Sahabats…
Lautan ilmu Allah Sang Maha Imu memang tak berbatas. Demikian pula Rasulullah SAW sebagai insan yang paling mampu mencerap ilmu Allah dengan pencerapan terbaik di antara seluruh makhluk.
Lautan ilmu Allah Sang Maha Imu memang tak berbatas. Demikian pula Rasulullah SAW sebagai insan yang paling mampu mencerap ilmu Allah dengan pencerapan terbaik di antara seluruh makhluk.
Berikut ini beberapa nasihat beliau kepada sahabat, sekaligus murid beliau, Abu Dzar al-Ghifary tentang hikmah yang terdapat pada Shuhuf Ibrahim as. dan Musa as.
Semoga Allah membimbing kita…amien.
Bersabda Rasulullah s.a.w. kepada Abu Dzar tatkala yang terakhir ini menanyakan tentang Shuhuf Ibrahiim:
“Seluruhnya merupakan teladan. Disana dikatakan: ‘Wahai penguasa yang terperdaya, sesungguhnya Aku tidak mengutusmu untuk mengumpulkan harta; tetapi Aku mengutusmu agar engkau menjaga-Ku dari do’anya orang yang teraniaya, sebab Aku tidak dapat menolaknya, walau do’a itu berasal dari orang kafir.’
“Seluruhnya merupakan teladan. Disana dikatakan: ‘Wahai penguasa yang terperdaya, sesungguhnya Aku tidak mengutusmu untuk mengumpulkan harta; tetapi Aku mengutusmu agar engkau menjaga-Ku dari do’anya orang yang teraniaya, sebab Aku tidak dapat menolaknya, walau do’a itu berasal dari orang kafir.’
‘Hendaklah orang yang masih berfungsi akalnya memiliki 4 waktu untuk:
1) bermunajat kepada Tuhannya; 2) mentafakuri ciptaan Allah; 3) merenungi dirinya sendiri; 4) berkhalwat dengan Rabb yang Maha Mulia dan Maha Pemurah.’
1) bermunajat kepada Tuhannya; 2) mentafakuri ciptaan Allah; 3) merenungi dirinya sendiri; 4) berkhalwat dengan Rabb yang Maha Mulia dan Maha Pemurah.’
‘Hendaklah orang yang masih berfungsi akalnya tidak bepergian kecuali untuk 3 hal:
1) berbekal untuk negeri tempat kembali; 2) perbaikan kehidupan; 3) kenikmatan yang tidak diharamkan.’
‘Hendaklah orang yang masih berfungsi akalnya melek terhadap zamannya dengan senantiasa memperhatikan asal-usulnya dan menjaga lisannya.’
Abu Dzar r.a bertanya, “Demi ayah dan ibuku, apa yang terdapat dalam shuhuf Musa?” Beliau s.a.w menjawab:
“Seluruhnya merupakan bahan pelajaran. Disana dikatakan: ‘Aneh sekali orang yang yakin adanya neraka, kenapa dia masih bisa tertawa. Aneh sekali orang yang yakin adanya kematian, kenapa dia masih bisa bersenang-senang. Aneh sekali orang yang melihat dunia dan perlakuannya terhadap penghuninya, tapi dia merasa tenang terhadapnya. Aneh sekali orang yang yakin terhadap takdir tapi marah terhadapnya. Aneh sekali orang yakin terhadap hisab di akhirat kelak, tapi dia sendiri tidak beramal.”
“Seluruhnya merupakan bahan pelajaran. Disana dikatakan: ‘Aneh sekali orang yang yakin adanya neraka, kenapa dia masih bisa tertawa. Aneh sekali orang yang yakin adanya kematian, kenapa dia masih bisa bersenang-senang. Aneh sekali orang yang melihat dunia dan perlakuannya terhadap penghuninya, tapi dia merasa tenang terhadapnya. Aneh sekali orang yang yakin terhadap takdir tapi marah terhadapnya. Aneh sekali orang yakin terhadap hisab di akhirat kelak, tapi dia sendiri tidak beramal.”
Abu Dzar r.a bertanya, “Apakah dalam ke dua shuhuf itu masih ada yang tersisa?” Beliau s.a.w. menjawab: “Yaa Abu Dzar, sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan diri, lalu dia ingat asma Rabb-nya, lalu dia shalat. Tetapi kaum kafir memilih kehidupan duniawi. Padahal akhirat itu lebih baik dan kekal.Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab terdahulu, yaitu shuhuf Ibrahiim dan Musa.
Abu Dzar r.a. berkata: “Berwasiatlah kepadaku.” Beliau s.a.w. bersabda: “Aku berwasiat kepadamu agar bertakwa kepada Allah, karena ketakwaan itu merupakan pengendali seluruh urusanmu.”
Abu Dzar r.a. berkata: “Tambahkanlah. ” Beliau s.a.w. bersabda:
“Bacalah Al-Qur’an. Perbanyaklah dzikir kepada Allah, niscaya makhluk-makhluk yang ada di langit berdzikir kepadamu.”
“Bacalah Al-Qur’an. Perbanyaklah dzikir kepada Allah, niscaya makhluk-makhluk yang ada di langit berdzikir kepadamu.”
Abu Dzar r.a. berkata: “Tambahkanlah. ” Beliau s.a.w. bersabda:
“Berjihadlah, karena jihad itu merupakan kerahiban kaum mukminin.”
“Berjihadlah, karena jihad itu merupakan kerahiban kaum mukminin.”
Abu Dzar r.a. berkata: “Tambahkanlah. ” Beliau s.a.w. bersabda:
“Diamlah, karena diam itu dapat mengusir setan dan membantumu dalam menjalankan urusan agamamu.”
“Diamlah, karena diam itu dapat mengusir setan dan membantumu dalam menjalankan urusan agamamu.”
Abu Dzar r.a. berkata: “Tambahkanlah. ” Beliau s.a.w. bersabda:
“Katakan yang benar, walaupun itu pahit.”
“Katakan yang benar, walaupun itu pahit.”
Abu Dzar r.a. berkata: “Tambahkanlah. ” Beliau s.a.w. bersabda:
“Dalam berjuang di jalan Allah jangan terpengaruh oleh celaan orang yang suka mencela.”
“Dalam berjuang di jalan Allah jangan terpengaruh oleh celaan orang yang suka mencela.”
Abu Dzar r.a. berkata: “Tambahkanlah. ” Beliau s.a.w. bersabda:
“Bersilaturahmilah, walaupun orang-orang memutuskannya. ”
“Bersilaturahmilah, walaupun orang-orang memutuskannya. ”
Abu Dzar r.a. berkata: “Tambahkanlah. ” Beliau s.a.w. bersabda:
“Cukuplah kejelekan seseorang ketika dia tidak mengetahui dirinya sendiri, dan suka melakukan sesuatu yang tidak bermanfaat untuknya. Wahai Abu Dzar, tidak ada akal seperti melakukan perencanaan, tidak ada wara’ seperti menjaga diri, dan tidak ada kebaikan seperti baiknya budi pekerti.”
“Cukuplah kejelekan seseorang ketika dia tidak mengetahui dirinya sendiri, dan suka melakukan sesuatu yang tidak bermanfaat untuknya. Wahai Abu Dzar, tidak ada akal seperti melakukan perencanaan, tidak ada wara’ seperti menjaga diri, dan tidak ada kebaikan seperti baiknya budi pekerti.”
SUMBER:
- Hadis ke 12 dari buku “Cahaya Nabawi, Syarah Sufistik 40 Hadits Imam Nawawi,” Muhammad A. Mahili.
- http://serambitashawwuf.blogsome.com/2008/04/28/hadist-tentang-hikmah-dalam-shuhuf-ibrahim-as-musa-as/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar