Penerapan Tasawuf dalam Kehidupan Modern

Manfaat tasawuf bukannya untuk mengembalikan nilai kerohanian atau lebih dekat pada Allah, tapi juga bermanfaat dalam berbagai bidang kehidupan manusia modern. Apalagi dewasa ini tampak perkembangan yang menyeluruh dalam ilmu tasawuf dalam hubungan inter-disipliner.

Menempuh Jalan Tasawuf

Untuk menjadikan hidup lebih baik dan ada nuansa sufistiknya, tentu saja harus melakukan latihan spiritual secara baik, benar, dan berkesinambungan. Karena itu, bagi seorang penempuh tasawuf awal, langkah pertama yang harus dilakukan adalah :

Taubat. Ia harus menyesal atas dosa-dosanya yang lalu dan betul-betul tidak berbuat dosa lagi. 
Untuk memantapkan taubatnya itu ia harus zuhud. Ia mulai menjauhkan diri dari dunia materi dan dunia ramai. Ia mengasingkan diri ke tempat terpencil untuk beribadat, puasa, shalat, membaca al-Qur’an dan dzikir, sedikit tidur dan banyak beribadat serta yang dicari hanya kebahagiaan rohani dan kedekatan dengan Allah. 
Wara’. Ia menjauhkan dari perbuatan-perbuatan syubhat. Juga tidak memakan makanan atau minuman yang tidak jelas kedudukan halal-haramnya. 
Faqr. Ia menjalani hidup kefakiran. Kebutuhan hidupnya hanya sedikit dan ia tidak meminta kecuali hanya untuk dapat menjalankan kewajiban-kewajiban agamanya. 
Sabar. Bukan hanya dalam menjalankan perintah-perintah Allah yang berat dan menjauhi larangan-larangan-Nya, tapi juga sabar dalam menerima percobaan-percobaan berat yang ditimpakan Allah kepadanya. Ia juga sabar dalam menderita. 
Tawakal. Ia menyerahkan diri sebulat-bulatnya kepada kehendak Allah. Ia tidak memikirkan hari esok; baginya cukup apa yang ada untuk hari ini. 
Ridha. Ia tidak menentang cobaan dari Allah, bahkan ia menerima dengan senang hati. Di dalam hatinya tidak ada perasaan benci, yang ada hanyalah perasaan senang. Ketika malapetaka turun, hatinya merasa senang dan di dalamnya bergelora rasa cinta kepada Allah.Itu semua hanya latihan untuk memasuki dunia sufistik. Sedangkan untuk memasuki pintu tasawuf, atau sufi, ada beberapa tahapan yang lebih tinggi dari sekedar membersihkan atau mengosongkan diri (takhali), mengisinya kembali dengan nilai-nilai ilahiyah (tahalli) dan kemudian tajalli, atau merasakan manifestasi Ilahi dalam kehidupan dunia ini. 


Selanjutnya, bila ia memang berada dalam perjalanan “menjadi” sufi, ia akan mengalami mukasyafah atau penyingkapan sesuatu yang tidak diketahuinya, kemudian menjadi tahu. Dari tahap ini ia akan berlanjut pada musyahadah, menyadari sekaligus bersaksi bahwa diri ini tiada apa-apanya. Yang ada dan berada hanya Allah Yang Mahaesa. Tidak ada yang Ada selain Ia. Seseorang yang berada dalam posisi ini pantas disebut muwahid (orang yang bertauhid). Posisi ini akan terus berlanjut pada penyatuan dengan Tuhan. Namun dalam tahap ini kadang tidak setiap orang mampu menerima pengalaman seorang sufi yang mengalami ektase (fana). Sebab kalimat yang terlontar ketika dalam keadaan fana adalah kata-kata “janggal” seperti yang dilontarkan Abu Mansur Al-Hallaj, Abu Yazid Al-Busthomi, Syeikh Siti Jenar, dan lainnya.



KONSEP DAKWAH SUFI & RELEVANSINYA DIERA MODERN

Pengertian konsep dakwah sufi.

Konsep adalah rancangan atau idea atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa kongkret. Kata ini berasal dari bahasa Inggris yaitu concept yang bila di”bahasa arabkan” menjadi “mafhum”atau “nazhariyah”.

Adapun Dakwah :

1. Secara Etimologi

Kata dakwah (الدعوة ) artinya: "do’a", "seruan ", “panggilan”, "ajakan", "undangan", "dorongan" dan "permintaan", berakar dari kata kerja. "دعا“ yang berarti "berdo'a", "memanggil, "'menyeru","mengundang","mendorong", dan "mengadu".

Dakwah secara etimologis bebas nilai, artinya bisa mengajak kepada kebaikan atau ke jalan Allah bisa juga mengajak kepada kemungkaran, jalan setan atau berbuat maksiat seperti apa yang telah didramatisir oleh Zulaiha dengan mengajak Yusuf berbuat maksiat sebagaimana Firman Allah SWT:

Artinya:“Yusuf berkata: “Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan daripadaku tipu daya mereka, tentu aku akan cendrung untuk [memenuhi keinginan mereka], dan tentulah aku masuk orang-orang yang bodoh “.[Q.S.Yusuf/12.33].

2. Secara Terminologi

Dakwah adalah menyeru dan mengajak manusia untuk memahami dan mengamalkan ajaran islam sesuai dengan Al-Qur'an dan sunnah Nabi Muhammad SAW

Sebagaimana Firman Allah Swt yang Artinya : "dan hendaklah ada diantara kamu segolongan ummat yang rnenyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung." (QS Ali- Imran : 104).

Artinya:“Serulah [manusia] kepada jalan Tuhanmu.......[Q.S.An-Nahl/16.125].

Istilah "tasawuf" (sufiisme), berasal dari tiga huruf Arab, sha, wau dan fa. Banyak pendapat tentang alasan atas asalnya dari sha wa fa. Ada yang berpendapat, kata itu berasal dari shafa yang berarti kesucian. Menurut pendapat lain kata itu berasal dari kata kerja bahasa Arab safw yang berarti orang-orang yang terpilih. Makna ini sering dikutip dalam literatur sufi.

Adapun pengertian tasawuf secara termonologi sebagai berikut :

Imam Junaid dari Baghdad (m.910) mendefinisikan tasawuf sebagai "mengambil setiap sifat mulia dan meninggalkan setiap sifat rendah".

Syekh Abul Hasan asy-Syadzili (m.1258), syekh sufi besar dari Arika Utara, mendefinisikan tasawuf sebagai "praktik dan latihan diri melalui cinta yang dalam dan ibadah untuk mengembalikan diri kepada jalan Tuhan".

Sedangkan “sufi” adalah pelaku tasawuf itu sendiri. Kalau kita mengambil definisi tasawuf imam Junaid “sufi” adalah orang yang mengambil setiap sifat mulia dan meninggalkan sifat tercela. Tetapi kalau kita mengambil definisi tasawuf dari imam asy-syadzili maka “sufi” adalah orang yang melakukan latihan tersebut atau bisa disebut salik.”

Dari manapun definisi yang kita ambil, istilah para sufi berarti orang-orang yang tertarik kepada pengetahuan batin, orang-orang yang tertarik untuk menemukan suatu jalan atau praktik ke arah kesadaran dan pencerahan batin.

Jadi yang dimaksud dengan “ konsep dakwah sufi “ adalah rancangan atau ide mengajak manusia untuk memahami dan mengamalkan ajaran islam sesuai dengan Al-Qur'an dan sunnah Nabi Muhammad SAW yang dilakukan oleh salik.

Konsep dakwah sufi

Di sini kami ambil contoh konsep yang ditawarkan tokoh sufi besar yang mana menjadi salah satu mazhab tasawufnya NU yaitu Hujjatul Islam Imam Abu Hamid Al-Ghazali dalam kitab monumentalnya Ihya’ Ulumuddin. Kami akan banyak mengambil konsep- konsep beliau yang terekam pada bab Amar Ma’ruf Nahi Munkar, tetapi tidak menutup kemungkinan penulis mengambil dari referensi lain, terutama pada poin-poin yang mana Imam Al-Ghazali tidak menyinggung secara lengkap seperti yang akan pembaca dapatkan pada poin media dakwah sufi.

Dalam konsep dakwahnya Imam Al-Ghazali melibatkan beberapa unsur-unsur dakwah, meliputi : Da’i yaitu muhtasib (Komunikator) sebagai penyampai pesan dakwah, materi dakwah sebagai pesan dakwah yang disampaikan kepada mad’u yaitu muhtasab fih, mad’u (muhtasab ‘alaih) sebagai pendengar atau yang menerima pesan dakwah, dan nafsul-ihtisab yaitu media dakwah, dan metode serta saluran dakwah yang digunakan Imam Al-Ghazali dalam mencapai tujuan dakwah islamiyah. Berikut pemaparannya:

1. Da’i (Muhtasib)

Sesuai dengan namanya tugas seorang da’i (muhtasib) adalah seorang komunikator sebagai penyampai pesan dakwah (ajaran-ajaran Islam) yang disampaikan kepada mad’u (umat manusia). Menurut Imam Al-Ghazali, memberi petunjuk kepada orang lain adalah cabang dari memperoleh petunjuk dan demikian pula meluruskan orang lain adalah cabang dari istiqamah.

Dari pernyataan Imam Al-Ghazali diatas penulis menyimpulkan bahwa ukuran atau kadar baik tidaknya seorang da’i dapat dilihat dari perannya dalam meningkatkan kepekaan spiritualitas kemanusiaan atau sebaliknya. Apabila seorang da’i tersebut mampu mengajak mad’unya menuju jalan kebaikan rahmatan lil ‘alamin dengan merasakan keagungan sang khalik, lebih kreatif dalam menghadapi lingkungannya, lebih jauh melihat masa depannya, maka da’i tersebut telah berhasil dalam mensyiarkan dakwah islamiyah.

Namun sebaliknya apabila da’i tersebut tidak mampu mengajak mad’unya menuju jalan kebaikan rahmatan lil ‘alamin tetapi berbalik arah menuju jalan keburukan maka da’i tersebut gagal dalam mensyiarkan dakwah islamiyahnya.

Dalam kitab Ihya ulumuddin, Imam Al-Ghazali mengemukakan seorang da’i (secara umum) dalam melaksanakan tugasnya memiliki syarat-syarat sebagai berikut:

a. Orang mukallaf muslim dan orang yang sanggup.

b. Islam, karena ia membela Islam.

c. Adil, seorang da’i harus bisa bersikap adil terutama dalam menyelesaikan suatu perselisihan.

d. Beriman, menurut Imam Al-Ghazali seorang da’i yang tidak beriman bukan termasuk ahli agama karena ia telah mengingkari pokok agama dan dengan keimananlah pertolongan bagi agama.

e. Shaleh.

f. Mengetahui tempat-tempat dakwah, batas-batasnya, jalan-jalannya, dan penghalang-penghalangnya agar ia dapat membatasi padanya, sesuai dengan batas agama.

g. Menjauhi diri dari dosa-dosa.

h. Memiliki budi pekerti, lemah lembut dan kasih sayang serta sabar dalam menjalankan dakwahnya.

2. Materi dakwah (Muhtasab fih)

Materi dakwah sebagai pesan dakwah yang di sampaikan kepada obyek dakwah mencakup semua aspek dalam agama islam ( islam, iman dan ihsan ). Para sufi tidak luput dari ketiganya ini, bisa banyak kita jumpai kitab-kitab tasawuf yang mencakup ketiganya ini. Sebagai contoh dalam bidang aqidah para sufi membahasnya dalam bab-bab pertama kitab-kitab tasawuf mereka, contoh kitab Risalah Qusyairiyah karya tokoh sufi agung Imam Al-Qusyairy dan kitab ihya’ ulumuddin karya Imam Al-Ghazali. Keduanya membahas aqidah di bab-bab pertama sebagai indikasi pentingnya aqidah dalam membentuk jati diri seseorang.

Ada materi dakwah yang sangat penting dalam dunia sufi yaitu pembersihan jiwa karena tatkala jiwa (hati) sudah bersih maka semua anggota badan akan bersih, juga sebagimana yang termaktum dalam sebuah hadis yang sangat populer : “tatkala ia bagus maka seluruh jasad akan menjadi bagus yaitu hati”.

Dalam rangkaian metode pembersihan hati, para sufi menetapkan dengan tiga tahap : Takhalli, Tahalli, dan Tajalli. Takhalli, sebagai tahap pertama dalam mengurus hati, adalah membersihkan hati dari keterikatan pada dunia. Hati, sebagai langkah pertama, harus dikosongkan. Ia disyaratkan terbebas dari kecintaan terhadap dunia, anak, istri, harta dan segala keinginan duniawi.

Tahalli, sebagai tahap kedua berikutnya, adalah upaya pengisian hati yang telah dikosongkan dengan isi yang lain, yaitu Allah SWT. Pada tahap ini, hati harus selalu disibukkan dengan dzikir dan mengingat Allah. Dengan mengingat Allah, melepas selain-Nya, akan mendatangkan kedamaian. Tidak ada yang ditakutkan selain lepasnya Allah dari dalam hatinya. Hilangnya dunia, bagi hati yang telah tahalli, tidak akan mengecewakan. Waktunya sibuk hanya untuk Allah, bersenandung dalam dzikir. Pada saat tahalli, lantaran kesibukan dengan mengingat dan berdzikir kepada Allah dalam hatinya, anggota tubuh lainnya tergerak dengan sendirinya ikut bersenandung dzikir. Lidahnya basah dengan lafadz kebesaran Allah yang tidak henti-hentinya didengungkan setiap saat.

Setelah tahap ‘pengosongan’ dan ‘pengisian’, sebagai tahap ketiga adalah Tajalli. Yaitu, tahapan dimana kebahagian sejati telah datang. Ia lenyap dalam wilayah Jalla Jalaluh, Allah Subhanahu Wata’ala. Ia lebur bersama Allah dalam kenikmatan yang tidak bisa dilukiskan. Ia bahagia dalam keridho’an-Nya. Pada tahap ini, para sufi menyebutnya sebagai ma’rifah, orang yang sempurna sebagai manusia luhur.

3. Mad’u (muhtasab ‘alaih)

Mad’u merupakan objek dakwah, yang bertindak sebagai pendengar atau yang menerima pesan dakwah yang disampaikan seorang da’i. Syaratnya adalah bahwa Muhtasab ‘Alaih dengan sifat yang menjadikan perbuatan yang dilarang daripadanya baginya itu munkar dan sedikit-dikitnya apa yang mencukupi dalam hal itu adalah bahwa ia adalah manusia dan tidak disyaratkan bahwa ia seorang mukallaf. Dan tidak disyaratkan bahwa ia adalah mumayyiz (yang dapat membedakan antara yang bermanfaat dan tidak manfaat).

4. Media dakwah (nafsul-ihtisab)

Para sufi terkenal sangat kreatif dalam menggunakan media dakwah karena kebanyakan para sufi berpahaman bahwasanya tidak semua yang baru itu merupakan bid’ah atau hal yang dilarang oleh agama, tetapi mereka lebih membagi bid’ah menjadi dua : bid’ah hasanah atau lebih layak dikatakan sunah hasah dan bid’ah dhalalah.

Ada beberapa media atau sarana yang digunakan para sufi dalam berdakwah diantaranya adalah :

a. Halaqatul zikir ( majlis zikir )

Sarana ini adalah sarana terpenting dari kebanyakan tarekat- tarekat sufi, kebanyakan tarekat sufi sangat menganjurkan para pengikutnya untuk sering zikir bersama karena dengan zikir bersama akan lebih membawa dampak yang positih terhadap jiwa para jamaah tarekat tersebut disamping banyak landasan-landasan dalil dari Al-quran dan sunnah yang menganjurkan zikir berjamaah.

b. Khalwah- khalwah Al-qur’an

Media ini sangat banyak kita temukan di Sudan, bisa dikatakan 80% dari tokoh- tokoh sufi (mursyid) memiliki khalwah Al-quran yaitu semacam pesantren yang khusus untuk menghafalkan Al-qur’an tanpa pungutan biaya sedikitpun. Semua kebutuhan ditanggung pemilik khalwah yang biasanya sering dapat sumbangan dari orang-orang dermawan untuk konsumsi para santri khalwah. Di khalwah itulah para santri digembleng dengan menghafal Al-quran sebagai pondasi awal memahami agama islam. Di Sudan santri-santri khalwah terdiri dari banyak usia dan yang paling banyak masih usia relatif muda kurang dari 10 tahun.

c. Masjid

Masjid merupakan media dakwah yang dijadikan Rasulullah SAW sebagai sarana dan tempat penggemblengan para sahabat RA dan dari masjid muncullah tokoh- tokoh yang banyak kita jadikan contoh. Karena itulah para sufi tidak lalai dalam memanfaatkan sarana ini sebagai media dakwah, di negara- negara muslim banyak kita temukan masjid- masjid tua yang didirikan para tokoh- tokoh sufi seperti banyak kita temukan juga di indonesia. Ambil contoh Masjid Agung Demak yang merupakan pusat perkumpulan Wali Songo, masjid agung menara kudus yang mempunyai ciri khas tertentu dengan adanya menara mirip dengan tempat ibadah orang hindu dan budha.

d. Zawiyah sufiah

Yaitu semacam tempat pertapaan (‘uzlah) para sufi yang jauh dari keramaian kota dan biasanya banyak ditemukan di gurun- gurun negara timur tengah. Sarana ini mereka gunakan untuk mendidik nafsu dan hati dari segala penyakitnya serta sarana untuk menggembleng para santri dalam menekuni dunia kesufian. Sarana ini banyak kita temukan di Libia, Maroko dan negara- negara lain di zaman penjajahan yang diantara tarekat yang banyak menggunakan media ini adalah Tarekah Sanusiyah yang terpusat di Libya.

e. Media tulis

Media ini merupaka media terpenting dalam setiap gerakan dakwah. Karena itulah para sufi tak luput memanfaatkan media ini sebagai sarana dakwah. Kalau kita mau masuk perpustakaan islam maka banyak sekali kita temukan kitab- kitab karya para tokoh-tokoh sufi. Ambil contoh kitab karya Imam Al-Ghazali bisa kita temukan begitu banyak, kitab karya Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani dan karya tokoh-tokoh yang lain.

f. Media internet

Media yang satu ini tidak dapat ditemukan di era- era dulu, tetapi pada era sekarang media ini sangat dilirik oleh semua kalangan karena jangkauannya yang luas tanpa batas ruang dan waktu. Begitu juga para sufi tidak mau ketinggalan dengan pemanfaatan media ini, sekarang banyak kita temukan situs-situs sufi dari berbagai Negara, contoh kecil di Indonesia ada situs www.sufinews.com.

5. Metode dakwah

Imam Al-Ghazali menerangkan metodologi dakwah yang digunakan dalam menyiarkan dakwah Islam. Terdapat beberapa tingkatan diantaranya adalah ta’aruf , melarang dengan pengajaran dan cara yang halus dan janganlah bersikap keras supaya tidak melampaui batas syara’ sehingga lebih banyak merusak daripada memperbaiki sehingga dalam tegurannya terdapat semacam pelanggaran. Bahkan, seandainya ada seseorang menolak atau menghadapinya dengan sikap yang tidak disukainya, maka janganlah ia melampaui batas syara’ dan melupakan teguran serta melakukan kemungkaran dalam teguran itu sendiri. Menurut Imam Al-Ghazali dalam teguran itu ada empat tingkatan yaitu memberitahu, menasehati, bersikap keras dalam perkataan, kemudian mencegah dengan paksaan. Tidaklah boleh terhadap raja dan penguasa, kecuali memberitahu dan menasehati. Adapun bersikap keras dan mencegah dengan paksa, maka sikap itu menggerakkan fitnah dan menimbulkan hal-hal yang lebih keji daripada yang mereka alami. Jika sikap keras itu berfaedah dan tidak menimbulkan perkara yang berbahaya, maka tidaklah mengapa. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda:

Artinya:” Barangsiapa dari kamu melihat perbuatan munkar, maka hendaklah ia ingkar dengan tangannya, kalau tidak mampu, maka dengan lisannya lalu kalau tidak mampu, maka dengan hatinya dan demikian itu adalah selemah-lemahnya iman.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Jadi, menurut Imam Al-Ghazali dakwah Islamiyah itu tidak secara otomatis harus dikerjakan begitu saja, tetapi harus dilihat kepentingannya, adakah kemungkaran itu terjadi ditengah masyarakat? Sejauh mana kemungkaran itu dilakukan orang?

Setelah diketahui kemungkaran itu memang terjadi, barulah dipersiapkan konsep penanggulangannya untuk selanjutnya ditangani dengan memperhatikan tiga alternatif tadi yaitu melalui :

a. Kekuasaan atau wewenang yang ada pada dirinya, atau dilaporkan kepada pihak yang berwenang untuk ditangani

b. Peringatan atau nasihat yang baik dalam Al-quran disebut mau’idhoh hasanah

c. Ingkar dalam hati, artinya hati kita menolak tidak setuju

d. Pengajaran dan nasihat dengan perkataan yang baik dengan cara tutur kata yang lemah lembut sehingga akan terkesan di hati, menghindari sikap sinis dan kasar, serta tidak menyebut-nyebut kesalahan atau bersikap menghakimi orang yang diajak bicara.

Secara umum, karakteristik dakwah Islam harus mengacu pada pesan moral universal ajaran Islam yang mendasar dan mencerminkan nilai-nilai rahmatan li al-alamin sebagai manifestasi dari rasa kasih sayang, keikhlasan dan tanggung jawab yang merefleksikan kemaslahatan, kemanfaatan, kesejahteraan, dan bernilai guna bagi semua pihak seluruh makhluk. Baik untuk sesama muslim (ukhwah islamiyah), sesama manusia (ukhwah basyariyah), sesama makhluk, dan bahkan alam sekitar dan ekologinya. Hal ini sebagaimana diisyaratkan dalam Al-quran surat Al-Anbiya ayat 107:

Artinya. “Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (Q.S. Al-Anbiya ayat 107)

Relevansi konsep dakwah sufi di era modern

Banyak orang yang meragukan relevensi konsep dakwah sufi di era modern ini. Mereka menganggap bahwasanya konsep dakwah sufi adalah konsep yang sudah usang dan tidak layak pakai lagi di era modernisasi dan globalisasi sekarang ini. Bahkan ada yang beranggapan bahwa konsep dakwah sufi hanya cocok di era yang sudah lampau dan tidak akan pernah kembali lagi. Tapi kiranya orang yang meragukan hal tersebut menelaah kembali dan menguji konsep dakwah sufi tersebut maka dia akan tahu sampai seberapa relevansi konsep dakwah sufi di era sekarang. Pada sub ini kami merasa perlu mengutip banyak sebuah makalah yang ditulis oleh Aprilina hartanti dalam sebuah blogger kumpulan makalah psikologi.

Banyak cara yang diajukan para ahli untuk mengatasi masalah yang muncul akibat modernisasi dan globalisasi dan salah satu cara yang hampir disepakati para ahli adalah dengan cara mengembangkan kehidupan yang berakhlak dan bertasawuf. Salah satu tokoh yang begitu sungguh-sungguh memperjuangkan akhlak tasawuf bagi mengatasi masalah tersebut adalah Husein Nashr. Menurutnya, faham sufisme ini mulai mendapat tempat di kalangan masyarakat (termasuk masyarakat barat) karena mereka mulai mencari-cari dimana sufisme yang dapat menjawab sejumlah masalah tersebut.

Sufisme perlu dimasyarakatkan pada kehidupan modern karena terdapat 3 tujuan yang penting yaitu :

a. Turut serta terlibat dalam berbagai peran dalam menyelamatkan kemanusiaan dari kondisi kebingungan akibat hilangnya nilai-nilai spiritual.

b. Memperkenalkan literatur atau pemahaman tentang aspek esoterik (kebatinan) Islam, baik terhadap masyarakat islam yang mulai melupakannya maupun non islam, khususnya terhadap masyarakat barat. Untuk memberikan penegasan kembali bahwa sesungguhnya aspek esoterik Islam, yakni sufisme, yaitu jantung dari ajaran islam sehingga bila wilayah ini kering dan tidak berdenyut , maka keringlah aspek-aspek lain ajaran islam

Relevansi tasawuf dengan problem manusia modern adalah karena tasawuf secara seimbang memberikan kesejukan batin dan disiplin syari’ah sekaligus. Ia bisa difahami sebagai pembentuk tingkah laku melalui pendekatan Tasawuf suluky, dan bisa memuaskan dahaga intelektual melalui pendekatan Tasawuf falsafy. Ia bisa diamalkan oleh setiap muslim, dari lapisan sosial manapun dan di tempat manapun. Secara fisik mereka menghadap satu arah, yatiu Ka’bah, dan secara rohaniah mereka berlomba lomba menempuh jalan (tarekat) melewati ahwal dan maqam menuju kepada Tuhan yang Satu, Allah SWT. Tasawuf adalah kebudayaan Islam, oleh karena itu budaya setempat juga mewarnai corak Tasawuf sehingga dikenal banyak aliran dan tarekat.Telah disebut di muka bahwa ber-tasawuf artinya mematikan nafsu dirinya untuk menjadi Diri yang sebenarnya. Jadi dalam kajian Tasawuf, nafs difahami sebagai nafsu, yakni tempat pada diri seseorang dimana sifat-sifat tercela berkumpul, Al Ashlu Al Jami` Li As Sifat Al Mazmumah Min Al Insan. Nafs juga dibahas dalam kajian Psikologi dan juga filsafat. Dalam upaya memelihara agar tidak keluar dari koridor Al-Qur’an maka baik Tasawuf maupun Psikologi (Islam) perlu selalu menggali konsep nafs (dan manusia) menurut Al-Qur’an dan hadis.

Tasawuf dan modernitas pada dasarnya sejak awal perkembangan islam gerakan tasawuf mendapat sambutan luas di kalangan umat islam. Bahkan penyebaran islam di Indonesia lebih mudah berkat dakwah menggunakan pendekaatan tasawuf. Penekanan pada sisi esoteric agama (hal-hal yang bersifat batiniah dari agama) lebih mengundang daya tarik ketimbang eksoteriknya (Formalitas ritual agama) Salah satunya disebabkan oleh adanya persinggungan antara sisi esoteric dengan pergulatan eksistensi manusia. Kecenderungan animisme dan dinamisme (kepercayaan terhadap benda-benda yang mengandung keramat dan ruh-ruh leluhur yang bisa menjadi perantara kepada Tuhan) misalnya menyiratkan ketertarikan yang besar terhadap sisi esoteric itu. Faktor seperti inilah yang mendorong Hamka meneliti Tasawuf sebagaimana ia jelaskan dalam bukunya :“Tidaklah dapat diragukan lagi bahwasanya tasawuf adalah salah satu pusaka keagamaan terpenting yang mempengaruhi perasaan dan pikiran kaum muslimin (1981;20)

Luasnya pengaruh tasawuf dalam hampir seluruh episode peradaban islam menandakan tasawuf relevan dengan kebutuhan umat islam. Menurut Hamka tasawuf ibarat jiwa yang menghidupkan tubuh dan merasakan jantung dari keislaman.

Dalam masyarakat modern fenomena ketertarikan terhadap pengajian bernuansa tasawuf mencerminkan adanya kebutuhan untuk mengatasi problem alenasi yang diakibatkan modernitas. Modernitas memberikan kemudahan mhidup tetapi tidak selalu memberikan kebahagiaan Intisari ajaran tasawuf sebagaimana paham mistisme dalam agama-agama lain adalah bertujuan memperoleh hubungan langsung dan disadari dengan Tuhan, sehingga seseorang merasa dengan kesadaranya itu berada di kehadirat-Nya. Upaya ini antara lain dilakukan secara kontemplasi, melepaskan diri dari jeratan dunia yang senantiasa berubah dan bersifat sementara. Sikap dan pandangan sufistik ini sangat diperlukan oleh masyarakat modern yang mengalami jiwa yang terpecah sebagaimana disebutkan, asalkan pandangan terhadap tujuan tasawuf tidak dilakukan secara ekslusif dan individual, melainkan berdaya aplikatif dalam meresponi berbagai masalah yang dihadapi.

Kemampuan berhubungan dengan Tuhan ini dapat mengintegrasikan seluruh ilmu pengetahuan yang tampak berserakan karena melalui tasawuf ini seseorang disadarkan bahwa sumber segala yang ada ini berasal dari Tuhan. Dengan adanya bantuan tasawuf ini, maka ilmu pengetahuan satu dan lainya tidak akan bertabrakan karena ia berada dalam satu jalan dan satu tujuan. Selanjutnya tasawuf melatih manusia agar memiliki ketajaman batin dan kehalusan budi pekerti. Sikap batin dan kehalusan budi yang tajam ini menyebabkan ia akan selalu mengutamakan pertimbangan kemanusiaan pada setiap masalah yang dihadapi dengan demikian ia akan terhindar dari melakukan perbuatan perbuatan yang tercela menurut agama selanjutnya ajaran tawakkal pada Tuhan menyebabkan ia memiliki pegangan yang kokoh, karena ia telah mewakilkan atau menggadaikan dirinya sepenuhnya pada Tuhan, sikap tawakkal ini akan mengatasi sikap stress yang dialami oleh manusia. Sikap materialistic dan hedonistic yang merajalela dalam kehidupan modern ini dapat diatasi dengan menerapkan konsep zuhud, yang pada intinya sikap yang tidak mau diperbudak atau terperangkap oleh pengaruh duniawi yang sementara itu. Jika sikap ini tidak mantap, maka ia tidak akan berani menggunakan segala cara untuk mencapai tujuan , sebab tujuan yang ingin dicapai dalam tasawuf adalah menuju Tuhan, maka caranya pun harus ditempuh dengan cara yang disukai Tuhan.

Demikian pula ajaran uzlah yang terdapat dalam tasawuf yaitu usaha mengasingkan diri dari terperangkat oleh tipu daya keduniaan, dapat pula digunakan untuk membekali masyarakat modern agar tidak menjadi sekruft dari mesin kehidupan. Yang tidak tahu lagi arahnya mau dibawa kemana. Tasawuf dengan konsep uzlahnya itu berusaha membebaskan manusia dari perangkap-perangkap kehidupan tapi ia tetap mengendalikan aktivitasnya sesuai dengan nilai-nilai ketuhanan, dan bukan sebaliknya larut dalam pengaruh keduniaan. Terakhir problematika masyarakat modern diatas adalah sejumlah manusia yang kehilangan masa depanya, merasa kesunyian dan kehampaan jiwa di tengah-tengah derunya laju kehidupan.

Modernisme merupakan tanda kemajuan dan moderniame juga merupakan tanda kemunduran suatu bangsa. Perkembangan dalam berbagai bidang, dari bidang ekonomi sampai bidang teknologi. Hal telah banyak membuat kita lupa akan daratan kita –tujuan awal– yang sejak awal kita bangun. Kenyataannya, modernisme makin hari membawa diri kita terselubungi dengan perkembangan teknologi.

Efeknya, penghayatan terhadap Islam mulai digantikan dengan penghayatan duniawi yang serba ingin modern. Prinsip materiaistik memenuhi otak pikiran, yang melepaskan kontrol agama dan kebebasan bertindak demi memenuhi modernisme telah berkuasa untuk mengalahkan terapi sufisme atau tasawuf. Masyarakat modern semakin mendewakan keberadaan ilmu pengetahuan, maka seakan-akan kita berada pada wilayah pinggiran yang bermadzab ke-barat-an dan bahkan kita hampir-hampir kehilangan visi kailahian. Hal inilah yang membuat kita makin stress dan gersang hati kita dengan dunia, akibat tidak mempunyai pegangan hidup. Dalam teori kesuksesan yang diterapkan oleh Ary Gynanjar yang mengilustrasikan keberadaan diri kita sudah dan telah memiliki kekuatan atau kemampuan yang berupa IQ, EQ dan SQ. Yang mana, ketika kemampuan itu membentengi manusia dalam hariannya untuk menjadi manusia yang sukses atau manusia yang kamil. Untuk itulah, teori yang diterapkan oleh Ary Gynanjar harus diseimbangkan dalam diri personal. Sebab, akibat yang ditimbulkan dari ketidakseimbangan tersebut akan merubah diri seorang hidup tanpa peganggan yang lari sana dan lari sini, ikut sana dan ikut, tidak punya prinsip yang diandalkan. Wujud dari kemampuan manusia, umunnya berupa kekuatan ekonomi, teknologi, dan kekuatan ibadiyah. Wajar sekali, kekuatan ekonomi dan teknologi saat ini sangat diperlukan bagi penunjang keberhasilan umat Islam demi menjaga dan mengangkat harkat dan martabat umat itu sendiri. Hal ini disebabkan maraknya perkembangan dan kebutuhan duniawi yang marak juga. Maka dari itu, keselamatan seseorang ditentukan oleh pribadi masing-masing, di mana ia semakin menjaga martabat Islam, semakin pula dirinya terjaga dari arus besarnya kemodernismean. Keseimbangan memang dibutuhkan, tapi realita yang terjadi ketika insan bertaqorub ilahirobbi yang mana mereka menjalani hidup penuh dengan nuasa tasawuf tidak disertai yang namanya EQ. Sehinga yang terjadi, mereka hanya bisa dekat dengan Tuhannya tapi tidak dekat dengan lingkungannya yakni masyarakat sekitarnya.

Tarekat- tarekat sufi yang menyebar di Negara- Negara maju :

Dari wujud relevansi konsep dakwah sufi adalah menyebarnya tarekat- tarekat sufi di belahan- belahan dunia terutama di negara- negara maju. Dan kali ini akan kami paparkan sekelumit dari contoh tarekat- tarekat yang sudah menembus negara maju.

Pada awalnya pengenalan diskursus tasawuf di Barat, sebagian terselenggara melalui informasi akademis, melalui buku-buku yang ditulis, hasil penelitian lapangan, ataupun terjemahan karya-karya para sufi dari bahasa-bahasa Muslim (yakni bahasa Arab, Persia, Turki, Urdu dsb), ke dalam bahasa Barat (yaitu bahasa Inggris, Perancis, Belanda, Jerman, dsb).

Tarekat Naqsyabandiyah (Haqqaniyah) yang berpusat di Cyprus, tempat kelahiran Syaikh Muhammad Nazim al-Haqqani dan khalifah beliau Syaikh Muhammad Hisyam Kabbani dengan gigih telah berhasil mempunyai banyak cabang di Syria, Amerika Serikat (Michigan, Chicago dan California dan terdapat di 18 tempat lainnya), serta cabang-cabangnya di Kanada (Montreal, Toronto, Vancouver, dsb), Inggris (London dan Birmingham), Perancis, Spanyol (3 tempat), Swedia, Switzerland, Mesir, Jerusalem, Lebanon, Kenya, Jerman, Belanda, Italia, Argentina (4 tempat), Guadeloup, Australia, Pakistan, Sri Lanka, Mauritius dan Afrika Selatan, juga di Indonesia, Malaysia, Jepang (4 tempat), serta Brunei Darussalam. Karya-karya Syaikh Nazim, baik yang berbahasa Turki, Arab atau berbahasa Inggris, sebagian sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Tarekat Chisytiyah sebuah tarekat kelahiran India yang di dirikan oleh Syaikh Mu‘in al-Din Chisyti (w.1236) telah berhasil mempopulerkan tarekat ini ke luar India. Di awal pendiriannya tarekat ini berideologi Sunni. Hal ini terbukti bahwa para sufi awal Chisyti di India menjadikan ‘Awârif al-Ma‘ârif karya Syaikh Syihab al-Din Abu Hafs ‘Umar Suhrawardi (539-632 H/1145-1234 M) sebagai pegangan mereka. Hingga sekarang ini cabang Tarekat Chisytiyah juga terdapat di Amerika Serikat misalnya di Philadelphia, dibawa dan dikembangkan oleh seorang Syaikh Chisytiyah dari Sri Lanka, bernama Bawa Muhayiddin.

Seorang orientalis yang telah sangat berjasa dalam memperkenalkan pendiri Tarekat Mawlawiyah misalnya, yaitu Mawlana Jalaludin Rumi ke dunia Barat adalah Reynold A. Nicholson yang telah bukan hanya mengedit secara kritis semua naskah matsnawi, tetapi juga menterjemahkan dengan baik seluruh naskah tersebut (sebanyak 6 buku) ke dalam bahasa Inggris. Demikian juga ia telah menerjemahkan dan menseleksi dari Divan-i Syams-i Tabriz. Sedangkan karya Rumi yang lain Fihi Ma Fihi telah diterjemahkan oleh Arberry dengan judul Discourse of Rumi.

Penutup.

Dengan demikian konsep dakwah sufi, bukan hanya sebatas menyeru manusia kepada Allah SWT, banyak hal yang tercangkup di dalamnya, termasuk bagaimana cara menerapkan Islam dalam tatanan kehidupan, menghadapi tantangannya dan mengetahui konspirasi para musuh Islam. Hubungan dakwah, amar ma’ruf nahi munkar tidak bisa dipisahkan. Di sini dapat kita lihat, bahwa pada kenyataannya dakwah ilallallah selalu ditekankan pada terwujudnya al-ma’ruf atau al-khair, dan menjadi tugas pokok seorang muslim. Dakwah yang berisikan amar ma’ruf nahi munkar yang digerakkan orang-orang muslim, pada praktiknya memang berhadapan dengan dakwah amar munkar nahi ma’ruf yang dilakukan oleh orang-orang munafik.

Secara sosiologis, al-ma’ruf dan al-munkar menunjuk pada kenyataan bahwa kebaikan dan keburukan itu terdapat dalam masyarakat. Umat Islam dituntut untuk mengenali kebaikan dan keburukan yang ada dalam masyarakat, kemudian mendorong, memupuk, dan memberanikan diri kepada tindakan-tindakan kebaikan, dan pada waktu yang sama ia mampu mencegah, menghalangi, dan menghambat tindakan-tindakan keburukan. waAllahu A’la wa a’lam.

OLEH : MIFTAHUL MUNIF

(Dikutip dari berbagai sumber)

Senin, 23 April 2012

Berbagai Penyebab Punggung Selalu Sakit Saat Bangun Tidur


img
Ilustrasi (dok: Thinkstock)
Jakarta, Dari berbagai keluhan kesehatan saat bangun tidur, sakit punggung termasuk salah satu yang paling sering dirasakan. Penyebabnya bermacam-macam, mulai dari kasur yang tidak nyaman hingga posisi tidur yang buruk serta kurang olahraga.

Selengkapnya, berbagai penyebab sakit atau nyeri di punggung yang hanya dirasakan ketika bangun tidur adalah sebagai berikut seperti dikutip dariGoodrelaxation, Minggu (22/4/2012).

1. Kasur yang tidak nyaman
Salah satu penyebab utama sakit punggung di pagi hari adalah kasur yang tidak nyaman, baik terlalu empuk atau juga terlalu keras. Jika umur kasur sudah mencapai 10 tahun, biasanya harus dipertimbangkan untuk beli kasur baru atau paling tidak kasurnya dibalik agar lebih merata dalam mendistribusikan berat badan selama tidur.

2. Bantal yang tidak sesuai
Bentuk dan ukuran bantal harus disesuaikan dengan posisi saat tidur, supaya bisa menyokong leher dengan baik sehingga tidak membebani punggung. Jika tidurnya lebih sering miring, maka dibutuhkan bantal yang ukurannya pas agar tulang belakang berada dalam posisi netral sepanjang malam.

3. Lingkungan yang tidak sehat
Tidur di ruangan yang tidak sehat juga bisa membuat tulang punggung terasa pegal atau nyeri saat bangun di pagi hari. Kondisi lingkungan tempat tidur yang tidak sehat itu antara lain suhu ruangan terlalu dingin, berisik atau terlalu terang sehingga tidurnya tidak nyenyak.

4. Posisi tidur yang buruk
Setiap orang punya posisi tidur favoritnya sendiri, namun tidak semuanya cocok dengan postur tubuhnya sehingga memicu nyeri punggung di pagi hari. Apabila posisi tidur favorit dirasa menyiksa punggung, coba lakukan trik sebagai berikut.

  • Jika posisi tidurnya miring, selipkanlah bantal kecil atau guling di antara kedua kaki.
  • Jika posisi tidurnya telentang, letakkan bantal kecil di bawah kaki atau gulungan handuk kecil di punggung.
  • Jika posisi tidurnya tengkurap, letakkan batal di bawah perut atau pinggul.

5. Kurang olahraga
Otot yang terlalu lemah tidak akan sanggup membantu tulang punggung dalam menahan berat badan dengan optimal. Olahraga sangat penting sebagai salah satu upaya untuk memperkuat otot tubuh, supaya beban yang ditanggung oleh tulang punggung berkurang.

sumber : http://health.detik.com/read/2012/04/22/080239/1898274/766/berbagai-penyebab-punggung-selalu-sakit-saat-bangun-tidur?l1102755

TINJAUAN  MEDIS NYERI PUNGGUNG  :

imgDeskripsi

Nyeri punggung adalah gangguan yang biasa terjadi pada punggung.


Penyebab

1. Otot dan ligamen yang menegang
2. Cara mengangkat barang yang berat namun tidak benar
3. Setelah melakukan gerakan aneh dan tiba-tiba.
4. Kejang urat
5. Piringan sendi yang menggembung atau pecah
6. Sciatica atau nyeri yang tajam pada pantat dan kaki bagian belakang
7. Arthritis
8. Penyimpangan rangka seperti skoliosis
9. Osteoporosis


Gejala
1. Sakit otot
2. Nyeri yang tajam dan menusuk pada punggung
3. Nyeri yang menjalar hingga ke bawah kaki Anda
4. Fleksibilitas atau jangkauan gerakan punggung terbatas
5. Tidak mampu berdiri tegak

Pengobatan

1. Obat-obatan yang direkomendasikan dokter seperti acetaminophen (Tylenol) atau ibuprofen (Advil, Motrin)
2. Terapi fisik seperti terapi dengan panas, es, ultrasound dan stimulasi eletrik serta olahraga
3. Jika tak kunjung sembuh dan nyerinya menjalar hingga ke kaki, dokter Anda bisa menyuntikkan kortison di sekitar saraf tulang belakang Anda Sumber: MayoClinic


sumber : http://health.detik.com/readpenyakit/933/nyeri-punggung?mode_op=pengobatan

Rabu, 11 April 2012

KUMPULAN DO'A -4
















Sumber : http://www.darussyifa.org/modules.php?name=Content&pa=list_pages_categories&cid=1

KUMPULAN DO'A -3





















KUMPULAN DO'A -2
























sumber :  http://www.darussyifa.org/modules.php?name=Content&pa=list_pages_categories&cid=1